Hukum

  • Apa itu IPL Apartemen, Dasar Hukum, dan Bagaimana Cara Menghitungnya?

    KORIDOR.ONLINE – Iuran Pengelolaan Lingkungan atau IPL apartemen merupakan salah satu biaya yang harus dibayar oleh penghuni apartemen secara rutin.

    Sesuai namanya, IPL apartemen adalah biaya maintenance atau biaya perawatan yang dipungut oleh manajemen apartemen setiap bulannya.

    Iuran ini nantinya akan dialokasikan untuk berbagai kebutuhan pemeliharaan dan perawatan di lingkungan apartemen.

    Nah, bagi kamu yang berencana tinggal di hunian vertikal, sangat penting untuk mengetahui seluk-beluk dari biaya IPL.

    Iuran ini bersifat wajib, bahkan ketentuan pengenaannya sudah tertulis dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

    BACA JUGA: Wujudkan Kinerja Berkelanjutan, Q2 2024 Kredit UMKM Bank DKI Tumbuh 22,78%

    Agar tidak keliru, simak seluk-beluk mengenai IPL apartemen di bawah ini.

    Dasar Hukum IPL Apartemen

    Landasan hukum mengenai kewajiban membayar IPL apartemen diatur dalam sejumlah perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah (PP).

    Misalnya dalam Pasal 57 Undang-Undang (UU) No.20/2011 tentang Rumah Susun atau Pasal 78 PP No.13/2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun.

    Dari kedua beleid tersebut disebutkan bahwa pengelola apartemen punya kewenangan untuk menarik biaya IPL sebagai iuran pengelolaan hunian vertikal atau rumah susun.

    Iuran tersebut dibebankan kepada pemilik atau penghuni dengan mempertimbangkan biaya operasional, pemeliharaan, dan perawatan.

    Sanksi Tidak Membayar IPL Apartemen

    Mangkir dari kewajiban membayar biaya IPL akan dikenakan sanksi administratif, seperti tidak diperkenankan memakai fasilitas dan layanan yang ada di apartemen.

    Kebijakan terkait sanksi sendiri merupakan hak prerogatif manajemen apartemen. Namun, jenis sanksi yang diberikan biasanya akan tercantum dalam surat perjanjian yang dibuat oleh manajemen dan penghuni apartemen.

    Karena itu, penghuni seharusnya sudah mengetahui konsekuensi yang akan diterima jika mangkir dalam kewajiban membayar IPL apartemen.

    BACA JUGA: Rilis Kawasan Destinasi Kuliner Terbesar di Ciputat, Pengembang Gandeng Restoran Kampung Kecil

    IPL Termasuk Apa Saja?

    Ada sejumlah komponen yang masuk dalam perhitungan IPL apartemen.

    Berbagai komponen ini biasanya berhubungan dengan fasilitas dan servis yang diberikan pengelola kepada para penghuni.

    Apa saja? Berikut uraiannya.

    1. Biaya Utilitas

    Komponen utilitas adalah biaya yang meliputi pengelolaan dan perawatan jaringan instalasi seperti listrik, air, dan gas.

    Selain itu, aktivitas perawatan atau penggantian peralatan apartemen juga termasuk dalam perhitungan biaya utilitas.

    1. Service Charge

    Service charge digunakan untuk keperluan operasional seperti penyediaan fasilitas kebersihan dan keamanan.

    Pemenuhan gaji karyawan dan kebutuhan operasional pengelolaan apartemen juga diambil dari biaya servis ini.

    1. Sinking Fund

    Sinking fund dialokasikan sebagai dana cadangan. Artinya bila mana ada fasilitas apartemen yang mengalami kerusakan dan harus segera diperbaiki, maka biaya perbaikannya diambil dari dana ini.

    BACA JUGA: Ceruk Pasar Besar, Penerapan ESG di Industri Properti Menjadi Keharusan

    Berapa Biaya IPL Apartemen?

    Seperti yang telah disebutkan, besaran IPL ditetapkan oleh pengelola apartemen atau Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS).

    Penetapan besaran iuran pun tidak diambil secara sepihak, melainkan telah melalui proses pembicaraan dan kesepakatan dengan para penghuni.

    Perhitungan iuran ini biasanya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti fasilitas, karakteristik dan usia gedung, serta jumlah unit yang tersedia.

    Selain itu, aspek lain yang menjadi pertimbangan adalah rencana pengeluaran setahun dan potensi pemasukan di luar IPL.

    Apa saja potensi pemasukan di luar IPL? Misalnya biaya sewa ruang mesin ATM, sewa pemasangan iklan, kerja sama bisnis, dan sebagainya

    Setelah disepakati, nantinya besaran iuran tersebut akan tercantum dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).

    Cara Menghitung IPL Apartemen

    Adapun cara menentukan besaran iuran IPL disesuaikan dengan luas unit apartemen yang dimiliki oleh penghuni.

    Karena itu, semakin luas unit apartemen yang dimiliki, maka semakin besar pula iuran pemeliharaan yang harus dibayarkan.

    Rumus penghitungannya adalah sebagai berikut:

    IPL apartemen x luas unit apartemen.

    Misalnya kamu memiliki unit apartemen seluas 30 meter persegi, lalu biaya IPL yang dikenakan adalah Rp20 ribu per m2.

    Maka, besaran IPL yang harus kamu bayar setiap bulannya adalah Rp600 ribu. Besaran biaya IPL bersifat fluktuatif, artinya bisa mengalami kenaikan atau penurunan.

    Naik-turunnya jumlah iuran dipengaruhi sejumlah faktor, seperti kondisi fisik bangungan, lokasi yang tidak lagi strategis, atau ketersediaan dan fungsi fasilitas apartemen. ***

     

  • Praktisi Hukum: Kredibilitas Pengurus PPPSRS Penting Dalam Pengelolaan Rusun

    KORIDOR.ONLINE, JAKARTA – Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, pembangunan high-rise  building terutama rumah susun hunian (apartemen) sangat bergairah. Beberapa pengembang rumah susun seperti Summarccon, Sinar Mas, Agung Sedayu Group dan Agung Podomoro Group cukup masif kembangkan apartemen segmen menengah hingga high end.

    Namun di balik hingar-bingar “kemewahan” pembangunan apartemen oleh pelaku pembangunan tersebut, ternyata telah menanti berbagai persoalan setelah gedung rumah susun itu dihuni. Hal ini sulit dihindari karena banyak manusia dengan berbagai latar belakang suku, agama dan Ras (SARA), serta adat istiadat bertemu tinggal dalam suatu lingkungan gedung.

    Menurut praktisi hukum properti Rizal Siregar, persoalan hunian rumah susun tidak hanya sebatas antar penghuni, tetapi juga tak jarang perselisihan itu antara penghuni dengan pelaku pembangunan, atau penghuni dengan pengurus PPPSRS (Perhimpunan Penghuni dan Pemilik Satuan Rumah Susun)/badan pengelola.

    BACA JUGA: BTN Jakarta International Marathon 2024 Sukses Digelar

    Sebagai negara hukum, ungkapnya, selayaknya jika terjadi perselisihan, para pihak yang bersengketa seharusnya merujuk kepada aturan-aturan (regulasi) yang mengatur tentang rumah susun. Kalau semua sepakat taat pada aturan (hukum), maka tidak ada masalah yang tak ada jalan keluarnya.

