Hukum

  • Soal Aturan Minimal Luas Tanah dan Bangunan, Ini Jawaban Kementerian PKP

    JAKARTA,KORIDOR.ONLINE – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, merespons adanya pro dan kontra terkait draft Peraturan Menteri PKP tentang batasan luas lahan dan lantai rumah umum tapak. Ia menyatakan bahwa dinamika tersebut adalah hal yang wajar dalam proses penyusunan regulasi.

    “Pro kontra itu biasa. Sekarang masih dalam tahap pengumpulan masukan. Yang penting tujuannya baik, yakni agar semakin banyak masyarakat mendapat manfaat,” ujar Maruarar saat bertemu sejumlah Ketua Umum Asosiasi Pengembang di Bandung, Senin (2/6/2025).

    Menteri menegaskan keterbukaan Kementerian terhadap kritik dan saran dari berbagai pihak. Menurutnya, hal ini akan membuat proses penyusunan aturan menjadi lebih transparan dan akuntabel.

    “Saya sangat terbuka terhadap kritik. Justru lebih baik kalau dikritik di awal, agar hasilnya lebih matang dan nyaman dijalankan,” tambahnya.

    Maruarar menjelaskan bahwa rancangan peraturan ini bertujuan untuk mendorong pembangunan rumah subsidi di kawasan perkotaan dengan lahan terbatas. Ia optimistis, dengan adanya aturan ini, para pengembang akan terpacu menciptakan desain rumah yang lebih kreatif dan sesuai kebutuhan konsumen.

    “Nantinya masyarakat punya lebih banyak pilihan rumah subsidi di kota. Ini juga tantangan positif bagi pengembang agar tidak menjual gambar saja, tapi membangun dulu rumahnya sebelum ditawarkan,” jelasnya.

    Ia juga menyampaikan arahan dari Presiden Prabowo Subianto agar Kementerian PKP melindungi konsumen dari pengembang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, regulasi ini disusun agar semua pihak memiliki dasar hukum yang adil dan kuat.

    “Tujuan saya jelas, supaya makin banyak masyarakat yang bisa merasakan manfaatnya. Saya yakin, aturan ini tidak merugikan konsumen karena mereka tetap punya pilihan,” ujarnya.

    Maruarar menambahkan bahwa rumah subsidi dengan lahan terbatas tetap bisa dibangun secara vertikal atau bertingkat, selama desainnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi perkotaan.

    “Banyak pembeli rumah subsidi itu adalah pasangan muda atau individu. Tanah makin mahal, jadi harus ada solusi desain yang inovatif. Jangan sampai kita kalah dari masalah. Saya akan tampilkan desain-desain baru yang lebih baik,” kata Menteri.

    Ke depan, setelah aturan rumah subsidi (FLPP) selesai, Kementerian PKP juga akan menyiapkan regulasi untuk rumah komersil yang mencakup aspek lahan, pembiayaan, desain, ukuran, dan harga.

    “DPR juga mendorong implementasi hunian berimbang segera dijalankan oleh para pengembang,” imbuhnya.

    Pertemuan tersebut turut dihadiri Ketua Umum REI Joko Suranto, Ketua Umum Himperra Ari Tri Priyono, Ketua Umum Apersi Junaidi Abdullah, Ketua Umum Asprumnas, Ketua Umum Apernas Jaya, serta Komisioner BP Tapera.

    Sementara itu, Ketua Umum REI Joko Suranto mengingatkan pentingnya penyesuaian dengan standar SNI dalam penyusunan aturan ini. “Kami harap peraturan ini sejalan dengan SNI yang berlaku,” ujarnya.

  • Stakeholder Perumahan Bahas Perumusan Aset Negara Dukung Program Perumahan 3 Juta Rumah

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE – Sebagai tindak lanjut dari perumusan kebijakan di sektor perumahan, BP Tapera bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) serta para pemangku kepentingan menggelar rapat pembahasan pada Selasa (27/5) di Kementerian Keuangan. Agenda utama rapat adalah pemaparan aset negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan Bank Tanah sebagai potensi lahan untuk pembangunan perumahan subsidi.

    Rapat dihadiri oleh Menteri PKP Maruarar Sirait, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjowiharjo, pejabat dari Kemendagri dan Kementerian Keuangan, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho, perwakilan Bank Tanah, bank penyalur FLPP, asosiasi pengembang, serta perusahaan properti.

    Menteri Maruarar menegaskan bahwa ekspose aset ini merupakan peluang besar bagi pengembang untuk memperluas pilihan lahan. Ia menyampaikan bahwa pembahasan akan dilanjutkan pada minggu kedua, khusus untuk aset yang berada di bawah BUMN.

    “Kami ingin program 3 juta rumah benar-benar menjadi karpet merah bagi rakyat,” ujarnya.

    Ia juga menekankan bahwa kebijakan pemerintah tidak boleh menjadi penghambat.

    “Jika ada kendala, sampaikan kepada kami. Selama niatnya baik untuk rakyat, kami siap membantu,” lanjutnya.

    Wamen BUMN Kartika menyatakan bahwa pihaknya telah mengidentifikasi aset BUMN di kawasan urban maupun TOD dan siap menindaklanjuti pembahasan lanjutan.

    Dukungan juga disampaikan oleh Irjen Kemendagri Sang Made Mahendra Jaya yang menjamin pengawasan implementasi kebijakan hingga ke daerah.

    Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengingatkan pentingnya dukungan semua pihak untuk merealisasikan target 350 ribu unit rumah, khususnya dari bank-bank BUMN sebagai penyalur utama dana FLPP. Ia berharap kebijakan yang dirumuskan mampu memperkuat komitmen dan kinerja bank penyalur.

    Menutup rapat, Dirjen Kekayaan Negara Rional Silaban menyatakan pentingnya akurasi dalam penyerapan target unit rumah dan menyambut kesiapan bank BUMN dalam mendukung program nasional 3 juta rumah.

