Finansial

  • Jual Lippo Mall Puri, LPKR Kantongi Rp 3,5 Triliun

    JAKARTA, KORIDOR-PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) melalui entitas anak perusahaannya PT Mandiri Cipta Gemilang (MCG) akan menjual Lippo Mall Puri. Dari transaksi ini perseroan diperkirakan bakal mengantongi dana sebesar Rp 3,5 triliun.

    Transaksi ini merupakan bagian dari strategi asset-light yang dijalankan perseroan untuk meningkatkan likuiditas.

    Mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (31/8), anak perusahaan yang bergerak di bidang realestat tersebut akan mengalihkan kepemilikan pusat belanja itu kepada PT Puri Bintang Terang (PBT) yang masih terafilisasi dengan MCG.

    “Hasil yang diterima dari transaksi ini akan digunakan untuk membiayai kegiatan operasional perseroan,” demikian laporan manajemen perseroan.

    Penjualan dilakukan melalui perusahaan REIT (Real Estate Investment Trust, atau Dana Investasi Real Estate/DIRE) bernama Lippo Malls Indonesia Retail Trust (LMIRT) yang berbadan hukum Singapura. Sementara PBT adalah anak perusahaan yang seluruh sahamnya dimiliki secara tidak langsung oleh LMIRT namun berkedudukan hukum di Indonesia.

    LMIRT adalah suatu dana investasi realestat yang dibentuk dan tunduk pada hukum Singapura.

    Diketahui, Lippo Karawaci mempunyai kepemilikan di dua REIT yang tercatat di bursa efek Singapura, yaitu First Real Estate Investment Trust dan Lippo Malls Indonesia Retail Trust (LMIRT) dengan aset yang dikelola masing-masing US$1,0 miliar dan US$1,4 miliar, per tanggal 30 September 2019.

    “Adapun nilai transaksi pengalihan ini sebesar Rp 3,50 triliun, belum termasuk PPN. Harga jual beli wajib dibayarkan oleh PBT kepada MCG dengan cara transfer ke rekening yang ditunjuk MCG pada tanggal penandatanganan akta jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah oleh MCG dan PBT atas jual beli properti,” sebut manajemen.

    Ditambahkan, para pihak sepakat menyelesaikan transaksi dalam waktu paling lambat pada 31 Maret 2021 atau tanggal lain yang disetujui secara tertulis oleh para pihak.

    Siapkan Skema

    LPKR telah menyiapkan sejumlah skema untuk mengalihkan kepemilikan Lippo Mall Puri. Pertama, perseroan akan memberikan pendanaan kepada salah satu anak usaha yakni Bridgewater International Ltd, baik dalam bentuk modal maupun pinjaman. Jumlahnya sebesar 280 juta dolar Singapura.

    Kedua, rencana pemberian pinjaman yang akan diberikan oleh MCG kepada anak perusahaan LMIRT yaitu Binjaimall Holdings Pte. Ltd. Keseluruhan dana yang akan diterima oleh Binjaimall Holdings akan disalurkan kepada PBT. Dana itu akan digunakan PBT untuk membayar pembelian properti kepada MCG.

    CEO Lippo Karawaci, John Riady mengatakan divestasi aset kepada pihak afiliasi merupakan salah satu langkah perseroan dalam melakukan recycling asset yang diharapkan mampu menghasilkan modal baru guna mendukung ekspansi perusahaan di masa mendatang.

    Lippo Mall Puri adalah salah salah satu pusat perbelanjaan di kawasan Puri Indah, Kembangan, Jakarta Barat. Resmi dibuka untuk umum pada 19 Juni 2014, dan merupakan bagian dari kawasan pembangunan Superblok The St. Moritz.

  • Per Juni 2020, Metland Telah Kantongi Pendapatan Rp 390 Miliar

    JAKARTA, KORIDOR – PT Metropolitan Land Tbk atau Metland tetap optimistis kinerja perseroan di 2020 cukup positif, Meski di tahun ini terganggu dengan merebaknya virus Covid-19.

    Olivia Surodjo, Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Metropolitan Land Tbk mengatakan pihaknya akan senantiasa melakukan inovasi, promosi iklan dan strategi pemasaran digital untuk menumbuhkan kembali daya beli masyarakat.