    ”Akan tetapi justru di situlah episentrum masalahnya. Regulasi mengenai rumah susun di Indonesia (UndangUndang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun) yang seharusnya memberikan koridor dan rambu-rambu terhadap permasalahan rumah susun, ternyata belum mampu berperan sesuai harapan,” kata Rizal.

    Rizal mengatakan, undang-Undang ini bukannya memberikan rujukan pasti, malah seakan turut lebih memperbesar konflik sebab pasal-pasalnya dapat dimultitafsirkan dan tidak mudah diaplikasikan di “kehidupan nyata” rumah susun.

    Hingga tidak heran kalau undang-undang ini masih saja diperdebatkan baik di forum-forum seminar, diskusi, pernyataan di berbagai media massa. Bukan hanya oleh pelaku pembangunan, pengurus PPPSRS, badan pengelola, penghuni/pemilik, bahkan eksekutif bingung ketika hendak menjabarkan undang-undang hasil inisiatif legislatif (DPR) ini ke peraturan pemerintah tentang rumah rusun.

    BACA JUGA: Pengamat Perkotaan: Koridor Barat Adalah Real Jakarta Masa Depan

    ”Masalah yang kompleks di rumah susun terutama dalam hal pengelolaan tidak dapat memformulasikan solusi dari perbedaan kepentingan masing-masing stakeholder rumah susun, sehingga persoalannya tambah rumit.

    PPPSRS

    Rizal menjelaskan, salah satu masalah pelik dihadapi adalah PPPSRS yang fungsinya untuk mengelola Tanah Bersama, Bagian Bersama dan Benda Bersama dalam strata title tersebut. Tanah/Bagian/Benda Bersama yang dikelola ini nilai miliaran rupiah rawan disalahgunakan. Karena itu, kredibilitas pengurus PPPSRS menjadi hal penting dalam mengoperasionalkan pengelolaan rumah susun.

    Pengurus PPPSRS sepatutnya paham betul tentang aspek-aspek pengelolaan, regulasi-regulasi yang mengatur rumah susun, dan yang terpenting punya niat baik untuk memajukan rumah susun, serta punya komitmen kuat untuk menciptakan harmonisasi di lingkungan rumah susun. Untuk itu pengurus PPPSRS harus bersinergi dengan semua pemangku kepentingan (penghuni/pemilik, badan pengelola, pelaku pembangunan, dinas perumahan, dan lain sebagainya).

    ”Misalnya saja, bahwa bukan suatu hal yang patut diperdebatkan apakah pelaku pembangunan boleh atau tidak menjadi pengurus PPPSRS? Karena jawabnya boleh. Sebab sama seperti pemilik rusun, pelaku pembangunan yang masih memiliki unit yang belum terjual juga memiliki hak menjadi pengurus PPPSRS. Toh tidak ada jaminan jika semua pengurus itu murni adalah pemilik rumah susun akan menjadikan pengelolaannya lebih baik,” tegasnya.

    BACA JUGA: Majalah Swa Beri Penghargaan Bank DKI Sebagai Indonesia Best Living Legend Company 2024

    Lebih jauh Rizal berpendapat, idealnya pengurus PPPSRS itu campuran dari penghuni/pemilik dan pelaku pembangunan yang masih memilik unit. Sebab pelaku pembangunan yang lebih paham mengenai struktur dan konstruksi gedung rumah susun. Mengenai pelaku pembangunan mengintervensi dan mengambil keuntungan tak perlu dikhawatiran karena ada laporan dan audit keuangan yang dipertanggungjawaban dalam RUTA (Rapat Umum Tahunan) setiap tahunnya.

    Hal-hal tersebut di atas sepatutnya dapat diakomodir oleh setiap regulasi tentang rumah susun yang ada di Indonesia. Kerjasama yang saling sinergis dan saling melengkapi antara masing-masing komponen adalah kalimat kunci dalam menciptakan harmonisasi dan kenyamanan tinggal di rumah susun yang merupakan tujuan utama dari semua stakeholder rumah susun. Sehingga kita berharap, dengan adanya persepsi dan sudut pandang yang sama, maka tidak ada lagi masalah yang tak dapat diselesaikan. ***

  • P3RSI Ingatkan PPPSRS dan Pengelola Apartemen Lebih Tegas Tegakkan Aturan Larangan Sewa Harian

    KORIDOR.ONLINE, JAKARTA – Sewa unit apartemen secara harian seperti layaknya hotel sebetulnya banyak mudaratnya, jika dilihat dari kepentingan bersama para pemilik dan penghuni apartemen. Pasalnya, sewaan harian unit apartemen itu banyak disalahgunakan baik tindak asusila dan kriminal.

    Setidaknya, sejumlah peristiwa tindak pidana berulang kali terjadi di apartemen di beberapa apartemen yang sering diberitakan oleh media massa. Mulai dari prostitusi anak, dijadikan tempat bisnis esek-esek peredaran narkoba, hingga kasus mutilasi.

    Sebagian besar pengelola apartemen, dalam hal ini pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) tidak memperbolehkan para pemilik menyewakan unti apartemennya secara harian. Meski aturan tersebut sudah tegaskan dalam house rule apartemen tersebut, namun pelanggaran (sewa harian) tetap saja marak terjadi.

    BACA JUGA: Pengembang Perumahan Mulia Gading Kencana Bagikan Sembako Ke Masyarakat

    Sejumlah upaya untuk menangani persoalan tersebut dilakukan pengurus PPPSRS, bahkan ada yang menggandeng pihak kepolisian (Polsek setempat) untuk membuat larangan “staycation” harian ini lebih ditaati oleh para pemiliknya yang kebanyakan adalah investor.

    Menurut Sekretaris Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) Nyoman Sumayasa, upaya melarang penyewaan untuk apartemen secara harian di mana menjadi celah untuk melakukan tindak pidana sudah sering disosialisasikan pengurus PPPSRS dan badan pengelola.

    Sewa harian ini memang masih mengudang kontroversi, namun kami akan dicarikan pola yang tepat, berapa lama minimal apartemen disewa dari sisi kemudahan untuk pengendalian keamanannya. Untuk itu, kata Nyoman, pengurus PPPSRS dan badan pengelola harusnya lebih tegas lagi tegakkan aturan larangan sewa harian unit apartemen.

    ”Menurut aturan minimal sewa itu 3 bulan dan setiap penyewa harus melaporkan data huniannya ke badan pengelola. Hal ini dilakukan agar pengelola tahu unit-unit mana saja yang disewakan hingga jika terjadi hal-hal yang tidak inginkan pengelola bisa cepat ambil tindakan,” kata Nyoman, beberapa waktu lalu, di Jakarta.

    BACA JUGA: Sasar Emerging Affluent,BTN Luncurkan BTN Prospera

    Untuk mencegah unit apartemen disalahgunakan, Nyoman mengatakan, beberapa anggotanya bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk memantau unit-unit yang dicurigai. Dengan demikian, polisi bisa segera bertindak apabila menemukan penghuni atau tamu yang mencurigakan.

    ”Namun, polisi tidak bisa sendirian untuk mencegah prostitusi dan peredaran narkoba di apartemen. Butuh kerjasama menyeluruh dengan pihak manajemen, sekuriti, para pedagang di ruko, hingga seluruh penghuni apartemen,” jelasnya.