  • Terkait Proses Hukum Fasilitas Kredit kepada PT Sritex, Begini Sikap Bank DKI

    KORIDOR.ONLINE, JAKARTA — Menyusul pernyataan resmi dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengenai proses hukum yang sedang berjalan atas pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (PT Sritex) pada tahun 2020, Management Bank DKI menyampaikan sejumlah pernyataan sebagai bentuk komitmen terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas di sektor jasa keuangan.

    Dalam Siaran Persnya, yang diterima Redaksi, Kamis, 22 Mei 2024, Bank DKI menyatakan menghormati dan mendukung sepenuhnya proses hukum yang tengah berlangsung. Sebagai bagian dari penegakan hukum dan perwujudan tata kelola yang baik, Bank DKI berkomitmen untuk bekerja sama secara penuh dengan Aparat Penegak Hukum, termasuk dalam hal penyediaan data dan informasi yang diperlukan guna memastikan kelancaran serta objektivitas proses penyidikan.

    “Bank DKI senantiasa menjunjung tinggi prinsip Good Corporate Governance (GCG), integritas, dan kepatuhan terhadap regulasi. Kami terus melakukan evaluasi serta penguatan sistem pengendalian internal untuk meminimalkan risiko dan menjaga kepercayaan seluruh pemangku kepentingan,” ujar perwakilan manajemen Bank DKI dalam pernyataan resminya.

    BACA JUGA: Sistem Berangsur Pulih, Layanan Transfer Antar Bank Real Time Online (RTOL) Melalui JakOne Mobile Kembali Dapat Digunakan

    Bank DKI menegaskan bahwa seluruh layanan dan kegiatan operasional perseroan tetap berjalan normal dan tidak terdampak oleh proses hukum ini. Dana nasabah tetap aman, dan seluruh layanan perbankan tetap tersedia sebagaimana mestinya. Pelayanan kepada masyarakat dan mitra usaha tetap menjadi prioritas utama perseroan.

    Sebagai bagian dari komitmen terhadap transformasi kelembagaan yang berkelanjutan, Bank DKI terus memperkuat manajemen risiko yang prudent serta tata kelola yang solid guna mendukung pertumbuhan usaha yang sehat dan berkelanjutan.

    Bank DKI mengajak seluruh pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan menyerahkan penanganan perkara ini sepenuhnya kepada otoritas yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. ***

  • Kementerian PKP Siapkan Skenario Strategi Untuk Capai Program 3 Juta Rumah

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE- Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tengah mematangkan penyusunan peta jalan (road map) Program Tiga Juta Rumah. Dengan alokasi APBN yang terbatas, Kementerian PKP tengah menyiapkan sejumlah skenario untuk dapat mencapai target Program Tiga Juta Rumah untuk rakyat.

    Menteri PKP Maruarar Sirait mengatakan, sekenario yang disiapkan tersebut merupakan rencana kerja yang nantinya akan disampaikan dalam rapat bersama DPR RI.

    “Selanjutnya kita agendakan bertemu dengan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia) untuk memperjelas target kerja yang harus dicapai Kementerian PKP beserta rencananya,” kata Menteri PKP Maruarar Sirait.

    Dalam rapat kali ini, Jumat (17/1/2024), Kementerian PKP juga mengundang sejumlah perwakilan asosiasi pengembang sebagai bagian dari ekosistem perumahan untuk menyiapkan skenario Program Tiga Juta Rumah.

    Skenario yang disiapkan Kementerian PKP di antaranya dengan memanfaatkan anggaran APBN Tahun 2025 yang telah ditetapkan serta mendorong ekosistem perumahan dalam pembangunan perumahan bagi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Skenario lainnya adalah dengan realokasi APBN dan dukungan ekosistem perumahan. Skenario terakhir adalah dengan tambahan APBN-P dan dukungan ekosistem perumahan

  • Pemerintah Janji Tindak Tegas Penyelewengan Program BSPS

    IKN, KORIDOR.ONLINE– Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Perumahan siap memastikan pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang disalurkan kepada masyarakat tepat sasaran dan bebas dari pungutan dari pihak manapun. Kementerian PUPR juga meminta masyarakat dan pihak manapun segera melaporkan apabila ditemukan adanya pelanggaran prosedur atau penyelewengan bantuan perumahan pro rakyat tersebut.

    “Kami minta jangan main – main dalam penyaluran Program BSPS untuk masyarakat yang membutuhkan bantuan perumahan ini. Kami siap tindak tegas siapapun yang melanggar prosedur atau penyelewengan dalam penyaluran bantuan pemerintah ini,” ujar Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto di Ibu Kota Nusantara, Jum’at (27/9/2024).

    Menurut Iwan, Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) ini adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas rumah masyarakat yang tidak layak huni. Dengan adanya rumah yang layak huni diharapkan masyarakat khususnya mereka yang berpenghasilan rendah bisa lebih sejahtera dan hidup sehat bersama keluarganya.

    Kementerian PUPR, imbuh Iwan, juga meminta masyarakat atau siapa saja yang menemukan adanya penyelewengan bantuan BSPS untuk melaporkan melalui kanal pengaduan yang disediakan pemerintah seperti Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) Lapor. Dalam penyaluran bantuan, Kementerian PUPR juga menerjunkan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) Program BSPS untuk mendampingi kelompok masyarakat dalam membangun rumah sesuai dengan syarat rumah sehat.

    Sebagai informasi, kanal pengaduan SP4N Lapor adalah sebuah platform nasional yang memfasilitasi pengaduan dan aspirasi masyarakat terkait pelayanan publik. Platform ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong partisipasi publik dalam pengawasan dan peningkatan kualitas pelayanan publik di seluruh daerah.

