AktualHeadlineTrending

REI: Pemulihan Industri Properti Butuh Kebijakan Extraordinary

JAKARTA, KORIDOR Industri properti selama ini telah berperan penting di dalam mendorong perekonomian nasional. Namun sejak merebaknya virus Covid-19 kondisi industri ini sangat memprihatinkan, dimana penjualan menurun drastis dan banyak pengembang terancam gulung tikar. Karena itu, dibutuhkan kebijakan luarbiasa (extraordinary) untuk menyelamatkan industri properti nasional.

Selain membawa multiplier effect terhadap hampir 175  industri ikutan lain, keseluruhan pekerja yang terlibat di industri ini diperkirakan mencapai 30,3 juta orang, sehingga signifikan bagi struktur ekonomi nasional. Di sisi lain, industri properti memiliki 90% kandungan material lokal, bahkan 100% kandungan lokal untuk rumah sederhana bersubsidi.

Untuk itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan supaya industri properti nasional tetap terjaga keberlangsungannya.

“Dampak Covid-19 membawa implikasi besar bagi industri properti nasional. Penjualan yang turun drastis dan ancaman pailit menjadi salah satu kemungkinan pahit yang bisa terjadi sewaktu waktu. Karenanya extraordinary effort menjadi kunci supaya sektor properti dapat bertahan menghadapi era panjang pandemi Covid-19  ini,” ujar Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida pada acara webinar bertema “Akselerasi Pemulihan Properti: Mencari Kebijakan Properti yang Extraordinary” di Jakarta, Kamis (23/7/2020).

Saat ini, ungkap dia, industri properti merasakan dampak yang sangat besar dimana untuk subsektor hotel tingkat hunian (okupansi turun) sudah turun 90%, penyerapan ruang ritel/mall anjlok 75%, penyerapan perkantoran turun 74,6%, dan penjualan rumah komersial anjlok 50%.

Meski sekarang sudah memasuki masa penerapan “new normal” namun tidak memungkinkan perusahaan properti untuk mencapai revenue seperti masa normal sebelum Covid-19 merebak. Menurut Totok, rata-rata revenue perusahaan maksimal hanya 50% dari kondisi normal. Sementara perusahaan tetap dibebani kewajiban yang sama seperti di masa normal sehingga dikhawatirkan banyak perusahaan yang akan kolaps.

| Baca Juga:   Pengembang di Kepri Keluhkan Penjualan Turun Tajam

“Masalahnya kondisi ini tidak pasti kapan akan berakhir, mungkin bisa sampai 2-3 tahun ke depan. Untuk itu, kami dari REI menyambut baik restrukturisasi dan relaksasi yang dilakukan pemerintah, meski faktanya implementasi berbagai kebijakan tersebut belum optimal,” ungkap Totok.

Paulus Totok Lusida, Ketua Umum DPP REI

Supaya kebijakan relaksasi dapat benar-benar dirasakan oleh industri nasional, maka REI berharap pemerintah menerapkan kebijakan yang tidak biasa dan luarbiasa (extraordinary) khususnya bagi sektor properti yang meliputi kebijakan perbankan, ketenagakerjaan, pajak, retribusi, perizinan dan energi.

Diskusi daring diprakarsai DPP REI ini diikuti juga oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil dan Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Eko Heripoerwanto yang mewakili Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.

Hadir pula sejumlah pengembang besar nasional dan senior REI antara lain Pendiri Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma, CEO Lippo Group James Riady, Direktur Utama PT Intiland Development Tbk Hendro Gondokusumo, CEO/Executive Director Sinarmas Land Muktar Widjaja, dan Direktur PT Ciputra Development Tbk Budiarsa Sastrawinata.

Selain itu ada Direktur PT Summarecon Agung Tbk Herman Nagaria, Direktur Utama PT PP Properti Tbk Taufik Hidayat, Presiden Direktur PT Pakuwon Jati Tbk Stefanus Ridwan, dan Direktur Utama Perum Perumnas Budi Saddewa.

