Aktual

  • Perizinan, Masalah Paling Pelik di Industri Properti

    JAKARTA, KORIDOR – Peliknya perizinan perumahan sudah berlangsung lama di Indonesia. Waktu pengurusan izin yang tidak dapat diprediksi bertautan erat dengan biaya perizinan yang akhirnya menjadi sangat mahal. Sektor properti nasional pun harus menanggung biaya produksi yang tinggi.

    Sebenarnya berbagai kebijakan pemerintah pusat sudah memberikan kemudahan perizinan bagi pembangunan rumah khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tetapi di bawah justru terhadang arogansi pemerintah daerah.

    Padahal, semua orang tahu bahwa semakin banyak tahapan perizinan yang dilalui, maka semakin mahal pula biaya yang harus pengembang keluarkan. Itu yang resmi saja, belum terhitung lagi pungutan liar (pungli) yang kerap harus diladeni dalam mengurus perizinan.

    Wakil Ketua Umum Koordinator DPP Realestat Indonesia (REI) Bidang Tata Ruang dan Properti Ramah Lingkungan, Hari Ganie mengakui panjangnya rantai birokrasi, lamanya proses pengurusan izin, hingga besarnya biaya yang harus dikeluarkan sangat membebani pengembang. Dampaknya tentu akhirnya dirasakan juga oleh konsumen, karena harga rumah menjadi lebih mahal akibat tingginya biaya perizinan.

    “Memang keluhan utama yang datang dari teman-teman anggota REI di daerah adalah perizinan. Dan itu tidak ada habis-habisnya,” ujar Hari dalam sebuah diskusi, baru-baru ini.

    REI menyesalkan masih banyak pemerintah daerah yang enggan mematuhi perintah pusat. Padahal sudah jelas pemerintah pusat memberikan banyak sekali kemudahan antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Sebelumnya juga sudah diteken Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan.

    Kedua regulasi itu salah satunya memerintahkan pemangkasan izin dalam pembangunan rumah subsidi untuk MBR dari 33 jenis menjadi 11 jenis, pengurangan waktu pengurusan perizinan dari yang sebelumnya bisa hampir dua tahun menjadi 1,5 bulan saja, serta mempersingkat penerbitan IMB induk dan pemecahan IMB dari 30 hari menjadi tiga hari kerja.

    Tak sampai disitu, untuk mempermudah koordinasi di daerah dalam pelaksanaan kedua peraturan tadi, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga menerbitkan surat edaran kepada pemerintah daerah pada 27 Februari 2017 terkait penyederhanaan perizinan pembangunan perumahan MBR. Antara lain imbauan supaya ada penggabungan perizinan dan percepatan perizinan.

    Beberapa contohnya yaitu mempersingkat Surat Pelepasan Hak (SPH) atas Tanah dari Pemilih Tanah pihak pengembang dari 15 hari menjadi 3 hari kerja. Selain itu, percepatan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Induk dan pemecahan IMB dari 30 hari menjadi 3 hari kerja.

    Alih-alih semakin mudah, justru proses perizinan semakin berbelit dan sulit. Banyak sekali peraturan daerah yang sepertinya bertentangan dengan aturan pusat.

    Zulfi Syarif Koto, Ketua The HUD Institute, sebuah lembaga think tank di bidang perumahan dan perkotaan, berujar sulit berharap banyak aturan pemerintah pusat dalam kemudahan perizinan perumahan itu efektif di daerah.

    “Selama ini yang terlihat apa pun kebijakan pemerintah pusat di bidang perumahan seperti tidak digubris (di daerah),” ujar Zulfi.

    Dia mengaku tidak bisa terlalu berharap banyak dari peraturan yang sudah ada karena selain tidak diikuti sanksi, percepatan perizinan ini sulit dijalankan karena di dalam PP 64 tahun 2016 masih banyak sekali pasal-pasal yang kontradiktif. Oleh karena itu, pasal-pasal kontradiktif tadi harus terlebih dahulu direvisi.

    Dia menyebutkan bahwa menurut pasal 23 PP No 64 tahun 2016 diamanatkan pembentukan tim percepatan koordinasi di tingkat pusat. Namun hingga kini belum dilakukan, sehingga mengganggu koordinasi dan monitoring di daerah.

    “Tim percepatan harus dibentuk dulu oleh pemerintah. Tim inilah yang nanti akan membahas pasal-pasal yang bermasalah tadi. Kalau yang kontradiktif tadi belum dituntaskan, saya kira sampai kapan pun sulit terealisasi percepatan dan kemudahan perizinan rumah untuk MBR,” ungkap Zulfi.

    Jadi Jebakan

    Pakar Hukum Properti, Erwin Kallo menyebutkan sulitnya mengurus perizinan pada akhirnya membuka ruang tindakan pengembang properti menyuap birokrat pemerintah. Fakta itu dilakukan untuk mempercepat waktu untuk mengurus perizinan.

    “Saya kira tidak ada proyek properti di Indonesia yang tidak pakai cara suap atau pungli. Karena memang rentang perizinannya itu terlalu banyak dan terlalu panjang,” ungkap Erwin.

    Dia menambahkan, pengembang properti berada pada posisi sulit dalam menjalankan bisnis dan memenuhi harapan konsumen di Indonesia untuk memperoleh rumah yang terjangkau akibat aksi “raja-raja kecil” tersebut.