    “Kami siap menindaklanjuti apabila ada pengaduan masyarakat terkait program perumahan. Hal ini juga menjadi salah satu upaya mitigasi kami dalam manajemen risiko Program BSPS,” tandasnya

    Lebih lanjut, Iwan menambahkan, dalam Program BSPS Kementerian PUPR menyalurkan dana stimulan senilai Rp 20 juta untuk pembelian bahan bangunan Rp 17,5 juta dan upah tukang Rp 2,5 juta. Masyarakat penerima bantuan juga harus memiliki keswadayaan maupun semangat untuk memperbaiki rumahnya dan menentukan toko bangunan yang ditunjuk untuk menyediakan bahan material bangunan yang diperlukan dalam proses pembangunan.

    “Kami menegaskan bahwa Program BSPS ini tidak ada pungutan biaya oleh pihak nanapun. Jadi jangan percaya apabila ada pihak-pihak yang melakukan tekanan ataupun menjanjikan sesuatu misalnya komisi jika ingin mendapatkan Program BSPS,” tandasnya.

  • Pemilik Rusun Dan Apartemen Tegas Menolak IPL Kena PPN

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE— Para penghuni dan pemilik rumah susun (rusun) dan apartemen se-Jabodetabek menolak keras rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)  pada Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL). Meski sudah melayangkan protes kepada Direktur Jenderal Pajak, namun tak kunjung mendapat tanggapan. Padahal Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) sudah melakukan berbagai upaya guna menyampaikan keresahan para penghuni rusun.

    “Jika masalah ini belum juga mendapat perhatian dari pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pajak, PPPSRS yang merupakan warga rumah susun/apartemen akan melakukan demostrasi di depan Kantor Direktur Jenderal Pajak, Jl. Gatot Subroto, Jakarta,” tegas Adjit Lauhatta, Ketua Umum DPP P3RSI, pada awak media di acara Press Conference P3RSI, bertajuk: PPPSRS Bersatu Tolak IPL Rumah Susun/Apartemen Kena PPN!”, di Jakarta, Selasa, 24/9.

    Press Conference P3RSI, bertajuk: PPPSRS Bersatu Tolak IPL Rumah Susun/Apartemen Kena PPN!”, di Jakarta, Selasa, 24/9

    Sebelumnya menurut penuturan Adjit,  dalam Talk Show P3RSI akhir Juli lalu, pihaknya meminta pemerintah melalui Tunjung Nugroho, narasumber yang mewakili Dirjen Pajak, agar IPL rumah susun/apartemen tidak dikenakan PPN. Saat itu, Tunjung pun berjanji akan mengajak P3RSI berdialog untuk bahas hal ini. Namun surat Permohonan Audensi yang terkirim sejak tanggal 30 Agustus 2024, hingga kini belum direspon Kantor Dirjen Pajak.

    Alih-alih berdialog dahulu dengan pemangku kepentingan utama (pemilik dan penghuni rumah susun), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Barat malah sudah melayangkan surat Sosialisasi Pengelola Apartemen kepada seluruh rumah susun di Jakarta Barat, yang ujung-ujung “memaksa” pengenaan PPN atas IPL yang menurun “urunan” warga rumah susuh untuk membiayai pengelolan dan perawatan apartemen.

    “Selain karena Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) merupakan badan nirlaba yang kegiatannya  bidang sosial kemasyarakatan yang setara RT/RW, juga karena banyak kondisi apartemen yang mengalami defisit biaya pengelolaan,” kata Adjit

    Adjit mengatakan, pemerintah tak sepantasnya membeban pajak yang dapat menyusahkan, bahkan menyengsarakan rakyatnya. Seperti yang dialami pemilik dan penghuni rumah susun yang akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen atas “biaya urunan” Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL).

    Defisit anggaran pengelolaan ini, lanjut Adjit, juga diperbesar oleh adanya tunggakan IPL pemilik/penghuni yang jumlahnya cukup besar. Hampir dipastikan semua apartemen di Indonesia mengalami tunggakan pembayaran IPL yang ada mencapai miliaran rupiah. Tak sedikit warga, terutama rumah susun menengah bawah (subsidi) yang ekonominya sedang tidak baik-baik saja, malah merasa berat bayar IPL. Apalagi ditambah beban PPN 11 persen, pasti hal ini akan makin memberatkan.

    “Keluhan ini sudah kami sampaikan di Dirjen Pajak saat acara Talk Show, namun tidak ada kepedulian dari pemerintah. Sikap P3RSI yang beranggotakan  54  PPPSRS dengan puluhan ribu pemilik dan penghuni tegas menolak IPL Rumah Susun/Apartemen Kena Pajak!,” tegasnya.

    Kalau pemerintah tetap memaksakan, kata Adjit, P3RSI akan turun ke jalan berdemonstrasi dengan ribuan anggota (PPPSRS) se-Jabodetabek, dan mengajak semua pemilik dan penghuni rumah susun/apartemen se-Indonesia, tolak kebijakan yang tidak kreatif ini.

    Ketua PPPSRS Kalibata City Musdalifah Pangka menegaskan, PPPSRS merupakan perwakilan warga sebagai pemilik unit apartemen yang ditunjuk untuk merawat apartemen, agar terpelihara dengan baik.

    Atas dasar tersebut, kata Musdalifah, PPPSRS membentuk badan pengelola untuk menjalankan operasional dari iuran yang ditagihkan ke warga tanpa cari keuntungan. Ia mencontohkan, di Kalibata City, badan pengelola dibentuk oleh PPPSRS sendiri, bukan menunjuk badan hukum profesional. Sehingga bisa diibaratkan, badan pengelola adalah unit kerja dari PPPSRS itu sendiri.