    Hingga Juni 2020, Metland telah mencatatkan pendapatan sebesar Rp 390 miliar, yaitu Rp 214 miliar dari penjualan properti dan Rp 176 miliar dari pendapatan berkelanjutann (recurring income). Sedangkan laba bersih dilaporkan sebesar Rp 88 miliar.

    “Metland juga telah membukukan total marketing sales sebesar Rp 540 miliar hingga Juni 2020,” ungkap Olivia usai pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) dan Rapat Umum Pemegang Sahan Luar Biasa (RUPSLB) yang diadakan baru-baru ini.

    Sementara sepanjang 2019, Metland mencatatkan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 487 miliar. Angka itu naik tipis 1,09% dari tahun sebelumnya.  Hal itu dikarenakan kondisi industri properti yang masih tumbuh relatif stagnan.

    Dari laba tersebut, RUPST menyetujui sekitar 10% dari laba, atau sebesar Rp 6,30 per lembar saham untuk dibagikan sebagai dividen tunai kepada 7.655.126.330 pemegang saham sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Dana dialokasikan sebagai cadangan sebesar Rp 2 miliar, sedangkan sisanya dibukukan sebagai laba ditahan untuk menambah modal kerja Perseroan.

    RUPST dan RUPSLB PT Metropolitan Land Tbk dilaksanakan untuk melaporkan tahun buku yang berakhir pada 31 Desember 2019, dihadiri oleh Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan.

    Presiden Direktur PT Metropolitan Land Tbk Thomas J. Angfendy menjelaskan selain peningkatan laba, nilai aset perseroan pada 2019 juga bertumbuh sebesar 17,59%, yaitu mencapai Rp 6,1 triliun. Sedangkan ekuitas tumbuh sebesar 11,95% menjadi Rp 3,85 triliun di 2019.

    Total nilai pendapatan Metland selama 2019 adalah sebesar Rp 1,40 triliun meningkat 1,81% dibanding pendapatan tahun 2018 yang dibukukan sebesar Rp 1,38 triliun.

    “Peningkatan pendapatan disebabkan oleh peningkatan penjualan properti sebesar Rp 881 miliar, naik 1,43% dibandingkan tahun sebelumnya Rp 868 miliar,” ujar Thomas.

    Penjualan terbesar perseroan berasal dari proyek The Riviera At Puri, Metland Cibitung, dan Metland Cileungsi. Semua proyek Perseroan turut memberikan kontribusi dengan besaran 63% dari usaha penjualan properti residensial dan penjualan properti strata title, 26% dari pendapatan sewa pusat perbelanjaan, 8% dari pengoperasian hotel dan 3% dari pengoperasian pusat rekreasi, perkantoran serta pendapatan lain-lain.

    Proyek Strategis

    Pada 2019, perseroan mengembangkan proyek-proyek strategis mencakup proyek residensial seperti peluncuran rumah tapak Wisteria fase 1 yang merupakan bagian dari kerjasama operasi dengan Keppel Land Ltd. Kemudian di proyek komersial, Metland melalui anak perusahaan PT Sumber Tata Lestari melaksanakan ground breaking Hotel Horison Ultima Kertajati yang berlokasi di jalan Kadipaten Jatibarang, Majalengka yang turut dihadiri Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

    Hotel berbintang empat ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akomodasi penumpang pesawat udara serta masyarakat lain yang beraktifitas di bandara.

    Dalam RUPST ini perseroan juga mengumumkan perubahan komposisi Dewan Komisaris dikarenakan pengunduran diri Aldo Brasali dari jabatan Komisaris serta wafatnya Presiden Komisaris Dr. Ir. Ciputra. RUPST telah menyetujui pengangkatan Junita Ciputra sebagai Presiden Komisaris PT Metropolitan Land Tbk dan Iwan Brasali sebagai Komisaris PT Metropolitan Land Tbk.

     

     

  • Permintaan Turun, Saatnya Negosiasi Harga Sewa Kantor di Kawasan CBD Grade A

    JAKARTA, KORIDOR – Pandemi Covid-19 melanda dunia sejak awal 2020 memaksa perusahaan-perusahaan mengurangi aktivitas dan karyawan (masuk secara bergantian). Kebutuhan ruang kantor diseimbangkan dengan kebutuhan protokol kesehatan agar lingkungan kerja terjamin aman.