    “Suap itu bukan berarti ada masalah. Tidak ada masalah pun harus suap. Di Indonesia ini benar pun pakai ongkos. Bayar itu untuk apa? Untuk percepatan, karena bisnis itu masalah waktu,” tegas Erwin.

    Logikanya, penundaan suatu proyek akibat perizinan terlambat keluar akan menimbulkan biaya cukup besar.

     

     

     

  • Menteri Basuki Resmikan 10 Proyek Sekaligus di Dharmasraya Sumbar

    KORIDOR, JAKARTA– Pandemi Covid-19 tidak membuat pelaksanaan pembangunan dan peresmian proyek infrastruktur dan perumahan yang dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terhambat. Kementerian PUPR pun kini mulai melaksanakan pengawasan pembangunan serta melakukan peresmian proyek pembangunan yang telah selesai melalui pemanfaatan teknologi melalui aplikasi zoom.

    Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono meresmikan sejumlah proyek infrastruktur dan perumahan di Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat secara virtual melalui aplikasi zoom di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Senin (21/9/2020). Setidaknya ada 10 hasil pembangunan yang dibangun Kementerian PUPR di Kabupaten Dharmasraya mulai dari pembangunan jembatan, jalan, instalasi penglolahan air minum serta rumah susun, rumah khusus serta bedah rumah masyarakat senilai Rp 227 Milyar yang diresmikan.

    Turut hadir dalam peresmian tersebut, Dirjen Perumahan Khalawi Abdul Hamid dan Pejabat Kementerian PUPR, Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan, Kepala SNVT Penyediaan Perumahan Provinsi Sumatera Barat Syamsul Bahri, Forkopimda, Ketua dan anggota DPRD, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemekaran, alim ulama, bundo kanduang dan tokoh pemuda, Pejabat Eselon II, III, IV dan staf di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Dharmasraya.

    Prosesi peresmian proyek-proyek Kementerian PUPR dilaksanakan di dua tempat yang berbeda. Bupati Dharmasraya beserta jajarannya berada di panggung yang ada di  Jembatan Rangka Baja Pulai yang ada di Kabupaten Dharmasraya, sedangkan  Menteri PUPR melakukan peresmian secara simbolis dan virtual dari Gedung Utama Kantor Kementerian PUPR di Jakarta.

    “Pembangunan infrastruktur tidak hanya dibangun di pusat-pusat kegiatan ekonomi atau perkotaan saja tetapi dibangun hingga ke plosok kawasan pedesaan. Hal ini juga menjadi amanah Presiden Joko Widodo untuk membangun infrastruktur untuk masyarakat Indonesia,” ujar Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.

    Menteri PUPR menerangkan, pada tahun 2019 lalu Kementerian PUPR telah menyelesaikan pembangunan yang penting untuk masyarakat di Kabupaten Dharmasraya berupa jembatan, pelebaran jalan, embung, pengendalian banjir, air minum, sanitasi, rumah susun, rumah swadaya dan rumah khusus.

    Beberapa proyek infrastruktur dan perumahan yang diresmikan tersebut antara lain Jembatan Cable Stayed Sungai Dareh sepanjang 200 meter senilai Rp 87,8 Milyar, Jembatan Rangka Baja Pulai sepanjang 200 meter senilai Rp 35,6 M, Pelebaran Jalan Nasional (Segmen Pulau Punjung dan Koto Baru sepanjang 1.500 meter senilai Rp 25 M, Embung Padang Roco SIluluk dan Sungai Duo  senilai Rp 15 M, Pengaman Tebing Sungai Batang Piruko Koto Baru senilai 3,2 M, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di di Jorong Koto Harjo, Jorong Jaya Mulya dan Jorong Sungai Kalang I senilai Rp 1,56 M.

    Termasuk Rusunawa

    Selanjutnya adalah hasil pembangunan perumahan yang masuk dalam Program Sejuta Rumah antara lain Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Sungai Rumbai sebanyak satu tower senilai Rp 16,38 M, Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) untuk 1.505 unit rumah tidak layak huni senilai Rp 26, 33 Milyar dan 52 unit Rumah Khusus Sitiung senilai 6,19 M.

    “Rusunawa untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) Kabupaten Dharmasraya, 52 unit Rumah Khusus Nelayan Kabupaten Dharmasraya dan 1.505 unit Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) merupakan wujud nyata komitmen pemerintah untuk memberikan tempat tinggal atau hunian yang layak bagi masyarakat. Selain itu juga untuk mendukung pengembangan pembangunan dan ekonomi di Kabupaten Dharmasraya,” katanya.

    Rusunawa MBR Kabupaten Dharmasraya mulai dibangun pada bulan Agustus 2019 dan selesai di bulan Maret 2020. Pembangunan Rusun yang terletak di Desa Sungai Rumbai, Kecamatan Sungai Rumbai ini menelan biaya Rp 16,38 Milyar yang berasal dari APBN TA 2019. Rusunawa MBR tersebut dibangun sebanyak satu tower dan memiliki ketinggian tiga lantai serta unit hunian sebanyak 42 unit kamar tipe 36. Bangunan vertikal tersebut dapat menampung sekitar 168 orang.

    Sedangkan Rumah Khusus Nelayan MBR Kabupaten Dharmasraya mulai dibangun pada bulan November 2018 dan selesai di bulan Desember 2019. Rumah Khusus Nelayan ini terletak di Nagari Sitiung, Kecamatan Sitiung dengan menelan biaya Rp 6,19 Milyar. Rusus ini dibangun 52 unit rumah denfan tipe 28 Couple.