    Menurut Musdalifah, jika merujuk pada SE (Surat Edaran) Dirjen Pajak No. SE – 01/PJ.33/1998, Tentang Perlakuan Perpajakan Bagi Perhimpunan Penghuni Dari Rumah Susun Yang “Strata Title”. Jelas pada point 5 disebutkan:

    Pengelolaan rumah susun yang dilakukan oleh Perhimpunan Penghuni atau Badan Pengelola yang dibentuk oleh Perhimpunan Penghuni yang merupakan unit di bawah Perhimpunan Penghuni sebagaimana pada butir 2.e. pada dasarnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh Perhimpunan Penghuni. Oleh karena kegiatan Perhimpunan Penghuni diserasikan dengan kegiatan RT/RW yang bergerak di bidang kemasyarakatan, maka atas jasa pengelolaan tersebut termasuk dalam pengertian jasa di bidang pelayanan sosial yang tidak terutang PPN.

    “Dari penjelasan tersebut cukup jelas bahwa kegiatan yg dilakukan PPPSRS adalah kegiatan dalam bidang kemasyarakatan, yaitu mengelola apartemen ini agar dapat terpelihara dengan dengan baik tanpa mencari keuntungan sedikitpun,” ujar Musdalifah.

    Dalam menjalankan pelayanan pengelolaan, imbuhnya, PPPSRS Kalibata City menjalin kerja sama dengan berbagai pihak,  dimana setiap mengadaan barang dan jasa itu telah dibebankan PPN, sehingga apabila IPL yang diterima dari warga juga dibebankan PPN, maka itu artinya telah memberikan kontribusi pajak sebanyak 2 kali.

    Makanya, lanjutnya,  sangat aneh jika iuran yang warga urunan membiayai pengelolaan dan perawatan gedung (IPL) itu dikenakan PPN. Karena itu, pengurus PPPSRS dan warga apartemen Kalibata City Menolak Keras, jika pemerintah tetap memaksakan IPL kenakan PPN, dan berjanji akan memperjuangkan keadilan untuk warganya.

    “Pemerintah harus ingat bahwa belasan tower di Kalibata City itu adalah rusun subsidi, dimana banyak pemilik dan penghuninya yang keuangannya pas-pasan. Kami akan kerahkan ribuan warga turun jalan (demonstrasi) protes, jika kebijakan yang menyusahkan warga kami tetap dipaksakan,” kata Musdalifah dengan tegas.

    Sementara itu, Ketua PPPSRS Thamrin Residences Bernadeth Kartika menyatakan, jika mengacu pada aturan yang ada, dana urunan warga (IPL) tidak sepantas dikenakan pajak. Sebab berdasarkan pasal 1, ayat (1) PP MenKum & HAM No. 6 tahun 2014, disebutkan PPPSRS adalah badan hukum yang merupakan kumpulan orang yang didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan & tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, dan tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya.

    “PPPSRS adalah perkumpulan yang berbentuk badan hukum yang tidak mencari keuntungan, dikarenakan meskipun ada dana yang dihimpun dari para anggota, namun dana terkumpul tersebut dipergunakan untuk membayar jasa para vendor outsoursing yang memberikan jasa pemeliharaan atas bagian bersama, benda bersama, tanah bersama dan penghunian,” kata Bernadeth, kepada wartawan.

    Bernadeth menjelaskan, dana yang dihimpun berupa IPL itu digunakan untuk membayar biaya listrik, air area publik, pemeliharaan gedung, biaya administrasi, gaji karyawan, jasa kebersihan, jasa keamanan, jasa receptionis dan lain-lain.

    Dimana terhadap jasa-jasa tersebut sudah terutang PPN pada saat pembayaran sebagian atau seluruhnya atas penyerahannya jasa atau pada saat diterbitkannya faktur atau tagihan atas jasa- jasa tersebut. Sehingga jika IPL-nya juga dikenakan PPN, maka beban pajaknya dikenakan dua kali.

    Ketua PPPSRS Royal Mediterania Garden Yohanes mengatakan, Pengenaan PPN atas IPL tidak tepat jika dikenakan. Pasalnya, IPL itu adanya iuran atau urunan bersama warga. Kemudian dana tersebut akan dibayarkan kepada vendor yang berkerja di lingkungan apartement sehingga operasional apartemen berjalan.

    “IPL bukan objek PPN, karena pada prinsipnya PPN dikenakan atas pertambahan nilai atas transaksi. Sementara IPL adalah pengumpulan dana dari warga lingkungan yang disetor kepada kasir/akun bank yang mengatasnamakan PPPSRS yang anggotanya terdiri dari seluruh warga lingkungan rumah susun. Jika pemilik menyetor dana IPL kepada rekening bersama milik penghuni, apakah atas penyetoran tersebut merupakan penyerahan terhutang PPN? Jika KPP mencari sumber baru untuk setoran negara, sebaiknya dipertimbangkan lagi atas pengenaan PPN atas IPL, karena tidak tepat,” gugat Yohanes.

    Yohanes menjelaskan, banyaknya tantangan dalam pengelolaan keuangan di rumah susun/apartemen, salah satunya, warga selalu protes dan menentang kenaikan IPL, sehingga tarif IPL stagnan. Sementara biaya operasional meningkat setiap tahunnya. Ditambah lagi kondisi apartemen yang sudah lama (umur diatas 10 tahun), dimana kondisi bangunan dan fasilitas umum perlu peremajaan yang memerlukan biaya yang banyak.

    “Jadi kalau pemerintah ingin bebankan PPN pada IPL sebaiknya dikaji lagi lebih dalam. Jangan sampai buat keresahan dan ketidaknyamanan tinggal di rumah susun/apartemen karena penurunan kualitas pengelolaan. Carilah sumber pendapatan pajak lain yang memang jelas-jelas mendapat nilai tambah dari transaksi barang dan jasa,” pungkasnya.

    Dana IPL Tak Mencukupi

    Ketua PPPSRS Mediterania Boulevard Residences Kian Tanto juga menyatakan keberatannya dan menolak jika pemerintah, dalam hal ini Dirjen Pajak  “memaksakan” dana urunan (IPL) untuk pengelolaan dan perawatan benda bersama, tanah bersama, dan bagian bersama dibebankan PPN.