    Pembatasan aktivitas dan karyawan diharapkan dapat menekan penyebaran virus corona yang kenal sangat mudah penularannya. Apalagi kenyataan di lapangan akhir-akhir perkantoran, khusus di DKI Jakart disinyalir banyak menyumbang kasus baru.

    Keadaan seperti ini, menurut Laporan MarketBeat Cushman & Wakefield belum lama ini,  membuka peluang bagi perusahaan yang menempati gedung perkantoran Grade A di CBD (Central Business District) untuk menegosiasikan penurunan harga sewa di awal, karena adanya pembatasan sosial di lingkungan kerja.

    “Saat ini, merupakan kesempatan yang baik bagi beberapa perusahaan untuk mempertimbangkan berkantor di gedung perkantoran Grade A, dikarenakan situasi pasokan berlebih dan tekanan penurunan harga sewa yang masih terus berlanjut,” tutur Nonny Subeno, Executive Director, Commercial, Cushman & Wakefield, dalam siaran persnya.

    Menurut Nonny, dalam kuartal 2 2020 hanya Lippo Thamrin (22.500m2), sebagai proyek perkantoran baru kedua di tahun ini, yang masuk sebagai pasokan baru pasar perkantoran CBD. Jumlah total pasokan baru yang diperkirakan akan selesai di tahun 2020 terkoreksi di 237.000m2 (dari proyeksi sebelumnya 320.000m2). Hal ini disebabkan oleh konstruksi yang mengalami penundaan lebih lanjut akibat pandemi COVID-19 yang masih berlangsung.

    Sementara dari sisi permintaan, aktivitas penyewaan perkantoran tersendat dengan pertumbuhan yang tidak mengalami peningkatan selama April hingga Juni 2020 dengan kondisi pandemi COVID-19 yang memburuk dan pengurangan operasional kantor, serta pembatasan perjalanan yang diterapkan di Jakarta.

    “Tidak ada transaksi baru yang terjadi pada hampir seluruh bangunan antara April dan Mei, walaupun beberapa peningkatan aktivitas mulai terlihat di bulan Juni dengan kenaikan permintaan untuk ruang kerja dengan luasan kecil (di bawah 200m2) dan lebih giatnya aktivitas inspeksi bangunan mengingat beberapa pembatasan operasional kantor mulai diringankan,” jelas Nonny.

    Laporan itu juga menyebutkan, selain penyewaan ruang lebih dari 10.000m2 yang dilakukan oleh suatu perusahaan di bidang jasa, kontrak sewa baru masih tetap terbatas. Untuk pertama kalinya sejak krisis finansial Asia di 1999, tingkat serapan secara umum di kuartal 2 2020 tercatat negatif 44.300m2, menurunkan angka tingkat serapan bersih di tahun 2020 hingga saat ini mencapai negatif 12.700m2.

    Pengurangan area kerja, relokasi, hingga penutupan kantor terlihat pada beberapa bangunan Grade B dan C, walaupun tingkat serapan bersih pada sektor Grade A masih tercatat positif. Hinga akhir Juni 2020, tingkat hunian perkantoran CBD Jakarta secara umum untuk seluruh grade mengalami penurunan ke 74.2%, dengan perkantoran Grade B mengalami penurunan paling tajam untuk tingkat hunian pada kuartal ini sebesar 5.3%, menjadi 70.7%.

    Penurunan harga sewa

    Harga sewa dasar dalam Rupiah mengalami penurunan sebesar 5.5% dari kuartal sebelumnya menjadi Rp198.900,00 per meter persegi per bulan. Sementara itu, harga sewa yang sama dalam Dolar AS menunjukkan peningkatan sebesar 8.1% yang disebabkan oleh penguatan Rupiah yang signifikan (sebesar +14.4%) pada kuartal ini.

    Banyak penyewa yang mencari potongan atau pengurangan harga sewa terkait aktivitas bisnis mereka yang sedang melambat. Dengan berlanjutnya tingkat hunian yang rendah, beberapa pemilik bangunan telah bersiap untuk memberikan pengurangan harga sewa sebesar 10% hingga 50% untuk para penyewa bangunan yang terdampak sangat besar oleh pandemi COVID-19, terutama pada penyewa ritel F&B pendukung yang terletak pada bangunan mereka.

    Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang masih melambat sebagai dampak dari pandemi, perkantoran dengan lokasi dan biaya terjangkau, perampingan ruang, bahkan penutupan kantor diperkirakan akan menjadi tren pada pasar perkantoran CBD di kuartal ke depan.

    Demikian pula dengan harga sewa kantor yang diproyeksikan untuk tetap menurun sejalan dengan permintaan yang melemah. Pemilik bangunan akan dihadapkan pada tantangan lebih besar selagi para penghuni kesulitan untuk membayar sewa hunian dan mengajukan penundaan pembayaran maupun pemotongan biaya sewa dan service charge. Rencana relokasi ‘pipeline’ dan ekspansi secara besar kemungkinan akan mengalami penundaan.

    Penulis : Erlan Kallo

  • BTN Proyeksikan KPR Subsidi Bisa Tumbuh 10 Persen

    JAKARTA,KORIDOR—PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk menargetkan pertumbuhan kredit pada tahun 2020 ini sebesar 4% yang ditopang oleh Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi. Direktur Utama Bank BTN Pahala Nugraha Mansury mengatakan saat awal-awal pandemi Covid-19, permintaan KPR memang sempat menurun signifikan. Namun, sejak Juni lalu permintaan KPR baik subsidi maupun non subsidi sudah mulai membaik.

    Pahala mengungkapkan KPR sendiri berkontribusi 73% terhadap total portofolio kredit Bank BTN. Dari jumlah tersebut 60% adalah KPR bersubsidi dan 40% lainnya non subsidi.

    “Diharapkan sampai dengan akhir tahun nanti kredit kita masih bisa tumbuh di 4%, KPR masih tumbuh antara 5-6%. Dan khusus untuk KPR Subsidi kita proyeksikan akan tumbuh kurang lebih di kisaran 10% untuk tahun 2020 dibandingkan tahun sebelumnya,” ujar Pahala dalam video conference, kepada sejumlah awak media,Senin (3/8).

    Kantongi Laba Bersih Rp768 Miliar

    Dalam paparan soal laporan keuangan, Pahala menjelaskan bahwa sepanjang semester I/2020, Bank BTN berhasil mencetak laba bersih senilai Rp768 miliar. Perolehan tersebut menurut Pahala, merupakan hasil dari  strategi “5 Fokus dan 8 Inisiatif” yang telah dijalankan BTN sehingga tetap mencatatkan pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan kendati di tengah pandemi.

    Direktur Utama Bank BTN Pahala Nugraha Mansury

    Di era New Normal, perseroan terus memupuk pencadangan, likuiditas, sambil memacu bisnis dengan asas kehati-hatian di masa pandemi sesuai dengan 8 inisiatif perseroan. Dengan strategi tersebut, lanjutnya, bisnis Bank BTN diyakini masih akan terus bertumbuh dan mencetak laba di semester II/2020 nanti.

    “Perolehan laba bersih pada semester I ini melebihi ekspektasi kami. Kami optimistis, hingga akhir tahun nanti target laba BTN masih on-track, sejalan dengan mulai adanya peningkatan  permintaan kredit pada Juni 2020,” jelas Pahala.

    Adapun, data keuangan emiten bersandi saham BBTN tersebut mencatat laba bersih perseroan ditopang pendapatan bunga bersih sebesar Rp4,43 triliun. Perseroan juga mencatatkan laba dari operasional di luar provisi sebesar Rp1,99 triliun.

    Capaian pendapatan bunga bersih BTN tersebut disumbang kenaikan pada penyaluran kredit dan pembiayaan sebesar 0,32% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari Rp251,04 triliun pada semester I/2019 menjadi Rp251,83 triliun  di periode yang sama tahun ini.

    KPR Subsidi Bank BTN terekam menjadi penyumbang pertumbuhan kredit BTN secara keseluruhan.  KPR Subsidi yang menempati porsi sebesar 45,11% dari total portofolio kredit di Bank BTN tersebut tumbuh positif di level 5,84% yoy. Per semester I/2020, KPR Subsidi Bank BTN tercatat naik dari Rp107,34 triliun pada semester I/2019 menjadi Rp113,61 triliun.

