RisetTrending

Aplikasi Teknologi dan Pertaruhan Industri Properti

Property Technology/foto istimewa

Di era teknologi ini, hampir seluruh hal dalam kehidupan dirambah pula oleh teknologi. Tidak terkecuali di industri realestat yang ditandai dengan tumbuhnya banyak aplikasi property technology (proptech) bak jamur di musim penghujan. Pasca pandemic Covid-19, industri ini diprediksi akan semakin berkibar.

Sebelum pandemi coronavirus marak diakui realestat adalah sektor yang sangat konservatif dan selalu terlambat bersentuhan dengan teknologi. Cara-cara produksi dan penjualan yang dilakukan secara konservatif selalu saja dianggap masih paling efektif karena mengedepankan interaksi langsung antara penjual dan konsumen.

Tetapi itu dulu. Ya, zaman terus berubah. Saat ini penggabungan antara penjualan properti dengan teknologi akan menjadi sebuah keharusan, kalau tidak mau disebut sebuah kewajiban yang mutlak harus diterapkan oleh para pelaku bisnis realestat di tengah pembatasan interaksi sosial dan fisik manusia. Aplikasi proptech juga sudah berkembang cepat untuk memenuhi tuntutan zaman tersebut.

“Air BnB adalah salah satu contoh awal penerapan proptech dan saat ini semakin banyak pilihannya. Kondisi itu akan berkembang pesat terus dan masuk ke sektor lain di industri properti termasuk untuk sarana menjual properti,” ungkap Anton Sitorus, Head of Research and Consultancy Savills Indonesia dalam laporan risetnya.

Investor sudah mulai melihat potensi besar dan kesempatan yang ada di bisnis proptech. Banyaknya penduduk kelas menengah dan naiknya tren sharing economy mendorong kepercayaan diri investor untuk menaruh hati pada proptech di masa depan. Ditambah lagi, dengan semakin berkembangnya sistem internet sehingga permintaan dan kebutuhan terus bertumbuh.

Investasi di Proptech tercatat sudah menyentuh rekor secara global di tengah tren ekosistem startup yang bergerak datar. Berdasarkan riset CRETech, investasi di sektor Proptech sudah mencapai US$14 miliar pada semester I 2019, naik 309% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

| Baca Juga:   Penerapan Safe Settlement Efektif Hambat Covid-19

Pada pengembangan awalnya, proptech didorong oleh perkenalan dari adanya komputer personal pada awal 1970 – 1980 melalui beragam perangkat lunak yang bisa melakukan analisa data seperti Excel, Argus, dan Autodesk. Dengan itu, komputer menjadi alat paling penting di dunia properti.

Hadirnya internet dan penggunaan gawai juga kemudian membawa proptech ke generasi 2.0. perkembangan teknologi dan internet membuat pengembang dan konsumen semakin mudah melakukan analisa proyek dan kinerja termasuk mencatat transaksi, marketing, dan pengawasan proyek untuk mengakomodir kebutuhan konsumen.

Hadirnya generasi kedua proptech juga dimulai dengan hadirnya pengembangan bangunan-bangunan pintar dan kota pintar. Banyak pula ruang-ruang yang bisa digunakan bersama dan diakses melalui platform teknologi seperti Air BnB dan We Work. Selanjutnya, penggunaan perangkat lunak, aplikasi di multiplatform, dan marketing secara daring (dalam jaringan) juga mulai menjadi suatu hal yang lumrah.

“Perkembangan teknologi yang sangat pesat, ditambah dengan pembiayaan yang besar-besaran, membawa proptech ke level selanjutnya. Saat ini Proptech berkembang ke spektrum yang lebih luas. IoT, Big Data, Blockchain, jadi kata kunci dalam teknologi real estat,” sambung Anton.

Sejumlah perusahaan startup sudah menggunakan IoT untuk memahami pergerakan tren di masyarakat lebih baik terkait bagaimana cara orang menggunakan suatu bangunan. Data yang sudah terkumpul dari penggunaan berbagai gawai akan dianalisa menggunakan Kecerdasan Buatan (AI) yang bisa dilakukan dalam waktu singkat, perusahaan yang sudah punya datanya bisa menggunakan data tersebut untuk melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan lebih lanjut.