    Nyoman menghimbau warga atau penguni apartemen yang mengetahui atau menjadi korban kejahatan untuk bisa melapor ke badan pengelola atau ke Polsek setempat. Sebab dengan kerja sama yang baik antara semua stakeholder, maka penyalahgunaan unit apartemen bisa di minimalisir.

    Nyoman juga menegaskan, hal terpenting adalah mensosialisasikan larangan sewa harian kepada para pemilik unit harus rutin dilakukan. Bahwa unit apartemen hanya boleh disewakan minimal dengan jangka waktu tiga bulan. Sosialisasi dilaksanakan secara langsung atau dengan media yang ada seperti spanduk, flyer, mading dan sebagainya.

    BACA JUGA: Tancap Gas, Citra Swarna Group Realisasikan Target Pendapatan Rp1,1 Triliun

    Meski begitu, tetap saja ada pemilik atau agen properti yang melanggar. Pihak manajemen mengakui memang sulit untuk mengawasi pelaksanaan larangan sewa harian ini. Sebab, penyewaan unit apartemen secara harian itu dilakukan langsung oleh pemilik unit. ***

  • WOW! 77,6 Persen Warga Setuju Terhadap Hasil Rapat Pembentukan Panmus Kalibata City

    JAKARTA. KORIDOR.ONLINE  – Rapat Pembentukan Panitia Musyawarah (Panmus) untuk persiapan pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) Umum dan Komersial Kalibata City yang dilaksanakan Sabtu, 28 Oktober 2023, secara demokratis berhasil memilih 7 orang pemilik unit apartemen Kalibata City sebagai anggota Panmus.

    Mereka adanya Muhammad Mada (Ketua ), Mulyana (Sekretaris), Evi Tristanti Silaban (Bendahara), dan Denny MP, Firdinandus, Teguh Budi S., dan Nita Indriani masing masing sebagai Anggota Panmus yang dipilih oleh warga Kalibata City.

    Hasil pemilihan melalui voting (pemungutan suara) tersebut disambut antusias oleh warga Kalibata City yang tergambar dari hasil yang termuat dalam website PollingKita.com. Dalam polling yang dibuat pada, 31 Oktober 2023, pukul 12:55 WIB, hingga saat dipantau Jumat pagi telah ikuti 1.294 orang.

    BACA JUGA: Vista Land Group Gelar HABERNAS 11.11, Momen Tepat Beli Rumah

    Dalam polling tersebut ditanyakan “Setuju apa Tidak setuju hasil pembentukan PANMUS KALCIT 28 OKTOBER 2023?” Hasilnya, sebanyak 77,6 persen atau 1.004 orang menyatakan SETUJU. Sementara hanya 22,4 persen atau 290 orang yang menyatakan TIDAK SETUJU.

    Berbagai komentar dukungan pun diutarakan dalam kolom komentar di website tersebut. Misalnya saja, Taufik Sri menyatakan, ” Sy sangat setuju dengan hasil pembentukan PANMUS dikalibata city semoga kedepannya lebih maju dan sukses selalu.”.

    Lalu ada lagi Poetoe Ina Meilya dengan antusias menulis, ”Saya sangat setuju dengan hasil Pembentukan PANMUS tgl 28 okt 2023 yang amat fair dan aman. Semoga Tim PANMUS semangat terus dalam melancarkan Proses sampai dengan Pemilihan Ketua P3SRS dan maju terus Kalibata City menjadi Hunian yg aman, nyaman utk penghuninya.MAJU TERUS TIM PANMUS..”

    BACA JUGA: BTN Sambut Positif Stimulus Bebas PPN Properti

    Ada juga Keisha Rahman yang berkomentar sedikit menohok, ”Saya sangat setuju, karna panmus ini semua sudah TEPAT. dan adil, biarkan pihak yang licik tidak menguasai ini,” katanya tanpa menyebut siapa pihak licik yang dimaksud.

    Hasil polling ini pun, disambut gembira dan antusias oleh Ketua Panmus Kalibata City, Muhammad Mada. Mada bersyukur bahwa sebagian besar masyarakat rapat pembentuk kemarin berlangsung sudah sesuai aturan yang berlaku.

    ”Ternyata rapat yang difasilitasi pelaku pembangunan mendapat apresiasi sangat besar. Semua persiapan rapat hingga pelaksanaannya dilakukan transparan dan selalu dikoordinasikan dengan Dinas Perumahan DKI Jakarta,” kata Mada, di Kalibata City, Jumat, 3 Oktober 2023.

    Kegiatan Rapat Panmus turut dihadiri sejumlah instansi terkait, seperti Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta dan Sudin PRKP Jakarta Selatan.

    Sumber PollingKita.com

    Sebagai Ketua Panmus, Mada berjanji akan berusaha menjalankan amanah ini sebaik-baiknya, agar tidak ada warga yang merasa dirugikan. Dia meyakini pembentukan PPPSRS ini akan menjadi sejarah bagi Kalibata City dan tentu akan menciptakan Apartemen Kalibata City menjadi lebih baik, harmonis, indah, dan lebih nyaman lagi.

    ”Kalau pun ada pihak yang belum puas dengan hasilnya, kami merasa itu suatu kewajaran. Sebab dalam pemilihan dalam tingkat apa pun, mulai tingkat RT, RW, Bupati, hingga presiden pasti ada pihak yang tidak puas,” kata Mada yang juga sedang menjabat Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Nurullah Kalibata City.

    Mada pun memperingatkan, kepada pihak-pihak yang tidak puas, bahwa asal mereka tidak melakukan hal-hal destruktif (merugikan) dan tetap bermain dalam koridor demokrasi, itu tidak masalah. Tapi kalau sudah menghalalkan secara cara, Mada berjanji akan bertindak tegas sesuai aturan yang berlaku.

    BACA JUGA: Gaet Pekerja Mandiri, BP Tapera Perkenalkan Program Tabungan Rumah Tapera

    ”Kita yang mengikuti rapat pembentukan kemarin semuanya adalah pemilik dan mayoritas (77,7 persen) menyatakan puas dengan hasilnya.  Jadi jangan ada pihak yang mengklim bahwa hanya mereka yang pemilik atau warga Kalibata City,” pungkas Mada. ***

  • Pengamat Rusun: Hati-hati! Jangan Pilih Pengurus PPPSRS Pemburu Cuan

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE –  Praktisi Hukum Rizal Siregar prihatin melihat meningkatnya eskalasi konflik antar warga dalam perebutan pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) di DKI Jakarta dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya ada oknum-oknum yang ingin mencari cuan ketika sudah menguasai kepengurusan PPPSRS.

    Seperti diketahui, kata Rizal, rata-rata dana Iuran Pemeliharan Lingkungan (IPL) yang ditarik setiap apartemen yang memiliki sekitar 1.000 unit itu di atas Rp1 miliar. Dengan kewenangannya, pengurus terutama Ketua bisa menentukan siapa vendor pengelola dan pengadaan barang.

    ”Oknum-oknum ini selalu membuat isu yang menjelek-jelekan pengembang, bahkan hoaks untuk mendapatkan simpati pemilik dan penghuni apartemen. Misalnya pengembang ingin terus menguasai pengelolaan apartemen, pengelolaan tidak transparan, bahkan menindas pemiliki dan penghuni,” kata Rizal, Senin (14/8), di Jakarta.