    Di segmen kredit perumahan, Bank BTN juga telah menyalurkan KPR Non-subsidi, kredit perumahan lainnya, dan kredit konstruksi masing-masing sebesar Rp79,87 triliun, Rp7,56 triliun, dan Rp27,87 triliun per semester I/2020. Dengan penyaluran tersebut, total KPR di Bank BTN tumbuh sebesar 2,47% yoy dari Rp188,82 triliun menjadi Rp193,49 triliun per 30 Juni 2020. Kemudian, di segmen kredit non perumahan, perseroan menyalurkan kredit senilai Rp22,91 triliun per akhir Juni 2020.

    Menurut Pahala, di tengah pertumbuhan positif tersebut, perseroan pun tetap menjaga kualitas kredit yang disalurkan. Per Juni 2020, BBTN mencatatkan penurunan rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) net dari 2,42% per Juni 2019 menjadi 2,40% pada Juni 2020.

    Perseroan juga tercatat menyiapkan rasio pencadangan yang cukup besar. Pada semester I/2020, Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Bank BTN  melonjak ke level 107,90%. Posisi tersebut melesat jauh dari 37,87% pada periode yang sama tahun lalu.  Menurut Pahala, pemupukan pencadangan tersebut merupakan inisiatif perseroan dalam rangka menjaga kualitas pertumbuhan bisnis di tengah pandemi.

    Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank BTN pun terpantau naik 2,99% yoy dari Rp219,76 triliun pada Juni 2019 menjadi Rp226,32 triliun di bulan yang sama tahun ini. Pertumbuhan tersebut disumbang peningkatan perolehan giro sebesar 13% yoy dari Rp52,88 triliun pada menjadi Rp59,75 triliun di kuartal II/2020.

    Dengan peningkatan giro tersebut, Bank BTN mencatatkan kenaikan dana murah (Current Account Savings Account/CASA) sebesar 3,75% yoy dari Rp92,83 triliun menjadi Rp96,32 triliun per semester I/2020. “Secara bertahap kami terus meningkatkan porsi dana murah dengan memangkas porsi dana mahal,” tutur Pahala.

    Kinerja positif pada kredit dan DPK tersebut juga turut  mengerek naik aset BBTN sebesar 0,68% yoy menjadi sebesar Rp314,60 triliun. “Kami juga berupaya terus memperbaiki proses bisnis sehingga dapat mempertahankan pertumbuhan positif yang berkelanjutan,” jelas Pahala.

    Pahala menambahkan, walaupun masa pandemi covid-19, perseroan  terus memupuk likuiditas. Menurut Pahala, Liquidity Coverage Ratio (LCR) perseroan naik ke level 132,22% pada semester I/2020 dari 105,50% di periode yang sama tahun sebelumnya. Permodalan (Capital Adequacy Ratio/CAR) BBTN pun kian menguat untuk menopang laju bisnis dari level 16,99% menjadi 19,10% per semester I/2020.

    Dengan likuiditas yang sangat kuat ini, perseroan optimis akan dapat melalui masa pandemi dengan baik. Apalagi, profil restrukturisasi yang harus dilakukan perseroan pun diproyeksi turun drastis hingga akhir 2020.

    “Di luar ekspektasi, restrukturisasi terus menunjukkan penurunan. Sehingga kami proyeksikan tren penurunan restrukturisasi tersebut akan berlanjut hingga akhir 2020”, tegas Pahala.

    Sementara itu, Unit Usaha Syariah Bank BTN hingga paruh pertama tahun ini, mencetak laba bersih senilai Rp100,33 miliar. Perolehan laba bersih tersebut ditopang pertumbuhan pembiayaan syariah sebesar 3,07% yoy menjadi Rp23,88 triliun pada semester I/2020.

    BTN Syariah juga mencatatkan perolehan DPK senilai Rp20,80 triliun per semester I/2020. Dengan capaian tersebut, aset UUS Bank BTN naik 6,56% yoy dari Rp29,18 triliun pada 30 Juni 2019 menjadi Rp31,09 triliun di bulan yang sama tahun ini.

    Pahala mengatakan pertumbuhan yang kencang pada KPR Subsidi dipicu oleh stimulus ekonomi yang digelontorkan pemerintah. Pemerintah, kata dia, sudah menambahkan jumlah rumah subsidi pada tahun ini sebanyak 172.000. Dari jumlah tersebut, BTN mendapatkan kuota penyaluran kredit KPR Subsidi sebanyak 146.000 unit. “Ini yang diharapkan mendorong pertumbuhan KPR bersubsidi untuk tahun 2020 ini,” ujarnya.