    Selanjutnya, untuk Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya MBR Kabupaten Dharmasraya tahun 2019 dan 2020 mendapatkan sebanyak 1.505 unit rumah bantuan. Dengan rincian, tahun 2019 sebanyak 1.005 unit dan tahun 2020 sebanyak 500 unit dan menelan biaya pembangunan senilai Rp 16,35 Milyar.

    Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan menerangkan, pihaknya sangat berterimakasih atas bantuan pembangunan infrastruktur dan perumahan yang dibangun Kementerian PUPR di daerahnya. Menurutnya, adanya proyek Kementerian PUPR secara tidak langsung akan mendorong kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah.

    “Kami siap mendukung pembangunan infrastruktur agar Kabupaten Dharmasraya bisa bersaing dengan daerah lain di Indonesia. Adanya pembangunan infrastruktur yang telah selesai ini akan kami manfaatkan untuk masyarakat,” harapnya. (*)

  • Pengembangan Fasilitas Magnet Pembeli Harvest City

    TRANSYOGI, KORINDO – Dalam dua bulan terakhir ini, pasar properti khususnya di subsektor hunian (rumah tapak) segmen menengah sudah menunjukkan tanda-tanda membaik. Sebagian end-user dan investor memanfaatkan “momentum” pandemi ini dengan bertransaksi properti.

    Di saat para pengembang berikan banyak promo, dan kemudahan  cara bayar sudah pasti  konsumen akan cuan (untung) di kemudian hari. Hal ini berimbas pada peningkatan sales para pengembang.

    Kenaikan penjualan rumah dan ruko ini di dua bulan belakangan ini dialami perumahan skala kota Harvest City, Transyogi yang pada Juli dan Agustus 2020 perjualannya naik hingga 70 persen dibanding bulan-bulan sebelumnya.  Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan strategi marketing dan promosi lewat media online dan media sosial yang intens.

    “Ketika vaksin Covid-19 diketemukan, kami  optimis pasar properti bisa recovery lebih cepat. Sebab potensi market perumahan di Indonesia itu sangat besar. Data statistik kami menunjukkan pembeli Harvest City adalah kaum milenial usia 25 – 30 tahunan, yang membutuhkan rumah harga di bawah Rp400 jutaan. Segmen ini masih sangat besar,” ungkap Hendry Nurhalim Chief Executive Officer (CEO) Harvest City, di Transyogi, Cibubur, Selasa (25/09).

    Karena itu, lanjut Hendry, pihaknya optimis Harvest City  dapat mencapai target penjualan tahun ini. Pencapaian marketing sales kami per 31 Agustus sudah mencapai 60 persen.  Untuk menarik orang tinggal di sini, maka di tahun ini Harvest City akan melanjutkan penambahan beberapa fasilitas komersial. Sebelum (tahun lalu) telah beroperasi KFC, Narma Toserba, dan Roti Bakar 88, Indomaret Point, Foodcourt Eat & Treat serta Pos Polisi.

    Dilirik PT

    Menurut Hendry, selain “momentum” Covid-19 dan promo spektakuler yang di tawarkan, kunci meningkatkan penjualan Harvest City tak terlepas dari makin lengkapnya fasilitas umum (fasum), fasilitas sosial (fasos), dan fasilitas komersial (faskom) yang ada di Harvest City.

    “Berdasarkan survei internal kami, orang mau tinggal di sini itu karena melihat setiap tahun ada penambahan fasilitas. Karena itu, sejak awal dikembangkan Harvest City sudah konsep terhadap pengembangan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup warganya,” jelas Hendry.

    Beberapa fasilitas komersial dan pendidikan yang tahun ini akan dibangun adalah: SPBU Pertamina, supermarket bahan bangunan BJ Home, kampus LP3I, dan Holland Bakery (sudah operasi). Tidak hanya itu, rencananya akan ada lagi Perguruan Tinggi (PT) terkemuka dan rumah sakit, serta apotik besar yang sudah menyatakan minatnya masuk di Harvest City.

    “Kita sedang melakukan penjajakan dan negosiasi, kemungkinan besar akan deal.  Mereka tertarik mengembangkan di Transyogi karena memang belum ada PT yang representatif di kawasan ini. Karena itu, kami berharap pengembangan fasilitas pendidikan ini akan mengangkat nilai investasi properti di Harvest City,” kata Hendry.

    Kampus-kampus ini, kata Hendry, akan menempati lahan di distrik khusus pendidikan (Education Center), dimana sekarang sudah ada Sekolah Ibnu Sina dan Sekolah Santo Yosep. Beberapa fasilitas yang sudah ada antara lain: restaurant Saung Apung, Sirkuit Gokart, Agro Wisata, Water Joy, Festival Oriental, Hobbit Hill, Bus JR (Jabotabek Residence) Connexion, dan wahana 3D trick eye.

    Saat ini Harvest City merilis Promo Spesial Bulan Pelanggan yang memberikan  diskon DP hingga 50%, cicilan mulai dari 3 juta, dan  bebas biaya-biaya, serta  ada promo tambahan khusus bulan September 2020, yaitu  bunga KPR 4,75% FIX 2 tahun, Sertifikat Hak Milik (SHM), lucky DIP, dan cashback jutaan rupiah. Ada pula promi Semarak Rumah Siap Huni di Cluster Quince Blossom yang diskon hingga ratusan juta rupiah.