    BACA JUGA: Joko Suranto Terpilih Nahkodai REI

    Menurutnya eskalasi konflik pengelolaan apartemen ini makin besar ketika diterbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta 132 tahun 2018 Tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik, kemudian direvisi dua kali (Pergub 133/2019 dan Pergub 70/2022). Dimana semangat Pergub itu  membatasi ruang gerak pengembang dalam pengelolaan apartemen.

    Beberapa aturan yang membatasi itu, antara lain: Surat Kuasa mengikuti Rapat Umum Anggota (RUA) harus diberikan kepada orang dalam satu Kartu Keluarga (anak, istri, atau saudara) dan hak suara memilih pengurus one name one vote.

    ”Sebetulnya tujuan baik yaitu agar pengembang yang menabrak aturan dan berbuat sewenang-wenang  dalam mengelola apartemen dibatasi. Namun dalam praktiknya ternyata tidak menyelesaikan masalah. Karena tidak semua pengembang itu punya niat tidak baik. Umumnya  mereka tidak mau jejak rekamnya buruk karena ada proyeknya jadi kumuh setelah mereka ditinggalkan,” jelas Rizal.

    BACA JUGA: Saatnya MBR Beli Rumah Sekarang, Tahun Depan harga Rumah Subsidi Naik!

    Sementara itu, lanjut pengamat rumah susun ini, tidak ada jaminan pengelolaan apartemen lebih baik ketika pengurus PPPRS-nya itu murni pemilik. Bahkan ada contoh apartemen di Jakarta Selatan yang ketua PPPSRS-nya adalah mantan anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta era Anies Baswedan diduga membayar pajak pribadi pakai uang PPPSRS, menempatkan orang-orangnya di badan pengelola, dan melakukan pekerjaan yang tidak ada di Rencana Kerja Tahunan (RKT).

    Rizal mengatakan, dalam pengamatannya sebagian oknum pemilik/penghuni yang ngotot jadi pengurus ini adalah orang-orang tidak punya pekerjaan tetap, bahkan ada yang terlibat kasus hukum misalnya penipuan. Repotnya, dalam aturan perundang-undangan tidak ada kualifikasi kapasitas dan kapabilitas pemilik yang boleh jadi pengurus, selain hanya berdomisili di apartemen dan menyelesaian kewajibannya (tidak ada tunggakan).

    ”Karena itu jangan heran kalau tak sedikit apartemen menurun kualitas pengelolaannya, bahkan terjadi KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) pasca penyesuaian PPPSRS menurut Pergub DKI. Sehingga menurut hemat saya, tidak ada urgensinya dikotomi pengembang dan pemilik dalam kepengurusan PPPSRS, sebab tidak jaminan akan lebih baik. Yang terpenting aturan yang dibuat harus berimbangan dan adil,” tegasnya.

    BACA JUGA: BP Tapera Soft Launching Tapera Mobile

    Dalam praktiknya, kata Rizal, diduga ada pemilik/penghuni yang kerap minta vendor atau perusahaannya dapat menang ditender pengelolaan apartemen. Mereka akan mendukung siapa saja jadi ketua dan pengurus asal dapat pekerjaan. Tentunya mereka akan lebih leluasa mengatur tender dan pengadaan barang apabila menguasai kepengurusan PPPSRS.

    Padahal sebagian besar pemilik/penghuni dan investor yang merupakan silent majority mendukung siapa saja duduk sebagai pengurus PPPSRS asal profesional. Mereka tidak mempersoalan jika pengembang juga ikut pengurus PPPSRS sebagai pemilik unit yang belum laku.

    Karena itu, Rizal mengingatkan, agar dalam memilih kepengurus PPPSRS pemilik/penghuni sebaiknya mencari tahu jejak rekam calon-calonnya. Apakah mereka punya kepentingan ekonomi saat menjadi  pengurus PPPSRS? Sebaik cari calon kepengurus yang kondisi ekonominya yang mantap, dan tentunya bisa dan mau bekerja tanpa pamrih ekonomi. ***

  • Pengembang Keluhkan Aplikasi Justisia, Rentan Dimanfaatkan Mafia Tanah

    JAKARTA—Penggunaan aplikasi Justisia (Jaringan Untuk Sistem Aplikasi Sengketa di Indonesia) yang telah diluncurkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) dikeluhkan  oleh  pengembang perumahan nasional dan sejumlah investor. Pasalnya, praktek yang terjadi di lapangan, keberadaan aplikasi Justisia, justru dimanfaatkan dan menjadi celah baru, bagi masuknya praktek-praktek mafia tanah. Pada akhirnya mengancam investasi dan bisnis yang dijalankan pengembang

    “Tujuan awal aplikasi digital ini kami dukung, yaitu untuk memantau dan menekan praktek mafia tanah serta sebagai monitoring bagi ATR/BPN. Namun, belakangan keberadaan aplikasi Justisia, justru mengancam keberlanjutan investasi di daerah,” terang Risma Gandhi, Ketua Umum Asosiasi Srikandi Pengusaha Properti Indonesia (SRIDEPPI)

    Pasalnya, ada indikasi aplikasi Justisia dimanfaatkan mafia tanah untuk menekan dan memukul usaha pengembang dengan berusaha memblokir semua sertifikat yang mereka klaim, lewat aplikasi Justisia. Sehingga para pengembang yang sedang membangun, terpaksa harus berhenti. Dan ini jelas sangat menganggu investasi.

    “Aplikasi Justisia bisa dimanfaatkan oleh para mafia tanah untuk memeras  pengembang lewat mekanisme membikin girik palsu dan kemudian melakukan gugatan ke PTUN. Harapannya, setelah gugatan ke PTUN,  nomor perkara dan no  sertifikat dimasukan  dalam aplikasi, maka otomatis semua sertifikat pengembang langsung terblokir,” terangnya.

    Menurut Risma ketika ada pihak lain yang memiliki dokumen girik atau letter c dan menginputnya ke dalam sistem aplikasi Justisia. Maka pengembang atau investor yang status lahannya dipersoalkan tersebut otomatis terblokir, tidak boleh melakukan pembangunan, walaupun tanah yang dikuasai itu  sudah bersertifikat hak guna bangunan atau hak milik.

    “Konteksnya adalah cara verifikasi diaplikasi Justisia ini yang kami kritisi. Bukan aplikasinya. Menurut kami masih belum memberikan keamanan dan kepastian buat pengembang dan investor. Tanah kami yang sudah bersertifikat dan resmi dikeluarkan oleh ATR/BPN, justru diverifikasi dengan dokumen letter C atau girik dari pihak lain, jadi tidak apple to apple dan proses mediasinya itu juga memakan waktu lama,” terang Risma.

    Padalah sebenarnya lanjut Risma tahapan mediasi bisa diselesaikan kedua belah pihak yang bersengketa di ATR/BPN setempat. Misalnya ada permasalahan di legalitas kepemilikan, maka akan masuk ke bagian legal atau paralegal ATR/BPN. Setelah itu dilakukan pengukuran ulang. Kedua belah pihak datang untuk proses penyelesaian sesuai dokumen. Pada saat itu, bisa langsung diselesaikan. Buka blokiran atau lanjutkan proses hukum ke pengadilan

    “Setelah adanya aplikasi Justisia tidak bisa. Karena proses mediasi di ATR/BPN-nya dihilangkan. Langsung masuk ke sistem. Jadi menurut kami verifikasi yang paling utama. Fokus kami diverifikasi legalnya. Dan ini acuannya harus tepat secara hukum. Jadi tidak ada yang dirugikan terutama yang sudah berinvestasi disitu,” jelasnya.