    Kian mengaku, betapa sulitnya memenuhi kebutuhan operasional pengelolaan dan perawatan gedung apartemen Mediterania Boulevard Residences. Dimana dana IPL-nya tidak mencukupi untuk biaya operasional, sehingga pengurus harus mencari pendapatan lain-lain. Seperti menyewakan ruang-ruang bagian bersama, benda bersama, space-space area komerial, BTS, ATM  dan lain sebagainya.

    Kian mengatakan, karena dana tarikan IPL tak mencukupi, sehingga untuk operasional dan perbaikan gedung yang biasanya menggunakan dana sink fund, mereka sampai patungan dengan pemilik dan penghuni.

    “Kami hampir tak punya dana cadangan (sink fund) yang mencukupi, sehingga ketika harus dilakukan pengecatan gedung atau perbaikan-perbaikan yang butuh biaya besar, maka biaya harus dibagi rata dengan pemilik dan penghuni apartemen,” jelas Kian.

    Kian pun mengeluhkan, dalam beberapa tahun ini PPPSRS mengalami kesulitan mencukupi  biaya operasional pengelolaan apartemennya. Apalagi sejak pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi global. Banyak pemilik dan penghuni alami kesulitan ekonomi, sehingga tidak sedikit yang menunggak kewajiban bayar IPL.

    “Kami tak dapat bayangkan kalau pemerintah menambah beban pemilik dan penghuni apartemen. Jika IPL dibebankan PPN, hampir dipastikan pengelolaan dan perawatan gedung terancam, dan akan lebih menyulitkan pemilik dan penghuni. Di apartemen kami hanya sekitar 70 persen penghuni yang tertib membayar IPL,” ungkap Kian.

    Sedangkan sekitar 30 persen, lanjutnya, sering nunggak karena alasan ekonomi. Pemilik dan penghuni yang memiliki tunggakan IPL ini sangat sulit untuk ditagih. Hal ini tentu menghambat operasional gedung. Dampaknya, dalam 3 tahun ini, PPPSRS terpaksa melakukan pengurangan karyawan karena defisit keuangan pada pengelolaan.

    Karena itu, dia himbau pemerintah sebelum membebankan PPN kepada IPL, sebaiknya melihat dulu kondisi lapangannya. Kasihan rakyat  yang saat ini kondisi ekonominya banyak yang tidak baik-baik saja. Sehingga kalau IPL ini dibebankan PPN lagi, maka kesulitan warga rumah susun makin bertambah.

  • Apa itu IPL Apartemen, Dasar Hukum, dan Bagaimana Cara Menghitungnya?

    KORIDOR.ONLINE – Iuran Pengelolaan Lingkungan atau IPL apartemen merupakan salah satu biaya yang harus dibayar oleh penghuni apartemen secara rutin.

    Sesuai namanya, IPL apartemen adalah biaya maintenance atau biaya perawatan yang dipungut oleh manajemen apartemen setiap bulannya.

    Iuran ini nantinya akan dialokasikan untuk berbagai kebutuhan pemeliharaan dan perawatan di lingkungan apartemen.

    Nah, bagi kamu yang berencana tinggal di hunian vertikal, sangat penting untuk mengetahui seluk-beluk dari biaya IPL.

    Iuran ini bersifat wajib, bahkan ketentuan pengenaannya sudah tertulis dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

    BACA JUGA: Wujudkan Kinerja Berkelanjutan, Q2 2024 Kredit UMKM Bank DKI Tumbuh 22,78%

    Agar tidak keliru, simak seluk-beluk mengenai IPL apartemen di bawah ini.

    Dasar Hukum IPL Apartemen

    Landasan hukum mengenai kewajiban membayar IPL apartemen diatur dalam sejumlah perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah (PP).

    Misalnya dalam Pasal 57 Undang-Undang (UU) No.20/2011 tentang Rumah Susun atau Pasal 78 PP No.13/2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun.

    Dari kedua beleid tersebut disebutkan bahwa pengelola apartemen punya kewenangan untuk menarik biaya IPL sebagai iuran pengelolaan hunian vertikal atau rumah susun.

    Iuran tersebut dibebankan kepada pemilik atau penghuni dengan mempertimbangkan biaya operasional, pemeliharaan, dan perawatan.

    Sanksi Tidak Membayar IPL Apartemen

    Mangkir dari kewajiban membayar biaya IPL akan dikenakan sanksi administratif, seperti tidak diperkenankan memakai fasilitas dan layanan yang ada di apartemen.

    Kebijakan terkait sanksi sendiri merupakan hak prerogatif manajemen apartemen. Namun, jenis sanksi yang diberikan biasanya akan tercantum dalam surat perjanjian yang dibuat oleh manajemen dan penghuni apartemen.

    Karena itu, penghuni seharusnya sudah mengetahui konsekuensi yang akan diterima jika mangkir dalam kewajiban membayar IPL apartemen.

    BACA JUGA: Rilis Kawasan Destinasi Kuliner Terbesar di Ciputat, Pengembang Gandeng Restoran Kampung Kecil

    IPL Termasuk Apa Saja?

    Ada sejumlah komponen yang masuk dalam perhitungan IPL apartemen.

    Berbagai komponen ini biasanya berhubungan dengan fasilitas dan servis yang diberikan pengelola kepada para penghuni.

    Apa saja? Berikut uraiannya.

    1. Biaya Utilitas

    Komponen utilitas adalah biaya yang meliputi pengelolaan dan perawatan jaringan instalasi seperti listrik, air, dan gas.

    Selain itu, aktivitas perawatan atau penggantian peralatan apartemen juga termasuk dalam perhitungan biaya utilitas.

    1. Service Charge

    Service charge digunakan untuk keperluan operasional seperti penyediaan fasilitas kebersihan dan keamanan.