Proptech di Indonesia

Menurut Anton, di Indonesia, proptech serupa dengan tren global dengan pertumbuhannya lambat tapi mulai bergerak semakin cepat. Proptech di Indonesia diawali dengan listing properti secara online yang mulai populer pada awal 2000an. Banyak startup yang terus berkembang untuk menopang kebutuhan Proptech di antaranya property.net, indoproperty.com, rumah123.com, rumah.com, rumahdijual.com, Rentfix, Urbanindo dan lain-lain.

| Baca Juga:   Harga Rumah Subsidi Tahun ini Dipastikan Tidak Naik

Kemudian, tipe proptech lainnya ikut berkembang, termasuk kategorinya yang semakin beragam, tidak hanya fokus pada pemasaran atau listing properti, tapi juga menggunakan aspek digital di dalam pengembangan. Salah satu yang menjadi contohnya adalah sinarmas land yang menerapkan teknologi IoT, Cloud data Hub, dan internet berkecepatan tinggi serta aplikasi mobile untuk melakukan manajemen proyek, marketing, dan layanan pelanggan.

“Secara keseluruhan, proptech di Indonesia dikategorikan menjadi lima sektor, yaitu listing properti dan layanan pencarian, agen pemasaran, ruang alternatif, manajemen properti dan KPR dan pembiayaan,” jelas Anton.

Anton Sitorus

Savills juga mengantisipasi bahwa di masa depan akan lebih banyak platform proptech akan dikembangkan untuk mendukung pengembang properti termasuk kemungkinan munculnya banyak aplikasi yang memungkinkan calon pembeli melihat secara detail rumah atau unit contoh secara virtual dengan tampilan layaknya kondisi di lapangan.

Dengan teknologi ini maka calon pembeli dapat memutuskan untuk membeli satu produk properti tanpa harus datang ke kantor pemasaran atau lokasi proyek.

Menurut Anton, semakin bertumbuhnya proptech di Indonesia juga dipengaruhi oleh pengguna internet di Indonesia terus menunjukkan tren pertumbuhan dari tahun ke tahun. Hal itu menjadikan Indonesia sebagai potensi pasar ekonomi digital terbesar sekaligus menjadi incaran banyak investor.

Mengacu hasil survei yang dilakukan Google-Temasek Bain & Company dan e-Conomy SEA 2019, jumlah pengguna internet Indonesia pada 2019 diperkirakan bisa mencapai 152 juta orang atau meningkat signifikan jika dibandingkan angka pada 2015 yaitu 92 juta pengguna internet.

Dengan angka tersebut, bisa dibilang Indonesia menguasai separuh dari total pengguna internet di Asia Tenggara yang jumlahnya mencapai 360 juta. Dengan potensi tersebut, posisi Indonesia di mata dunia tidak bisa dianggap enteng.

| Baca Juga:   Situasi Pandemi, Perlu Ada Relaksasi Aturan Kepailitan  

Generasi Milenial

Perkembangan proptech di masa depan juga dipengaruhi pasar properti yang akan dikendalikan oleh generasi milenial yang sangat akrab dengan kemajuan teknologi. Cara-cara penjualan properti secara konvensional diyakini akan semakin ditinggalkan.

Sekretaris Jenderal DPP Realestat Indonesia (REI) Amran Nukman HD menyebutkan potensi generasi milenial untuk membeli properti relatif besar. Kemampuan kelompok ini memenuhi gaya hidupnya selama ini karena ditopang penghasilan yang cukup memadai. Hal itu tercermin dari menjamurnya kafe-kafe yang menyediakan beraneka ragam menu kopi dengan banderol yang cukup fantastis.

Amran Nukman HD

“Apabila penghasilan milenial itu digabung dengan pasangannya, tentu daya beli mereja akan jauh lebih besar lagi. Jadi mestinya generasi milenial mampu mencicil rumah Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta per bulan,” ujar dia.

Amran memperkirakan dalam tiga atau lima tahun ke depan generasi milenial akan menjadi pembeli potensial produk properti, seiring perkembangan pola pikir serta pendapatan mereka yang terus bertumbuh. Namun diakui, generasi milenial ini masih terus membutuhkan edukasi agar mereka tertarik berinvestasi properti.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button