    Celah Baru Praktek Mafia Tanah

    Dwi Nurcahya, Ketua Dewan Pengurus Daerah Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Apernas) Jaya Kalimantan Tengah kuatir, aplikasi Justisia justru betul- betul dimanfaatkan dan bisa menjadi surga bagi para mafia untuk memeras. Bukan hanya pengembang dan investor tetapi juga masyarakat awam.

    “Pada dasarnya proses administrasi tanah di BPN adalah proses bisnis pengembang. Jadi goal mereka (mafia) itu bukan perkara menang atau kalah di PTUN. Tetapi goal-nya adalah memutus proses administrasi di BPN. Akhirnya pelaku usaha diminta mediasi. Nah, disitulah celah mereka memeras. Jika kalah mereka bisa banding lagi dan itulah yang makan waktu. Bisnis terhenti dan itu sangat merugikan,” terang Dwi.

    Seharusnya lanjut Dwi ada verifikasi data administrasi dulu, apple to apple-nya. Lebih masuk akal lagi apabila yang bersengketa itu sertifkat dengan sertifikat. Jika keduanya diblokir tidak masalah. Tetapi jika girik dengan sertifikat maka harusnya dilakukan verifikasi data dulu. Bukan langsung diblokir lewat aplikasi. Karena jika lahannya ada kegiatan bisnis maka perlu ada pertimbangan, karena itu  adalah proses investasi. Proses verifikasi, juga harus selektif tidak asal naik saja ke PTUN. Pembuktian surat-suratnya itu asli atau palsu, bisa lewat puslabfor, misalnya. Jadi mitigasi dan verifikasinya disitu.

    “Jika praktek praktek seperti itu dibiarkan, sangat membahayakan keberlangsungan investasi di daerah. Para mafia itu tahu bahwa sistem bisnis pengembang itu adalah semua proses administrasi pertanahan di BPN, mulai dari cek list, AJB, pasang HT, dll. Disitu  celahnya,” papar Dwi

    Para pengembang lanjut Dwi hanya ingin memberikan masukan agar ATR/BPN  mengevaluasi sistem aplikasi Justisia. Bahwa ada efek dan implikasi negatif.

    “Sebenarnya aplikasi Justisia berguna memantau dan menekan praktek mafia tanah di lapangan. Tetapi faktanya bisa dimanfaatkan mafia tanah untuk menekan dan memukul pengembang dengan memblokir semua sertifikat yang mereka klaim,” tuturnya.

    Saran Direktur PT Citra Mandiri Dwi Pratama itu adalah apabila terverifikasi bahwa surat-surat yang digunakan sebagai bahan gugatan terbukti palsu, maka negara dalam hal ini ATR/BPN harus langsung menggugat balik. Bukan investor, pengembang  atau masyarakat yang melaporkan balik.

    Harus ada aturan, biar adil dan mereka para mafia itu berpikir ulang jika ingin berperkara di PTUN. Gugatan di PTUN harus ada konsekuensi, karena yang digugat itu adalah produk negara. Tujuannya untuk memperkecil ruang gerak mafia, sehingga semua harus ada konsekuensi hukumnya.

    Kementerian ATR/BPN pinta Dwi harus melaporkan balik ke kejaksaan. Bukan masyarakat atau investor yang harus melaporkan balik. Karena jika dibiarkan dan mafia tanah tahu celah kelemahan dari aplikasi Justisia yang tidak ada konsekuensi hukumnya, maka sangat berbahaya bagi kepastian investasi ke depan.

    “Selama ini kan tidak. Walaupun surat-suratnya terbukti palsu, selama yang digugat itu tidak melapor balik, maka tidak ada konsekuensi apa-apa. Akhirnya tidak ada efek jera. Mafia anggap itu iseng-iseng berhadiah. Itu membahayakan investasi, mengancam program sejuta rumah yang sudah dicetuskan Presiden Jokowi,” pungkasnya

    Seperti diketahui, melalui Direktorat Jenderal Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah, Kementerian ATR/BPN sedang memasifkan monitoring kasus pertanahan berbasis digital atau online melalui Aplikasi Justisia.

    Tujuannya diantaranya adalah untuk memantapkan penanganan dan penyelesaian sengkata, konflik pertanahan (SKP),  menyelesaikan kasus pertanahan melalui jalan damai (amicable solution), melakukan verifikasi dan validasi data SKP pertanahan, serta untuk mengetahui hambatan dan kendala yang dihadapi oleh Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan.

    Hal ini sebagai upaya memantau kasus pertanahan yang dilakukan secara daring, berupa pemantauan atas SKP pertanahan yang dilakukan dengan mengggunakan media komunikasi yang terhubung dalam suatu sitem dalam keadaan yang real time secara online.

     

     

  • KBAMB Unjuk Rasa di Balai Kota DKI Jakarta Sampaikan 6 Sikap Warga Marina Ancol

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE – Konflik antar warga apartemen Mediterania Marina Residences (MMR) (lebih dikenal sebagai Apartemen Marina Ancol) memperebutkan kepengurusan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) terus berlanjut.

    Sekitar seratus orang pemilik/penghuni dan karyawan mengatasnamakan Keluarga Besar Apartemen Marina Bersatu (KBAMB) melakukan unjuk rasa damai di depan kantor Balai Kota DKI Jakarta, akhir pekan lalu.

    Menurut salah seorang pemilik apartemen MMR, Andi, aksi ini dilakukan sebagai aksi balasan terhadap unjuk rasa sebelumnya yang dilakukan puluhan warga yang mengatasnamakan warga MMR yang menuduh pengurus PPPSRS berlaku sewenang-wenang.

    BACA JUGA: Pelaku Usaha Kembali Bantu Korban Gempa Cianjur

    Andi mengatakan, hal itu tidaklah benar karena berbagian sebesar massa tersebut adalah oknum pemilik/penghuni yang bermasalah, tidak membayar iuran pemeliharaan lingkungan (IPL), dan sebagian lagi hanya mencari keuntungan atau proyek pengelolaan di MMR.

    “Kami Keluarga Besar Apartemen Marina Bersatu sangat prihatin dengan perkembangan yang terjadi. Apartemen MMR terdiri dari 1.680 satuan unit apartemen, sementara hanya ada puluhan pemilik/penghuni yang bermasalah,” kata Andi kepada wartawan di sela-sela aksi unjuk rasa di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat, 31 Maret 2023.

    Mereka inilah, lanjut Andi, yang duga terus merongrong dan berupaya mendelegitimasi secara sistematis kepengurusan PPPSRS MMR yang baru terpilih secara sah.

    BACA JUGA: Diduga Ada Penyelewengan Dana di Balik Maju Mundurnya Kenaikan Service Charge Apartemen Taman Rasuna

    Oleh karena itu, kata Andi, pihaknya mengajukan enam sikap dan tuntutan, pertama, KBAMB menilai bahwa pembentukan PPPSRS MMR melalui mekanisme Rapat Umum Anggota (RUA) yang diselenggarakan secara hibryd, pada 25 Maret 2023 sah sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan sesuai Peraturan Gubernur Nomor 70 Tahun 2021 perubahan kedua atas pergub No 132 Tahun 2021 Tentang Pembinaan dan Pengeloaan Rumah Susun Milik.