    Produk unggulan yang sedang “naik daun adalah klaster Sweet Hortensia dengan harga mulai Rp400 jutaan. Klaster favorit ini dikembangkan di atas lahan seluas 5,1 hektare dengan desain produk untuk kelas menengah dengan tipe unit mulai dari Sanvitalia hingga Solandra yang berukuran  30/66 m2 dan 36/72 m2.

    Penulis: Reza Gantara

  • DPR dan Pemerintah Kembali Bahas Soal Bank Tanah Dalam RUU CiptaKerja

    JAKARTA,KORIDOR—Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah, Rabu,16/9 kembali membahas tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.  Kali ini yang menjadi pokok bahasan adalah mengenai daftar inventaris masalah (DIM) nomor 6594 sampai 6618, terkait pembentukan Badan Bank Tanah.

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Himawan Arief Sugoto dalam kesempatan itu menjelaskan bahwa pembentukan Bank Tanah dilakukan dalam rangka mengelola dan mengatur tanah di Indonesia yang mana ada kekosongan hukum dalam rangka mengendalikan dan mengelola pertanahan di Indonesia.

    “Mengingat tanah sangat bermanfaat dan sangat strategis dan kita harus menjaga bagaimana pemerintah dapat menjalankan tugasnya land manager,” ujarnya.

    Himawan menambahkan, saat ini Kementerian ATR/BPN baru berperan sebagai regulator dan administrator. Dari sisi pengelolaan manajemen tanah di dalam konteksnya sebagai land manager, Kementerian ATR/BPN tidak memiliki tugas dan fungsi seperti Bank Tanah.

    “Padahal kalau kita lihat kebutuhan terhadap pembangunan, kebutuhan terhadap keadilan pertanahan, kebutuhan terhadap dalam menunjang pertumbuhan ekonomi menyebabkan investasi yang lebih kompetitif dan juga mempercepat proses pengadaan tanah yang mungkin tidak harus bergantung pada APBN,” kata dia.

    Menurutnya, tekanan terhadap pengadaan tanah adalah permudahan terhadap anggaran belanja negara yang begitu besar. Padahal, pemerintah bisa mengelola tanah tanah yang ada di Tanah Air dengan konsep pengelolaan land banking yang sudah diterapkan di banyak negara.

    “Karena konstruksi hukum tanah kita dalam pemahaman UU pokok agraria sebenarnya juga ada pada pasal-pasal dimana pemerintah disebut adalah untuk menguasai negara, wajib untuk melakukan penyediaan tanah dan peran penguasa tanah,” ucapnya.

    Untuk itu maka pada RUU Cipta Kerja kita berinisiatif membentuk sebuah badan yang melaksanakan tugasnya mengelola tanah, menghimpun tanah, mendistribusikan tanah kembali untuk kepentingan umum, sosial, pembangunan, pemerataan ekonomi, konsolidasi tanah dan reforma agraria yang terkendali,” sambungnya.

    Oleh karena itu, Himawan menyebut untuk mengkolaborasi seluruh hal tersebut, maka diperlukan sebuah badan yang bersifat nirlaba, akuntabel, transparan namun memiliki fungsi yang bisa baik sosial, publik dan private, yaitu Bank Tanah.

    Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Landreform dan Hak Masyarakat atas Tanah Andi Tenrisau menambahkan, tujuan pembentukan bank tanah diatur dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Pada Pasal 124 dalam RUU ini disebutkan bahwa badan bank tanah menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan, pemerataan ekonomi, konsoolidasi lahan, dan reforma agraria.

    “Jadi kekhawatiran dikuasai oleh oknum tertentu itu tidak ada. Sebab, pengaturan sudah ditentukan sedemikian rupa,” ujar Andi.

    Beberapa waktu yang lalu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil sempat menjelaskan, pemerintah pusat kerap kesulitan menyediakan tanah untuk investor. Sebab, pengadaan lahan masih terbatas untuk kepentingan umum yang tidak berorientasi pada penciptaan lapangan kerja.

    Selama ini, pemerintah harus melakukan pembebasan tanah terlebih dulu untuk kemudian diberikan kepada investor. Padahal, butuh waktu bertahun-tahun untuk membebaskan lahan. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja kerap terkendala pada pengadaan tanah.

    Karena itu, pemerintah menilai perlu ada badan khusus yang mengelola bank tanah. Dengan begitu, investor diharapkan bisa segera mendapatkan tanah saat diperlukan. Selain itu, pemerintah dapat memberikan tanah sebagai insentif untuk investor.

  • Lagi, BI Pertahanan Suku Bunga Acuan

    JAKARTA,KORIDOR—Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia atau BI pada 16-17 September 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 4,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,75%.

    “Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, di tengah inflasi yang diprakirakan tetap rendah. Untuk mendorong pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19, Bank Indonesia menekankan pada jalur kuantitas melalui penyediaan likuiditas, termasuk dukungan Bank Indonesia kepada Pemerintah dalam mempercepat realisasi APBN tahun 2020,” kata Onny Widjanarko, Direktur Eksekutif, di Jakarta, Kamis.