    Pemenuhan gaji karyawan dan kebutuhan operasional pengelolaan apartemen juga diambil dari biaya servis ini.

    1. Sinking Fund

    Sinking fund dialokasikan sebagai dana cadangan. Artinya bila mana ada fasilitas apartemen yang mengalami kerusakan dan harus segera diperbaiki, maka biaya perbaikannya diambil dari dana ini.

    BACA JUGA: Ceruk Pasar Besar, Penerapan ESG di Industri Properti Menjadi Keharusan

    Berapa Biaya IPL Apartemen?

    Seperti yang telah disebutkan, besaran IPL ditetapkan oleh pengelola apartemen atau Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS).

    Penetapan besaran iuran pun tidak diambil secara sepihak, melainkan telah melalui proses pembicaraan dan kesepakatan dengan para penghuni.

    Perhitungan iuran ini biasanya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti fasilitas, karakteristik dan usia gedung, serta jumlah unit yang tersedia.

    Selain itu, aspek lain yang menjadi pertimbangan adalah rencana pengeluaran setahun dan potensi pemasukan di luar IPL.

    Apa saja potensi pemasukan di luar IPL? Misalnya biaya sewa ruang mesin ATM, sewa pemasangan iklan, kerja sama bisnis, dan sebagainya

    Setelah disepakati, nantinya besaran iuran tersebut akan tercantum dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).

    Cara Menghitung IPL Apartemen

    Adapun cara menentukan besaran iuran IPL disesuaikan dengan luas unit apartemen yang dimiliki oleh penghuni.

    Karena itu, semakin luas unit apartemen yang dimiliki, maka semakin besar pula iuran pemeliharaan yang harus dibayarkan.

    Rumus penghitungannya adalah sebagai berikut:

    IPL apartemen x luas unit apartemen.

    Misalnya kamu memiliki unit apartemen seluas 30 meter persegi, lalu biaya IPL yang dikenakan adalah Rp20 ribu per m2.

    Maka, besaran IPL yang harus kamu bayar setiap bulannya adalah Rp600 ribu. Besaran biaya IPL bersifat fluktuatif, artinya bisa mengalami kenaikan atau penurunan.

    Naik-turunnya jumlah iuran dipengaruhi sejumlah faktor, seperti kondisi fisik bangungan, lokasi yang tidak lagi strategis, atau ketersediaan dan fungsi fasilitas apartemen. ***

     

  • Praktisi Hukum: Kredibilitas Pengurus PPPSRS Penting Dalam Pengelolaan Rusun

    KORIDOR.ONLINE, JAKARTA – Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, pembangunan high-rise  building terutama rumah susun hunian (apartemen) sangat bergairah. Beberapa pengembang rumah susun seperti Summarccon, Sinar Mas, Agung Sedayu Group dan Agung Podomoro Group cukup masif kembangkan apartemen segmen menengah hingga high end.

    Namun di balik hingar-bingar “kemewahan” pembangunan apartemen oleh pelaku pembangunan tersebut, ternyata telah menanti berbagai persoalan setelah gedung rumah susun itu dihuni. Hal ini sulit dihindari karena banyak manusia dengan berbagai latar belakang suku, agama dan Ras (SARA), serta adat istiadat bertemu tinggal dalam suatu lingkungan gedung.

    Menurut praktisi hukum properti Rizal Siregar, persoalan hunian rumah susun tidak hanya sebatas antar penghuni, tetapi juga tak jarang perselisihan itu antara penghuni dengan pelaku pembangunan, atau penghuni dengan pengurus PPPSRS (Perhimpunan Penghuni dan Pemilik Satuan Rumah Susun)/badan pengelola.

    BACA JUGA: BTN Jakarta International Marathon 2024 Sukses Digelar

    Sebagai negara hukum, ungkapnya, selayaknya jika terjadi perselisihan, para pihak yang bersengketa seharusnya merujuk kepada aturan-aturan (regulasi) yang mengatur tentang rumah susun. Kalau semua sepakat taat pada aturan (hukum), maka tidak ada masalah yang tak ada jalan keluarnya.

    ”Akan tetapi justru di situlah episentrum masalahnya. Regulasi mengenai rumah susun di Indonesia (UndangUndang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun) yang seharusnya memberikan koridor dan rambu-rambu terhadap permasalahan rumah susun, ternyata belum mampu berperan sesuai harapan,” kata Rizal.

    Rizal mengatakan, undang-Undang ini bukannya memberikan rujukan pasti, malah seakan turut lebih memperbesar konflik sebab pasal-pasalnya dapat dimultitafsirkan dan tidak mudah diaplikasikan di “kehidupan nyata” rumah susun.

    Hingga tidak heran kalau undang-undang ini masih saja diperdebatkan baik di forum-forum seminar, diskusi, pernyataan di berbagai media massa. Bukan hanya oleh pelaku pembangunan, pengurus PPPSRS, badan pengelola, penghuni/pemilik, bahkan eksekutif bingung ketika hendak menjabarkan undang-undang hasil inisiatif legislatif (DPR) ini ke peraturan pemerintah tentang rumah rusun.

    BACA JUGA: Pengamat Perkotaan: Koridor Barat Adalah Real Jakarta Masa Depan

    ”Masalah yang kompleks di rumah susun terutama dalam hal pengelolaan tidak dapat memformulasikan solusi dari perbedaan kepentingan masing-masing stakeholder rumah susun, sehingga persoalannya tambah rumit.

    PPPSRS

    Rizal menjelaskan, salah satu masalah pelik dihadapi adalah PPPSRS yang fungsinya untuk mengelola Tanah Bersama, Bagian Bersama dan Benda Bersama dalam strata title tersebut. Tanah/Bagian/Benda Bersama yang dikelola ini nilai miliaran rupiah rawan disalahgunakan. Karena itu, kredibilitas pengurus PPPSRS menjadi hal penting dalam mengoperasionalkan pengelolaan rumah susun.