    “Syarat administratif para pengurus terpilih seperti KTP, Domisili dan dokumen terkait telah sesuai ketentuan Pergub DKI No 70 Tahun 2021 Pasal 45, point 1, huruf a sampai a,” jelasnya.

    Kedua, KBAMB membantah keras tuduhan bahwa selama ini pengelola apartemen melakukan kesewenang-wenangan akibat memadamkan listrik dan air di 60-an unit apartemen yang ternyata milik segelintir oknum yang selama ini melakukan upaya-upaya fitnah dan dugaan Tindakan premanisme untuk menjatuhkan nama baik Pengurus PPPSRS, serta membuat tidak nyamannya kehidupan di apartemen MMR.

    BACA JUGA: BP Tapera Genjot Program Pembiayaan Perumahan Untuk PNS Muda

    “Dari data yang kami dapat juga ternyata ada sekitar puluhan oknum yang sakit hati ini, diduga tidak memenuhi kewajibannya membayar iuran IPL bahkan diantaranya ada yang memiliki tunggakan hingga ratusan juta rupiah. Belum lagi adanya oknum-oknum yang jelas-jelas ingin mencari keuntungan ingin jadi vendor pengadaan barang dan jasa di apartemen MMR,” ungkapnya.

    Ketiga, KBAMB mendukung sikap tegas Ketua PPPSRS MMR, Bapak Edi Bangsawan yang tetap mematikan listrik dan air terhadap unit-unit yang belum menyelesaikan kewajiban pembayaran IPL-nya, yang per unitnya ada yang mencapai hingga ratusan juga.

    “Pemutusan harus tetap dilakukan hingga mereka menyelesaikan kewajibannya. Sebab kalau mereka tidak bayar, berarti para pemilik/penghuni yang tertib membayar IPL telah mensubsidi mereka yang jelas-jelas bukan orang tidak mampu,” lanjutnya.

    BACA JUGA: BPK: Transaksi Keuangan BP Tapera TA 2022 Sudah Sesuai UU dan Peraturan

    Keempat, KBAMB juga membantah keras pendapat oknum warga yang menyatakan bahwa SK Disperum No 491 Tahun 2021 tidak sah secara hukum, dimana pada faktanya SK tersebut sudah sah secara hukum dan dikuatkan melalui putusan PTUN DKI Jakarta.

    Kelima, menyangkan adanya sikap oknum DPRD DKI Jakarta yang mendekriditkan SK tersebut tanpa mencari informasi yang lebih obyetif dan berimbang hingga keputusan dan pendapat yang diambil akan merugikan warga MMR.

    Terakhir, keenam, KBAMB berharap masyarakat, Pemerintah DKI Jakarta, DPRD DKI Jakarta dan media masa bisa memberikan pendapat yang obyektif seusia dengan fakta-fakta hukum dan fakta empirik yang terjadi terkait kepengurusan PPPSRS MMR.

    “Jangan sampai masyarakat ataupun pemerintah DKI Jakarta tertipu oleh pencitraan sebagai korban dan penggalangan opini oknum-oknum “nakal” yang selama ini mengatasnamakan para penghuni dan pemilik apartemen,” tegasnya. ***

  • Diduga Ada Penyelewengan Dana di Balik Maju Mundurnya Kenaikan Service Charge Apartemen Taman Rasuna

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE – Kisruh pengelolaan Apartemen Taman Rasuna (ATR), Jakarta Selatan makin memuncak. Pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) ATR yang diketua Naufal Firman Yursak, mantan anggota Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta diduga tidak transparan dalam mengelola dana Iuran Pemeliharaan Lingkungan (IPL) atau service charge.

    Berlarutnya masalah ini, membuat puluhan pemilik/penghuni ATR menggeruduk Kantor Badan Pengelola pada Jumat, 17 Maret 2023. Mereka melampiaskan kekecewaannya, karena hingga sekarang mantan tim sukses Anies Baswaden dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta (2017) belum juga memberikan jawaban memuaskan dan terkesan menghindar.

    Puluhan pemilik/penghuni ATR itu membawa poster bertuliskan “Selamatkan Uang Warga Apartemen Taman Rasuna”. Mereka ingin bertemu dengan Nuafal dan pengurus PPPSRS lainnya, namun orang yang dicari tidak berada di tempat. Bahkan tidak ada satu pun karyawan Badan Pengelola yang menemui mereka.

    BACA JUGA: BP Tapera Genjot Program Pembiayaan Perumahan Untuk PNS Muda

    Aksi tersebut berlangsung tertib yang mengawasan Ketua RW.010 Yossie Indra Pramana, Ketua RT.001 Novandy Subhand, dan Ketua TR.003 Moh Ichsan selaku Ketua RT 003 ATR. Saat aksi itu, tak satu pun karyawan Badan Pengelola berada di kantor pengelola.

    Menurut Firdan Hasli anggota Tim Service Charge (Tim SC), sengkarut ini bermula saat pengurus PPPSRS ingin menaikkan tarif service charge dengan alasan akan terjadi defisit biaya operasional sebesar Rp16 miliar. Namun anehnya, tidak diperlihatkan rincian laporan keuangannya.

    ”Karena itu, banyak warga yang mempertanyakan pengelolaan uang service charge yang mereka bayarkan. Untuk menginvestigasi hal tersebut, maka dalam Rapat Umum Anggota, 4 Februari 2023, diputuskan membentuk Tim SC yang tugasnya untuk membedah Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) 2023, guna memastikan apakah biaya cervice charge perlu dinaikkan atau tidak,” kata Firdan, Minggu, 19 Maret 2023, di ATR, Jakarta Selatan.

    BACA JUGA: Pertahankan Citra Positif, Bank DKI Raih Indonesia Public Relation Awards 2023

    Tim SC, kata Firdan, diberikan waktu minimal 4 kali pertemuan dengan Pengurus PPPSRS dan Badan Pengelola untuk membedah RKAT 2023 tersebut. Sejak hari pertama pertemuan, Tim SC mulai meminta agar disiapkan data-data penunjang yang akan diperlukan untuk memproses pembedahan RKAT tersebut.

    ”Baru pertama kami kita bedah sudah ditemukan ada beberapa dugaan ketidakwajaran mengenai Laporan Keuangan yang perlu kita klarifikasi kepada BP dan Pengurus. Dugaan temuan-temuan yang tidak wajar tersebut kita kumpulkan dan selanjutnya dipertanyakan pada rapat yang kedua,” jelas Firdan.

    Kemudian dalam Rapat Kedua (Jumat, 17 Februari 2023), lanjutnya, Tim SC menemukan banyak temuan diduga penyalahgunaan wewenang antara lain ditemukan beberapa penggunaan dana yang tidak tercantum dalam anggaran yang disepakati pada tahun 2022.

    BACA JUGA: Haji Anwar Hadimi, “Raja” Sport Centre Bumi Banua

    Tim Service Charge dan watrga apartemen Taman Rasuna mengadakan pertemuan bahas dugaan penyelewengan dana service charge oleh pengurus PPPSRS
    ”Ditemukan ada pengeluaran yang khususnya ditujukan untuk kepentingan pribadi-pribadi dari anggota Pengurus. Tim SC mencoba klarifikasi kepada Pengurus maupun BP dan mereka mengakui adanya penggunaan dana tersebut yang belum pernah diajukan dan disetujui di RKAT pada tahun sebelumnya. Mereka menyatakan dalam rapat tersebut bahwa bersedia untuk mengembalikan uang tersebut dan akan mempertanggungjawabkannya,” papar Firdan.