    Di samping keputusan tersebut, BI menempuh pula langkah-langkah sebagai berikut:

    • Melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar;
    • Memperkuat strategi operasi moneter guna meningkatkan transmisi stance kebijakan moneter yang ditempuh;
    • Memperpanjang periode ketentuan insentif pelonggaran GWM Rupiah sebesar 50bps bagi bank yang menyalurkan kredit UMKM dan ekspor impor serta kredit non UMKM sektor-sektor prioritas yang ditetapkan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional, dari 31 Desember 2020 menjadi sampai dengan 30 Juni 2021;.
    • Mendorong pengembangan instrumen pasar uang untuk mendukung pembiayaan korporasi dan UMKM sejalan dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional;
    • Melanjutkan perluasan akseptasi QRIS dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi dan pengembangan UMKM melalui perpanjangan kebijakan Merchant Discount Rate (MDR) sebesar 0% untuk Usaha Mikro (UMI) dari 30 September 2020 menjadi sampai dengan 31 Desember 2020.

    “BI akan terus menempuh langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan dalam mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional dengan mencermati dinamika perekonomian dan pasar keuangan global serta penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap prospek perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu. Koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional,” pungkasnya.

     

     

  • Perbaiki 5.000 RTLH di Gorontalo, PUPR Alokasikan Rp 87,5 Miliar

    KORIDOR, GORONTALO–Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Pelaksanaa Penyediaan Perumahan (BP2P) Sulawesi 1 dalam melaksanakan program padat karya perumahan swadaya menyerahkan secara simbolis Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).

    “Program BSPS ini adalah upaya pemerintah membantu masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Kami ingin meningkatkan kualitas rumah masyarakat agar lebih layak huni,” ujar Menteri PUPR Basuki Hadimuljono beberapa waktu lalu.

    Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Sulawesi I, Hujurat menjelaskan, untuk memperbaiki rumah yang tidak layak huni, Kementerian PUPR mengalokasikan anggaran Rp 17,5 juta per unit rumah kepada masyarakat. Dana tersebut terdiri dari Rp 15 juta untuk bahan bangunan dan Rp 2,5 juta untuk upah tukang. Sedangkan untuk kegiatan pembangunan baru adalah Rp. 35 juta yang terdiri dari Rp 30 juta untuk bahan bangunan dan Rp 5 juta untuk upah tukang.

    “Dalam penyaluran dana  BSPS ini tidak adanya pungutan biaya sama sekali. Jadi masyarakat bisa berswadaya dalam membangun rumahnya,” ujarnya saat meninjau rumah yang sudah mendapat bantuan bedah rumah dari Kementerian PUPR sekaligus memasang peneng BSPS di Desa Bandungan, Kecamatan Bulango Utara, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo beberapa waktu lalu.

    Pihaknya juga terus mendorong Program Padat Karya di tengah pandemi Covid – 19 melalui Program Bedah Rumah.

    Sebagai informasi, penyaluran dana Program BSPS di Gorontalo terbagi menjadi dua. Pertama, program BSPS Reguler Peningkatan Kualitas di Provinsi Gorontalo pada tahun 2020 Sebanyak 3.000 unit  dan melalui penyaluran National Affordable Housing Program (NAHP) Bank Dunia sebanyak 2.000 unit. Total anggaran Program BSPS di Gorontalo sebesar Rp. 87,5 Milyar yang tersebar di lima kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo.
    Program BSPS tersebut di salurkan di Kabupaten Gorontalo (1.550 unit), Kabupaten Bone Bolango (879 unit), Kabupaten Pohuwato (520 unit), Kabupaten Gorontalo Utara (717 unit) , Kota Gorontalo (553 unit), dan Kabupaten Bolaemo (781 unit).

    “Kami berharap ke depan Program BSPS ini dapat lebih memberikan dampak yang lebih besar terhadap masyarakat ekonomi lemah dalam hal rumah yang tidak layak menjadi layak huni, dan ini akan mengurangi backlog rumah tidak layak huni di Kabupaten Bone Bolango khususnya dan umumnya di Provinsi Gorontalo,” harapnya.

    Salah satu penerima bantuan Program BSPS, Afhandi Talib mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih kepada pihak Kementerian PUPR khususnya pihak Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan atas bantuan sehingga rumahnya kini menjadi layak

    “Terimakasih banyak karena berkat Program BSPS ini saya dan keluarga kini bisa punya rumah layak huni,” katanya. (*)

  • Ajak Partisipasi Masyarakat, Komisi Tata Ruang Akan Dibentuk

    JAKARTA, KORIDOR – Sejak pembangunan marak di berbagai daerah, urbanisasi atau perpindahan masyarakat dari desa ke kota semakin tidak terbendung. Dampaknya, bermunculan banyak kota yang tidak ramah lingkungan dan kawasan-kawasan kumuh.

    Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil mengatakan bahwa untuk menata kondisi permukiman dan perkotaan dibutuhkan upaya kreatif serta keterlibatan masyarakat secara lebih luas.

    “Creative regulation ini sesuai perkembangan zaman. Salah satu contohnya adalah Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU CK) yang dibentuk dengan metode omnibus law,” kata Menteri Sofyan dalam sebuah diskusi melalui video conference, baru-baru ini.

    Ditambahkan, peremajaan kota di Indonesia memang sudah sangat mendesak karena saat ini masalah yang dihadapi oleh masyarakat adalah banjir serta kemacetan. Melalui penataan ruang kawasan perkotaan, diharapkan masyarakat bisa mendapat ruang hidup yang lebih baik.

    “Di dalam RUU CK itu nanti akan dikenalkan Komisi Tata Ruang. Dalam komisi ini nantinya masyarakat dapat bersuara dan memberikan masukan terkait penataan ruang di daerahnya,” ungkap Menteri Sofyan.