    Pengurus PPPSRS sepatutnya paham betul tentang aspek-aspek pengelolaan, regulasi-regulasi yang mengatur rumah susun, dan yang terpenting punya niat baik untuk memajukan rumah susun, serta punya komitmen kuat untuk menciptakan harmonisasi di lingkungan rumah susun. Untuk itu pengurus PPPSRS harus bersinergi dengan semua pemangku kepentingan (penghuni/pemilik, badan pengelola, pelaku pembangunan, dinas perumahan, dan lain sebagainya).

    ”Misalnya saja, bahwa bukan suatu hal yang patut diperdebatkan apakah pelaku pembangunan boleh atau tidak menjadi pengurus PPPSRS? Karena jawabnya boleh. Sebab sama seperti pemilik rusun, pelaku pembangunan yang masih memiliki unit yang belum terjual juga memiliki hak menjadi pengurus PPPSRS. Toh tidak ada jaminan jika semua pengurus itu murni adalah pemilik rumah susun akan menjadikan pengelolaannya lebih baik,” tegasnya.

    BACA JUGA: Majalah Swa Beri Penghargaan Bank DKI Sebagai Indonesia Best Living Legend Company 2024

    Lebih jauh Rizal berpendapat, idealnya pengurus PPPSRS itu campuran dari penghuni/pemilik dan pelaku pembangunan yang masih memilik unit. Sebab pelaku pembangunan yang lebih paham mengenai struktur dan konstruksi gedung rumah susun. Mengenai pelaku pembangunan mengintervensi dan mengambil keuntungan tak perlu dikhawatiran karena ada laporan dan audit keuangan yang dipertanggungjawaban dalam RUTA (Rapat Umum Tahunan) setiap tahunnya.

    Hal-hal tersebut di atas sepatutnya dapat diakomodir oleh setiap regulasi tentang rumah susun yang ada di Indonesia. Kerjasama yang saling sinergis dan saling melengkapi antara masing-masing komponen adalah kalimat kunci dalam menciptakan harmonisasi dan kenyamanan tinggal di rumah susun yang merupakan tujuan utama dari semua stakeholder rumah susun. Sehingga kita berharap, dengan adanya persepsi dan sudut pandang yang sama, maka tidak ada lagi masalah yang tak dapat diselesaikan. ***

  • P3RSI Ingatkan PPPSRS dan Pengelola Apartemen Lebih Tegas Tegakkan Aturan Larangan Sewa Harian

    KORIDOR.ONLINE, JAKARTA – Sewa unit apartemen secara harian seperti layaknya hotel sebetulnya banyak mudaratnya, jika dilihat dari kepentingan bersama para pemilik dan penghuni apartemen. Pasalnya, sewaan harian unit apartemen itu banyak disalahgunakan baik tindak asusila dan kriminal.

    Setidaknya, sejumlah peristiwa tindak pidana berulang kali terjadi di apartemen di beberapa apartemen yang sering diberitakan oleh media massa. Mulai dari prostitusi anak, dijadikan tempat bisnis esek-esek peredaran narkoba, hingga kasus mutilasi.

    Sebagian besar pengelola apartemen, dalam hal ini pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) tidak memperbolehkan para pemilik menyewakan unti apartemennya secara harian. Meski aturan tersebut sudah tegaskan dalam house rule apartemen tersebut, namun pelanggaran (sewa harian) tetap saja marak terjadi.

    BACA JUGA: Pengembang Perumahan Mulia Gading Kencana Bagikan Sembako Ke Masyarakat

    Sejumlah upaya untuk menangani persoalan tersebut dilakukan pengurus PPPSRS, bahkan ada yang menggandeng pihak kepolisian (Polsek setempat) untuk membuat larangan “staycation” harian ini lebih ditaati oleh para pemiliknya yang kebanyakan adalah investor.

    Menurut Sekretaris Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) Nyoman Sumayasa, upaya melarang penyewaan untuk apartemen secara harian di mana menjadi celah untuk melakukan tindak pidana sudah sering disosialisasikan pengurus PPPSRS dan badan pengelola.

    Sewa harian ini memang masih mengudang kontroversi, namun kami akan dicarikan pola yang tepat, berapa lama minimal apartemen disewa dari sisi kemudahan untuk pengendalian keamanannya. Untuk itu, kata Nyoman, pengurus PPPSRS dan badan pengelola harusnya lebih tegas lagi tegakkan aturan larangan sewa harian unit apartemen.

    ”Menurut aturan minimal sewa itu 3 bulan dan setiap penyewa harus melaporkan data huniannya ke badan pengelola. Hal ini dilakukan agar pengelola tahu unit-unit mana saja yang disewakan hingga jika terjadi hal-hal yang tidak inginkan pengelola bisa cepat ambil tindakan,” kata Nyoman, beberapa waktu lalu, di Jakarta.

    BACA JUGA: Sasar Emerging Affluent,BTN Luncurkan BTN Prospera

    Untuk mencegah unit apartemen disalahgunakan, Nyoman mengatakan, beberapa anggotanya bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk memantau unit-unit yang dicurigai. Dengan demikian, polisi bisa segera bertindak apabila menemukan penghuni atau tamu yang mencurigakan.

    ”Namun, polisi tidak bisa sendirian untuk mencegah prostitusi dan peredaran narkoba di apartemen. Butuh kerjasama menyeluruh dengan pihak manajemen, sekuriti, para pedagang di ruko, hingga seluruh penghuni apartemen,” jelasnya.

    Nyoman menghimbau warga atau penguni apartemen yang mengetahui atau menjadi korban kejahatan untuk bisa melapor ke badan pengelola atau ke Polsek setempat. Sebab dengan kerja sama yang baik antara semua stakeholder, maka penyalahgunaan unit apartemen bisa di minimalisir.