    Setelah Tim SC menelusuri lebih dalam, ungkap Firdan, ternyata ditemukan lagi banyak penyelewengan dana service charge, diantaranya banyak pekerjaan atau pembiayaan yang tidak termasuk di dalam budget yang sudah disepakati.

    Lalu dalam pertemuan ketiga (24 Februari 2023, Tim SC meminta data-data tambahan untuk bisa lebih menyempurnakan pembedahan RKAT 2023 tersebut, tapi pihak BP tidak memberikan sepenuhnya data yang diminta.

    BACA JUGA: BTN Kolaborasi Bersama REI Genjot Pertumbuhan Ekonomi Lewat Sektor Properti

    ”Anehnya, pada saat tibanya jadwal pertemuan keempat, Pihak BP dan Pengurus membatalkan secara sepihak agenda pertemuan tersebut. Kami menduga bahwa alasan dibatalkannya pertemuan tersebut, kemungkinan sebagai salah satu upaya menghindar dari perbedaan dan potensi ditemukannya dugaan penyalahgunaan/penyelewengan lebih lanjut” tandas Firdan.

    Yang lebih membingungkan, pada awal Maret 2023 pengurus mengumumkan melalui WhatsApp Group Warga (ATR Channel), yang intinya service charge tidak jadi dinaikkan tanpa ada penjelasan apapun.

    “Pertanyaan kami selaku warga ATR, RKAT mana yang akan digunakan, acuannya apa, dasar yang mana, semua tidak jelas dan ngambang, sehingga bagaimana warga bisa percaya”, tanya Firdan.

    Tim SC, kata Firdan, berharap pengurus dan Badan Pengelola mau menuntaskan masalah ini dengan mengadakan pertemuan sekali lagi (keempat). Bahkan diharapkan bukan hanya sekedar tidak naik service charge saja, tapi juga diharapkan tidak akan terjadi defisit.

    “Kita berharap tetap ada pertemuan yang keempat untuk membedah RKAT agar tuntas, berapakah nilainya? Karena RKAT itu bukan ditentukan atau disahkan melalui Rapat Tim SC dengan Pengurus, tetapi harus ditentukan di Rapat Umum. Kenapa warga ini sekarang bergerak ke Badan Pengelola? Karena warga ingin bertemu dengan Pengurus, dan mempertanyakan alasan pembatalan sepihak pertemuan keempat dengan Tim SC dan tidak melanjutkan bedah RKAT,” pungkasnya. ***

  • Putusan Pengadilan: Tidak Terbukti Secara Sah Dan Meyakinkan Tudingan Malpraktek Di RS Buah Hati Ciputat

    TANGSEL,KORIDOR.ONLINE–Diungkit lagi seakan adanya malpraktek medis terhadap Ny. Yuliantika,  RS Buah Hati Ciputat angkat bicara.  Malalui kuasanya, RS itu mengungkap fakta hukum dan mengacu hasil putusan hukum atas aduan Yuliantika.

    “Ini perkara lama di tahun 2020, dan telah ada dua putusan hukumnya”, jelas Muhammad Joni mewakili RS Buah Hati Ciputat, Senin (23/01).

    Menurut  Muhammad Joni, kuasa hukum RS Buah Hati Ciputat, “Berdasarkan amar putusan Majelis Pemeriksa dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) terbit amar putusan yang menyatakan bahwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan di muka sidang oleh karena itu tidak ditemukan pelanggaran disiplin profesi kedokteran yang diadukan Yuliantika.

    Muhammad Joni wanti-wanti menegaskan tidak benar info beredar bahwa ada 12 (duabelas) kali suntikan Anestesi Spinal kepada pasien Yuliantika. Putusan MKDKI atas pengaduan Yuliantika sudah bersifat final, dan menurut amar putusan MKDKI tidak terbukti pelanggaran disiplin profesi kedokteran yang dituduhkan kepada dokter teradu di RS Buah Hati Ciputat.

    MKDKI sudah memutuskan tidak ada kesalahan pelanggaran disiplin profesi kedokteran atas pengaduan Yuliantika, perkara mustinya secara hukum sudah final dan selesai.

    Namun, Yuliantika menggugat lagi ke Pengadilan Negeri Tangerang, dan telah ada putusan PN  Tangerang No. 1324/Pdt.G/2021/PN Tng.,  yang menyatakan bahwa “Gugatan penggugat Yuliantika tidak dapat diterima”.

    Berikut pernyataan RS Buah Hati Ciputat Tangerang Selatan yang disampaikan lewat kuasa hukumnya Muhamad Joni  dari Law Office Joni & Tanamas.

    1. Benar Yuliantika pernah menjadi pasien persalinan di RS. Buah Hati Ciputat, pada 18 Februari 2020, dan padanya dilakukan layanan medis dan tindakan sesuai standar operasional dan prosedur.
    2. Tidak benar opini atau informasi sepihak yang beredar menuding telah dilakukan suntikan Anestesi Spinal sebanyak 12 (dua bekas) kali terhadap pasien Yuliantika. Kelirunya aduan pasien itu sudah terungkap dan terbantah di Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang berwenang memeriksa dan memutuskan berdasarkan UU Praktek Kedokteran. Lagi pula tudingan 12 (dua belas) kali suntikan Anestesi Spinal itu musykil dan mustahil terjadi.
    3. Dalam hal keadaan Yuliantika mengaku mengalami kelumpuhan, berdasarkan fakta persidangan bukanlah dikarenakan suntikan Anestesi Spinal. Hal itu merujuk pemeriksaan pada pengadu, teradu, sejumlah saksi dan ahli, dan hasil Putusan Majelis Pemeriksa Disiplin dari MKDKI yang dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum tanggal 24 Agustus 2021.
    4. Atas aduan Yuliantika, telah terbit Amar Putusan MKDKI yang menyatakan bahwa: “…Pasien mengalami kelumpuhan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan di muka sidang  oleh karena itu tidak ditemukan  pelanggaran disiplin profesi kedokteran..”.
    1. Juga, terhadap gugatan Yuliantika kepada dokter dan RS melalui Pengadilan  Negeri Tangerang telah diputuskan yang dalam pokok perkara amar putusan berbunyi: “Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima”.
    1. Dengan kerendahan hati, berkenan kami sampaikan pernyataan manajemen RS Buah Hati Ciputat, bahwa tidak benar opini seakan peristiwa sedemikia itu telah terjadi berkali-kali pada RS Buah Hati Ciputat. Itu tidak benar dan tidak faktual. Namun hanya dan hanya aduan pasien Yuliantika saja.  Lagi pula sama sekali  tidak terbukti pelanggaran disiplin kedokteran, ataupun tuduhan makpraktek medis. Karena hal itu telah terjawab lugas dengan putusan MKDKI atas aduan Yuliantika,  maupun Putusan PN Tangerang No. atas 1324/Pdt.G/2021/PN Tng., atas gugatan Yuliantika, yang kedua putusan tersebut telah bersifat final dan mengikat.
    1. Kiranya kami dengan hormat mohon kearifan kita semua untuk menahan diri dengan tidak menyebarkan informasi yang bukan sebenar-benarnya, dan berbeda dari putusan-putusan hukum. RS Buah Hati Ciputat menghormati putusan hukum yang telah ada.