    Sebagai contoh di Kelurahan Cideng, Gambir, DKI Jakarta, yang banyak sekali properti ruko yang terbengkalai karena daerah ini  ditinggalkan pelaku usaha akibat akses yang terbatas terlebih sejak adanya kebijakan ganjil genap. Apa yang terjadi di Cideng, kata Menteri Sofyan, dikarenakan adanya regulasi yang beku, tidak berpikir out of the box.

    Oleh karena itu, regulasi yang beku ini bisa diperbaiki dengan menampung semua ide-ide kreatif dari berbagai pihak termasuk masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah perlu melakukan diskresi yang menampung aspirasi publik serta merespon kondisi yang terjadi saat ini.

    “Kondisi yang terjadi saat ini memang banyak dan harus kita perbaiki. Kita tidak bisa berpikir parsial. Pengelolaan peremajaan wilayah perkotaan bisa dengan sistem private public partnership dengan dukungan pemerintah juga bisa, dikarenakan pemerintah akan kesulitan karena nantinya akan terbentur anggaran,” sebut Menteri Sofyan.

    Dukungan Pemerintah

    Dukungan pemerintah terhadap peremajaan perkotaan serta pemukiman masyarakat sudah dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN.

    Plt. Direktur Konsolidasi Tanah Kementerian ATR/BPN, Ruminah mengatakan konsolidasi tanah merupakan konsep penataan dan peremajaan wilayah tanpa menggusur.

    “Pemerintah saat ini mendorong Konsolidasi Tanah Vertikal (KTV). KTV merupakan inovasi pemerintah, yang merupakan upaya yang extraordinary di perkotaan terutama di kampung-kampung kota, dan kawasan di sekitar pusat ekonomi,” ungkap dia.

    Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) juga sangat mendukung peremajaan perkotaan serta pemukiman masyarakat.

    Menurut Direktur Perkotaan, Perumahan dan Permukiman Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 sudah mengatur hal tersebut.

    Dimana kebijakan pembangunan bidang perumahan dan pemukiman dilakukan dengan tiga pendekatan yakni sisi permintaan atau demand side, lalu sisi pasokan atau supply side serta enabling environment.

    “Untuk supply chain, nantinya kita akan melakukan peremajaan kota secara inklusif serta konsolidasi tanah dalam rangka kota tanpa pemukiman kumuh,” kata Tri Dewi.

    Keinginan membuat wilayah perkotaan dan pemukiman masyarakat yang lebih baik juga menjadi tujuan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

    Melalui Kepala Sub Direktorat Wilayah I, Direktorat Pengembangan Kawasan Pemukiman, Airyn Saputra Harahap, Kementerian PUPR, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman berfokus pada peremajaan wilayah perkotaan dan pemukiman masyarakat.

    “Turunan dari PP ini adalah Peraturan Menteri PUPR (Permen PUPR) Nomor 14 Tahun 2018,” kata dia.

    Dalam Permen tersebut ada dua instrumen, yakni pencegahan dan peningkatan kualitas. Dalam pencegahan, dilakukan pengawasan dan pengendalian serta pemberdayaan masyarakat.

     

     

  • Pengembang di Kepri Keluhkan Penjualan Turun Tajam

    JAKARTA, KORIDOR – Merebaknya pandemi dan penerapan pembatasan aktivitas masyarakat sejak kuartal II-2020 sangat memukul penjualan properti di hampir semua daerah. Tidak terkecuali di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang berdekatan dengan dua negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura.

    Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Khusus Batam, Achyar Arfan menyebutkan realisasi kredit pemilikan rumah (KPR) di Batam turun drastis karena perbankan saat ini sangat selektif. Bahkan Bank Tabungan Negara (BTN) tidak bisa melakukan akad KPR di Batam. Padahal, sudah banyak pengajuan sejak 2019 karena konstruksi rumah sudah selesai dan infrastruktur sudah tersedia.

    “Realisasi KPR di sini sudah turun hingga 70% secara total untuk rumah subsidi dan non-subsidi. Namun, subsidi sendiri setidaknya drop hingga 40%,” ungkap Achyar yang dihubungi, baru-baru ini.

    Dia menjelaskan untuk subsidi masih lebih baik karena pada awal tahun sudah ada realisasi. Namun disebutkan, setelah Januari sama sekali tidak ada realisasi karena aturan SiKasep dan SiKumbang. Ditambah lagi sejak Februari-Maret-April kuota subsidi habis.

    Sedangkan selama Mei ada realisasi karena pemerintah memberikan kuota Subsidi Selisih Bunga (SSB). Sementara Juni kembali tidak ada realisasi karena imbas pandemi, kemudian Juli masuk era new normal dan mulai ada sedikit realisasi.

    Untungnya, menurut Achyar, perbankan di Batam mau mengkaji ulang mengenai pemberian KPR kepada pegawai kontrak. Pasalnya di Batam memang secara alami lebih banyak pegawai kontrak daripada pegawai tetap di berbagai industri.

    Achyar bahkan mencontohkan bisa saja seorang pegawai menjadi pegawai kontrak selama 18 tahun masa kerja. Sehingga perbankan memberikan kelonggaran kepada calon konsumen dengan status pegawai kontrak minimal dua tahun di perusahaan yang minimal sudah beroperasi lima tahun semenjak Juli lalu.

    Hal ini, ujar dia, bisa menjadi angin segar agar bisa merealisasikan 900 unit rumah hingga akhir tahun ini. Meski angka tersebut lebih kecil dari target tahunan di Batam yang mencapai 1.300 unit setiap tahunnya, namun setidaknya sedikit melegakan pengembang di kota pulau tersebut.