Kepemilikan Properti Asing

Taipan Sugianto Kusuma mendorong pemerintah untuk memberikan kemudahan pembelian properti bagi pasar asing guna mendorong geliat industri properti, penggunaan bahan lokal dan penyerapan tenaga kerja.

Apalagi kabarnya Presiden Jokowi sudah memberi deadline bahwa akhir Agustus 2020 warga negara asing (WNA) sudah bisa membeli properti di Indonesia.

“Diharapkan hal itu benar-benar dapat diselesaikan karena sudah banyak yang menunggu-nunggu,” ujar taipan yang kerap disapa Aguan itu.

| Baca Juga:   Terjepit Pajak, Pengembang di Papua Menjerit

Dia pun berharap Indonesia dapat memberikan kemudahan untuk mendapatkan citizen pass, PR atau longstay/multiyear visa bagi warga asing yang memiliki properti di Indonesia seperti yang juga diberlakukan di Malaysia, Singapura atau Thailand. Dengan begitu, Indonesia akan menjadi lebih menarik apalagi Indonesia sedang gencar menarik masuknya investasi asing.

Hal senada diungkapkan Muktar Widjaja yang menyebut kepemilikan properti asing tidak perlu terlalu dirisaukan, karena rumah atau unit apartemen tidak bisa dibawa keluar dari Indonesia. Menurut dia, kemudahan membeli properti bagi warga asing di Indonesia dipastikan akan mengairahkan kembali pasar properti nasional.

“Pasar properti nasional harus didorong supaya lebih cepat pulih, apalagi akibat dampak Covid-19. Sekarang industri ini sudah batuk-batuk sehingga perlu diobati segera, karena nanti kalau sudah bangkrut susah bangkitnya,” kata Muktar.

CEO Lippo Group, James Riady menyebutkan bahwa realestat adalah tulang punggung ekonomi bangsa. Untuk itu, beberapa hal perlu dilakukan pemerintah untuk mendorong sisi permintaan antara lain dengan membuka dan memberi kemudahan bagi warga asing untuk membeli properti di Indonesia.

“Kita berharap supaya orang asing bisa membeli properti di sini, sehingga ada permintaan yang mampu mendorong pasar kembali bangkit. Kalau kemudian hari nanti pasar orang asing ini sudah terlalu hot misalnya, ya bisa saja dibatasi kembali,” kata James.

Menanggapi harapan pelaku industri properti, Menteri Sofyan Djalil menyebutkan bahwa pemberian izin bagi warga negara asing  untuk membeli properti di Indonesia akan dimasukkan dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja (omnibus law) yang rencananya sebelum akhir Agustus 2020 sudah disahkan.

“Saya dari dulu berpendapat asing itu boleh saja beli, apa saja beli, kan barangnya tidak bisa dibawa ke luar negeri, justru mereka bawa duitnya ke dalam. Karena masalah ini stakeholder banyak dan kita sekarang memasukannya ke dalam RUU Cipta kerja, yang rencananya sebelum akhir Agustus sudah bisa disahkan,” ungkap Menteri Sofyan.

| Baca Juga:   Pengembang Lirik Potensi Pembiayaan Perumahan Berbasis Syariah

Namun, diingatkannya RUU Cipta Kerja harus berjalan dan semua pihak harus memiliki kesepahaman yang sama dahulu sehingga tidak muncul kesalahpahaman. Jangan sampai setelah disahkan nanti dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan di-judicial review lagi.

“Masalah kepemilikan properti asing akan diatur lebih simpel dan lebih baik. RUU Cipta Kerja ini sangat penting, sehingga diharapkan mampu mengatasi berbagai kendala bisnis di lapangan termasuk di industri properti,” papar Menteri Sofyan.

Dalam RUU Cipta Kerja akan diatur bahwa satuan rumah susun di atas HGB dapat dimiliki warga lokal dan asing, sedangkan untuk rumah tapak bagi warga asing akan diberikan hak pakai dengan syarat rumah baru dan ada pembatasan harga. (*)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button