    RS Buah Hati Ciputat semenjak awal kejadian bertanggungjawab dan aktif memberikan perawatan terbaik bagi pasien Yuliantika ke RS rujukan, dan tetap berempati pada  Yuliantika.

     

  • BP Tapera Tuntaskan Sosialisasi Pemutakhiran Data di 13 Provinsi

    JAKARTA,KORIDOR.ONLINE–Banten menjadi provinsi ke-13 tempat pelaksanaan sosialisasi pemutakhiran data Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) yang dilaksanakan pada hari Selasa (27/9) di Aula Dinas PUPR, Banten. “Banten menjadi provinsi terakhir kami melaksanakan sosialisasi kegiatan pemutakhiran data periode pertama ini. Kami akan melakukan evaluasi dan tidak menutup kemungkinan kegiatan serupa tetap akan berlanjut. Kegiatan ini akan terus dilakukan agar dapat bersentuhan langsung dengan para peserta Tapera di daerah, sehingga dapat memberikan solusi yang nyata agar dapat segera memanfaatkan produk Tapera,” ungkap Deputi Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana Tapera, Ariev Baginda Siregar pada sambutannya.

    Kegiatan yang mengangkat tema,”Sosialisasi Program tapera dan Pemutakhiran Data PNS bersama Pemerintah Daerah Provinsi/Kab/Kota di Banten” selain dihadiri oleh Deputi Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana Tapera, juga turut hadir Asisten Administrasi Umum Sekretariat Daerah Provinsi Banten, Deni Hermawan dan  Kepala Badan Kepegawaian Daerah pemerintah Provinsi Banten, Nana Supiana.

     Sosialisasi yang dilaksanakan di Provinsi Banten ini memberikan penjelasan terkait dengan pentingnya pemutakhiran data Tapera dan layanan yang saat ini dapat dimanfaatkan oleh para Peserta Tapera berupa pembiayaan perumahan bagi Peserta yang telah memenuhi persyaratan untuk memiliki rumah pertama, dan hanya diberikan 1 (satu) kali selama masa kepesertaan. Meliputi pembiayaan pemilikan rumah (KPR), pembangunan rumah (KBR), dan perbaikan rumah (KRR).

    Sebagai upaya melaksanakan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, saat ini telah dilakukan pengalihan peserta serta dana Taperum PNS pada akhir Desember 2021 kepada BP Tapera, sebanyak 5,04 juta (PNS) yang terdiri dari 1,02 juta PNS pensiun dan 4,02 juta PNS aktif serta dana sebesar Rp11,8 Triliun. Selain itu, pengembalian tabungan peserta pensiun Tapera, sampai dengan bulan Agustus 2022 telah disalurkan kepada yang berhak sebanyak 77.775 peserta senilai Rp296,94 Miliar.

    Berdasarkan data yang ada, Peserta Tapera di Provinsi Banten, tercatat sebanyak 75.151 Peserta (PNS) aktif. Berdasarkan updating data yang telah dilakukan, 4.738 peserta memilih pengelolaan dana dengan Prinsip Konvensional dan 719 peserta memilih pengelolaan dana dengan Prinsip Syariah.

    Pemerintah Provinsi Banten selaku Pemberi Kerja telah menyelesaikan pemutakhiran data kepada 61.030 Peserta (84,59%) melalui portal sitara.tapera.go.id. Namun perlu diketahui bersama, bahwa pemutakhiran data Peserta selain dilakukan oleh Pemberi Kerja, para peserta tetap perlu melakukan pemutakhiran data yang bersifat pribadi dan confidential yang hanya bisa diakses dan diisi oleh masing-masing Peserta.

    Pemutakhiran data penting bagi Peserta untuk mengetahui dan memastikan informasi data Peserta, status kepesertaan (aktif/nonaktif), besaran setoran dan saldo Simpanan, pilihan prinsip pengelolaan dana (konvensional/syariah) serta rekening pengembalian Simpanan pada saat pensiun.

    “Kami memberikan apresiasi kepada 16.398 (22,73%) Peserta di Provinsi Banten yang telah melakukan pemutakhiran data melalui portal sitara.tapera.go.id sejak pertengahan 2021. Namun masih ada sebanyak 55.753 peserta (77,27%) di Provinsi Banten yang belum melakukan pemutakhiran data secara individu. Oleh karena itu, segera lah lakukan pemutakhiran data. Agar Bapak Ibu semua bisa memanfaatkannya bagi yang berpenghasilan tidak melebihi Rp8 juta,” ujar Ariev Baginda Siregar menghimbau.

     Ditegaskan Ariev Baginda Siregar, “Konsentrasi kepada Kebutuhan BUKAN keinginan. Sehingga rumah sebagai kebutuhan dasar harus diutamakan,”

    Dalam kesempatan yang sama Asisten Administrasi Umum Sekretariat Daerah Provinsi Banten, Deni Hermawan menyampaikan Banten terdiri dari 8 Kabupaten/Kota dan khusus Banten, terdiri dari Sembilan Ribuan PNS. “Kami berharap informasi yang diperoleh hari ini dapat dimanfaatkan dan ditularkan kepada PNS lain yang tidak hadir pada hari ini. Menjadi penting untuk memenuhi kebutuhan dasar terutama urusan papan di awal,” ujarnya mengajak.

    Dalam penyaluran dana Tapera,  hingga akhir September 2022 ini, Provinsi Banten sendiri telah merealisasikan akad KPR Tapera sebanyak 28 unit rumah senilai Rp4,07 Miliar yang tersebar di sembilan Kabupaten dan Kota. Sedangkan secara nasional, total realisasi pembiayaan perumahan Tapera telah mencapai 2.866 unit rumah, atau senilai Rp414,31 Miliar. Sedangkan untuk pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) per 26 September 2022 telah tersalurkan sebanyak 145.701 unit senilai Rp16,19 triliun.

     Raih Peluang Gelegar Rejeki Tapera Periode ke-2, Oktober Mendatang

     Bagi yang belum beruntung mendapatkan Gelegar Rejeki Tapera periode pertama yang diundi di bulan Juli lalu, maka masih berpeluang untuk meraihnya Oktober mendatang. Periode ke-2 ini akan mengundi peserta yang telah melakukan pemutakhiran data bulan Juli hingga September 2022. Dalam periode ini peserta akan berpeluang untuk mendapatkan hadiah reguler 7 unit Samsung Tab dan 20 unit handphone Samsung A03.

    Sedangkan periode ke-3 nantinya akan  mengundi peserta yang melakukan pemutakhiran data di bulan Oktober hingga Desember akan diundi pada Januari 2023 dan bagi pemenang berhak mendapatkan Grand Prize 1 unit Mitsubhisi All New Xpandeer GLS MT.

    Menurut Deputi Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana Tapera, Ariev Baginda Siregar Gelegar Rejeki Tapera hanya sebuah wadah disiapkan untuk memberika apresiasi kepada peserta Tapera yang telah melakukan pemutakhiran data. Namun, pemutakhiran data itu dapat menentukan pilihan prinsip pengelolaan dana konvensional atau syariah, dapat melihat saldo tabungan dimanapun dan kapanpun, mengajukan minat pembiayaan rumah pertama (KPR/KBR/KRR) dan menentukan bank pencairan tabungan ketika nanti pensiun atau berakhir masa kepesertaan.

     

Back to top button