    Di sisi lain, target realisasi tersebut tetap saja memberatkan pengembang yang memiliki ready stock rumah hingga 500 unit dengan utang ke perbankan, karena harus melunasi kontraktor sementara realisasi KPR tidak tuntas.

    “Sedikit gembira karena pemerintah daerah memiliki semangat yang sama agar ekonomi tetap tumbuh,” ungkap Achyar.

    Segmen Komersial

    Perlambatan penjualan rumah subsidi juga diakui Sekretaris DPD REI Kepri, Triyono. Menurut dia, jika selama ini permintaan pasar didominasi rumah subsidi, namun saat ini justru terjadi peningkatan di segmen rumah komersial (non-subsidi).

    Dia mengungkapkan kondisi sekarang justru mulai terlihat adanya ketertarikan masyarakat terhadap perumahan komersial khususnya dengan rentang harga Rp300 juta hingga Rp700 juta. Padahal pada 2019, hanya ada realisasi 20 unit rumah komersial dengan harga di bawah Rp500 juta.

    “Sejak pandemi Covid-19 merebak justru permintaan rumah komersial terjadi peningkatan. Ini kabar baik, karena segmen ini sudah beberapa tahun terakhir mati suri di Kepri,” ungkap Triyono yang dihubungi, baru-baru ini.

    Perubahan tren minat masyarakat itu disebabkan beberapa faktor. Selain karena kuota yang terbatas dan sulitnya akad kredit rumah subsidi khususnya untuk pekerjaan informal, konsumen juga mulai mengedepankan faktor keamanan kompleks perumahannya.

    “Sekarang kejahatan sering terjadi termasuk di perumahan, sehingga konsumen cenderung memilih kompleks hunian yang memiliki sistem gerbang dan sekuriti, bahkan sistem cluster lebih disukai saat ini,” papar dia.

    Bahkan banyak konsumen di beberapa perumahan komersial yang sekarang meminta portal tambahan atau penerangan lampu jalan yang lebih memadai kepada pengembang.

    Diakui Triyono, penambahan fasilitas keamanan tersebut memang cukup membebani pengembang karena harus kembali mengeluarkan biaya, namun karena sudah menjadi kebutuhan penghuni harus dipenuhi.

     

  • PSBB Kembali Diterapkan, Ini Harapan Menteri Pariwisata

    JAKARTA, KORIDOR – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio menegaskan pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif harus tetap mendapat ruang untuk produktif meski saat ini sudah diterapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta dan beberapa daerah lainnya.

    “Kami sangat memahami keputusan yang diambil dalam pemberlakuan kembali PSBB di DKI Jakarta sebagai upaya pengendalian terhadap penyebaran virus Covid-19,” ujar Wishnutama dalam siaran persnya.

    Menurut dia, pemberlakuan PSBB tentu akan memiliki dampak yang besar termasuk terhadap sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Terlebih saat ini sektor pariwisata dan ekonomi kreatif terutama perhotelan dan restoran secara pelan-pelan sedang berupaya untuk bangkit.

    Untuk itu,Menteri Wishnutama meminta pihak terkait termasuk pemerintah daerah agar tetap memberikan ruang bagi pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif untuk produktif.

    Dia berharap sektor dan pelaku usaha di bidang pariwisata dan ekraf yang selama ini telah berupaya melaksanakan protokol kesehatan dengan baik agar tetap diberikan ruang untuk tetap melakukan usahanya, karena sektor pariwisata dan ekraf ini adalah yg paling terpuruk karena dampak pandemi ini. Terutama bagi mereka yang sebelumnya telah benar-benar dan taat menerapkan protokol kesehatan dengan baik.

    Menteri Wishnutama juga menekankan pentingnya kesadaran dan tanggung jawab dari masyarakat dan seluruh pihak dalam penerapan protokol kesehatan sehingga PSBB segera selesai dan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif benar-benar bangkit.

    Kemenparekraf/Baparekraf dikatakannya akan terus mendorong penerapan protokol kesehatan sekaligus menyiapkan dan mendampingi para pelaku parekraf untuk bangkit pascapandemi. Termasuk penerapan protokol kesehatan berbasis CHSE, serta terus mengkampanyekan Indonesia Care untuk mengimplementasikan protokol kesehatan sekaligus verifikasi guna menghadirkan destinasi yang bersih, sehat, aman, dan lingkungan yang lestari.

    “Kemenparekraf/Baparekraf akan terus berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait dan industri akan terus menyiapkan program yang akan memudahkan industri dan pelaku bertahan dan bangkit dari situasi pandemi,” ujar Wishnutama.

    Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk menerapkan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jilid dua atau PSBB pengetatan. PSBB jilid dua berlaku selama dua pekan mulai Senin (14/9/2020) hingga 27 September 2020.

    Penerapan PSBB itu mengacu pada Pergub Nomor 88 Tahun 2020 terkait perubahan Pergub Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19 di DKI Jakarta.

     

     

  • Mustika Land Fokus Pasar Menengah yang Gemuk

    JAKARTA, KORIDOR – Kebutuhan perumahan di Indonesia setiap tahun terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduknya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), per 30 Juni 2020 jumlah penduduk Indonesia mencapai lebih 268 juta jiwa. Besarnya jumlah penduduk ini, ternyata masih belum diimbangi dengan penyediaan atau pasokan perumahan, hingga gap antara permintaan dan penawaran antara terus melebar.