    Nyoman juga menegaskan, hal terpenting adalah mensosialisasikan larangan sewa harian kepada para pemilik unit harus rutin dilakukan. Bahwa unit apartemen hanya boleh disewakan minimal dengan jangka waktu tiga bulan. Sosialisasi dilaksanakan secara langsung atau dengan media yang ada seperti spanduk, flyer, mading dan sebagainya.

    BACA JUGA: Tancap Gas, Citra Swarna Group Realisasikan Target Pendapatan Rp1,1 Triliun

    Meski begitu, tetap saja ada pemilik atau agen properti yang melanggar. Pihak manajemen mengakui memang sulit untuk mengawasi pelaksanaan larangan sewa harian ini. Sebab, penyewaan unit apartemen secara harian itu dilakukan langsung oleh pemilik unit. ***

  • WOW! 77,6 Persen Warga Setuju Terhadap Hasil Rapat Pembentukan Panmus Kalibata City

    JAKARTA. KORIDOR.ONLINE  – Rapat Pembentukan Panitia Musyawarah (Panmus) untuk persiapan pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) Umum dan Komersial Kalibata City yang dilaksanakan Sabtu, 28 Oktober 2023, secara demokratis berhasil memilih 7 orang pemilik unit apartemen Kalibata City sebagai anggota Panmus.

    Mereka adanya Muhammad Mada (Ketua ), Mulyana (Sekretaris), Evi Tristanti Silaban (Bendahara), dan Denny MP, Firdinandus, Teguh Budi S., dan Nita Indriani masing masing sebagai Anggota Panmus yang dipilih oleh warga Kalibata City.

    Hasil pemilihan melalui voting (pemungutan suara) tersebut disambut antusias oleh warga Kalibata City yang tergambar dari hasil yang termuat dalam website PollingKita.com. Dalam polling yang dibuat pada, 31 Oktober 2023, pukul 12:55 WIB, hingga saat dipantau Jumat pagi telah ikuti 1.294 orang.

    BACA JUGA: Vista Land Group Gelar HABERNAS 11.11, Momen Tepat Beli Rumah

    Dalam polling tersebut ditanyakan “Setuju apa Tidak setuju hasil pembentukan PANMUS KALCIT 28 OKTOBER 2023?” Hasilnya, sebanyak 77,6 persen atau 1.004 orang menyatakan SETUJU. Sementara hanya 22,4 persen atau 290 orang yang menyatakan TIDAK SETUJU.

    Berbagai komentar dukungan pun diutarakan dalam kolom komentar di website tersebut. Misalnya saja, Taufik Sri menyatakan, ” Sy sangat setuju dengan hasil pembentukan PANMUS dikalibata city semoga kedepannya lebih maju dan sukses selalu.”.

    Lalu ada lagi Poetoe Ina Meilya dengan antusias menulis, ”Saya sangat setuju dengan hasil Pembentukan PANMUS tgl 28 okt 2023 yang amat fair dan aman. Semoga Tim PANMUS semangat terus dalam melancarkan Proses sampai dengan Pemilihan Ketua P3SRS dan maju terus Kalibata City menjadi Hunian yg aman, nyaman utk penghuninya.MAJU TERUS TIM PANMUS..”

    BACA JUGA: BTN Sambut Positif Stimulus Bebas PPN Properti

    Ada juga Keisha Rahman yang berkomentar sedikit menohok, ”Saya sangat setuju, karna panmus ini semua sudah TEPAT. dan adil, biarkan pihak yang licik tidak menguasai ini,” katanya tanpa menyebut siapa pihak licik yang dimaksud.

    Hasil polling ini pun, disambut gembira dan antusias oleh Ketua Panmus Kalibata City, Muhammad Mada. Mada bersyukur bahwa sebagian besar masyarakat rapat pembentuk kemarin berlangsung sudah sesuai aturan yang berlaku.

    ”Ternyata rapat yang difasilitasi pelaku pembangunan mendapat apresiasi sangat besar. Semua persiapan rapat hingga pelaksanaannya dilakukan transparan dan selalu dikoordinasikan dengan Dinas Perumahan DKI Jakarta,” kata Mada, di Kalibata City, Jumat, 3 Oktober 2023.

    Kegiatan Rapat Panmus turut dihadiri sejumlah instansi terkait, seperti Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta dan Sudin PRKP Jakarta Selatan.

    Sumber PollingKita.com

    Sebagai Ketua Panmus, Mada berjanji akan berusaha menjalankan amanah ini sebaik-baiknya, agar tidak ada warga yang merasa dirugikan. Dia meyakini pembentukan PPPSRS ini akan menjadi sejarah bagi Kalibata City dan tentu akan menciptakan Apartemen Kalibata City menjadi lebih baik, harmonis, indah, dan lebih nyaman lagi.

    ”Kalau pun ada pihak yang belum puas dengan hasilnya, kami merasa itu suatu kewajaran. Sebab dalam pemilihan dalam tingkat apa pun, mulai tingkat RT, RW, Bupati, hingga presiden pasti ada pihak yang tidak puas,” kata Mada yang juga sedang menjabat Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Nurullah Kalibata City.

    Mada pun memperingatkan, kepada pihak-pihak yang tidak puas, bahwa asal mereka tidak melakukan hal-hal destruktif (merugikan) dan tetap bermain dalam koridor demokrasi, itu tidak masalah. Tapi kalau sudah menghalalkan secara cara, Mada berjanji akan bertindak tegas sesuai aturan yang berlaku.

    BACA JUGA: Gaet Pekerja Mandiri, BP Tapera Perkenalkan Program Tabungan Rumah Tapera

    ”Kita yang mengikuti rapat pembentukan kemarin semuanya adalah pemilik dan mayoritas (77,7 persen) menyatakan puas dengan hasilnya.  Jadi jangan ada pihak yang mengklim bahwa hanya mereka yang pemilik atau warga Kalibata City,” pungkas Mada. ***

Back to top button