    Berdasarkan data Kementerian PUPR, backlog perumahan per awal 2020 mencapai 7,64 juta unit. Dan yang terbesar kekurangan berada di segmen menengah-bawah. Mungkin ini penyebab pasar perumahan segmen menengah-bawah tidak rentan terhadap krisis ekonomi, sekaligus menjawab tetap eksisnya para pemain perumahan menengah-bawah, bahkan di masa pandemi seperti saat ini.

    David Sudjana, Chief Executive Officer PT Mustika Land mengatakan, pasar segmen menengah-bawah sangat berkembang. Yang paling menarik di pasar segmen menengah adalah disamping pasarnya gemuk, segmen ini juga memiliki kemampuan daya beli yang menguat.

    “Sebagian besar mereka (kelas menengah) adalah tenaga kerja profesional dan kreatif yang tidak hanya menggantungkan pada pendapatan gaji semata. Mereka bisa meng-create bisnis sampingan (bisnis online) dan passive income lainnya. Karena itu daya beli mereka relatif lebih baik,” kata David, Sabtu (12/09), di Jakarta.

    David menyatakan, pasar rumah menengah sangat menarik karena antara tahun 2020 hingga 2030 (data BPS) akan terjadi bonus demografi di Indonesia, di mana kelas menengah rata-rata usia produktif tumbuh sangat besar. Faktor ini tentunya akan memicu peningkatan pasar segmen properti menengah, khususnya untuk keluarga-keluarga muda yang belum memiliki rumah (rumah pertama). Target pasar ini memang membeli rumah untuk dihuni, selain juga menjadi investasi.

    Mustika Land tetap berkomitmen dan fokus dengan brand positioning-nya pada segmen kelas menengah. (Istimewa)

    “Mengantisipasi hal tersebut, Mustika Land tetap berkomitmen dan fokus dengan brand positioningnya pada segmen kelas menengah. Diantara proyek yang sedang digarap di segmen ini adalah Mustika Park Place, Mustika Golf Residence, dan Mustika Taman Sari yang bermain di-range harga  Rp.400 jutaan hingga Rp.800 jutaan. Untuk kelas yang lebih terjangkau, kita menggarap Mustika Village Sukamulya di Cikarang dan Mustika Village Karawang,” jelas David.

    Challenges

    Menurut David, produk rumah di segmen menengah dan bawah memiliki tantangan tersendiri, karena pengembang perlu jeli menciptakan keseimbangan antara harga jual, design dan fasilitas yang disesuaikan dengan daya beli masyarakat. Gaji masyarakat Indonesia rata-rata kalah cepat naiknya dengan harga rumah, sehingga kalau dilihat dari ukuran luas rumah yang sanggup dibeli masyarakat, ukuran rumah yang sanggup dibeli semakin kecil ukurannya dari tahun ke tahun.

    “Setiap pengembangan proyek Mustika Land dimulai dengan sebuah cerita. Apakah itu pengembangan perumahan atau komersial, kami memulai setiap proyek dengan menggagas ide-ide bermanfaat yang dapat mempengaruhi perbaikan gaya hidup penghuni dan menemukan cara terbaik untuk mewujudkannya. Ini yang menjadi passion kami dalam merencanakan pengembangan setiap proyek,” ujar David.

    Jadi, lanjutnya, kami di Mustika Land percaya bahwa produk yang baik dirumuskan melalui keseimbangan proporsi antara fungsionalitas, kualitas, sustainability, dan keterjangkauan harga.

    Di samping rumah menengah, kata David, Mustika Land juga memasarkan rumah-rumah dengan harga terjangkau (affordable housing) dengan rentang nilai jual harga Rp150 jutaan hingga Rp300 jutaan.  Proyek yang digarap di segmen ini adalah Mustika Village Sukamulya di Cikarang dan Mustika Village Karawang.

    David menegaskan, walau mengembangkan segmen rumah kelas bawah, pengembangan infrastruktur dan fasilitas tetap harus direncanakan dengan baik dan bukan seadanya. Seperti proyek Mustika Village Sukamulya, Cikarang, perumahan ini memiliki ROW jalan luas lingkungan sebagian besar 7 meter dan membangun Water Treatment Plant (WTP) diawal, alhasil perumahan ini tidak terasa seperti rumah subsidi.

    Perumahan Mustika Sukamulya yang terdiri dari 3.300 unit rumah berbagai tipe, mulai 27/60 (Magnolia) dengan harga mulai Rp150 jutaan dan 30/60 (Marigold) dengan harga mulai Rp190 jutaan dilengkapi dengan area komersial berupa ruko untuk mendukung aktifitas warga perumahan. Sebagai kawasan hunian berwawasan lingkungan, Mustika Sukamulya dilengkapi taman hijau seluas 3.300 m2, danau hampir setenga hektar, fasilitas pengolahan air bersih (WTP), lebar jalan utama (ROW) 14 meter, serta keamanan 24 jam.

    Disamping itu, Mustika Land juga membangun proyek serviced apartment homes dengan 15 lantai, Mustika Golf Residence, yang berlokasi di jantung kawasan Jababeka, Cikarang. Apartemen ini dikelola dengan dilengkapi staf Jepang, restaurant cafe Jepang autentik, Onsen, gym dan banyak lainnya yang sedang melayani banyak expatriat Jepang yang bekerja di area Cibitung dan Cikarang.

    Reporter: Reza Gantara
    Editor: Erlan Kallo

     

Back to top button