    Pada semester 1/2020, pertumbuhan KPR Subsidi Bank BTN sebesar 5,84% yoy dari Rp107,34 triliun pada semester I/2019 menjadi Rp113,61 triliun. Di segmen kredit perumahan, Bank BTN juga telah menyalurkan KPR Non-subsidi, kredit perumahan lainnya, dan kredit konstruksi masing-masing sebesar Rp79,87 triliun, Rp7,56 triliun, dan Rp27,87 triliun per semester I/2020.

    Dengan penyaluran tersebut, pada semester I/2020 total KPR di Bank BTN tumbuh sebesar 2,47% yoy dari Rp188,82 triliun menjadi Rp193,49 triliun per 30 Juni 2020. Kemudian, di segmen kredit non perumahan, Perseroan menyalurkan kredit senilai Rp22,91 triliun per akhir Juni 2020.

     

  • Inilah Saran Menteri Suharso Monoarfa untuk BP Tapera

    JAKARTA, KORIDOR – Sebagai penggagas program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi berbasis Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), mantan Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Monoarfa angkat bicara seputar rencana beroperasinya Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang menimbulkan kontroversi di masyarakat.

    Suharso Monoarfa yang kini menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menyebutkan bahwa pemerintah terus berupaya meningkatkan akses masyarakat terhadap hunian yang layak, aman yang terjangkau. Salah satu sumber daya kuncinya adalah pembiayaan terutama bagi masyarakat yang memerlukan intervensi langsung baik dari sisi regulasi maupun subsidi, yaitu masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah (MBR).

    Dia menambahkan, dalam RPJMN 2020-2024 pemerintah menargetkan adanya peningkatan fasilitas pembiayaan perumahan dengan mencanangkan peningkatan rasio outstanding KPR terhadap GDP yang saat ini masih berada di kisaran 2,9% (2019) menjadi 4% (2024). Saat ini Indonesia masih cukup tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Singapura (44,8%), Malaysia (38,4%), Thailand (22,3%), dan Filipina (3,8%)

    “Untuk mendukung target itu, kita memiliki milestone baru yaitu Tapera. Dengan beroperasinya Badan Pengelola (BP) Tapera, tentu harapan kita ingin memperluas akses pembiayaan perumahan, bukan justru mempersempit akses tersebut,” kata Menteri Suharso, dalam sebuah diskusi webinar, baru-baru ini.

    Seperti diketahui, anggaran pemerintah tidak akan pernah cukup untuk membiayai sektor perumahan. Oleh karena itu, sebut Suharso, keterlibatan dana swasta dan masyarakat adalah sebuah keniscayaan terutama menjadi sumber pembiayaan jangka panjang untuk pasar pembiayaan perumahan.

    Program KPR FLPP sejak diluncurkan pada 2010 hingga tahun 2018 telah memfasilitasi kepemilikan rumah baru sebanyak 655 ribu unit dengan total dana yang disalurkan mencapai Rp 44 triliun dan target pasar yang cukup besar terutama kelompok non-ASN/TNI/Polri.

    Hingga saat ini, skema subsidi perumahan FLPP merupakan salah satu skema yang paling ideal yang dilakukan oleh pemerintah dibandingkan menggunakan skema subsidi konvensional lainnya.

    Pembiayaan murah melalui FLPP dikelola oleh badan layanan umum dengan menggunakan metode blended financing yang bersumber dari APBN dan dikombinasikan dengan dana dari perbankan serta sumber lainnya. Semakin besar porsi dan kontribusi dari non-pemerintah tentu akan semakin baik.

    Skema subsidi FLPP ini sangat berbeda dengan skema subsidi konvensional yang alokasi pendanaannya dapat habis jika sudah dicairkan.

    “Dengan skema FLPP, maka uang negara dapat bergulir kembali. Sehingga alokasi anggaran yang digunakan pada FLPP dapat dipastikan tidak akan membebani fiskal negara dalam jangka panjang serta dapat menghemat APBN yang ada dari sisi belanja.” papar Menteri Suharso.

    Menteri PPN/Kepala Bappenas – Suharso Monoarfa

    Layanan FLPP

    Ke depan, supaya BP Tapera dapat lebih memperluas layanan kepada kelompok MBR, tentunya membutuhkan kapasitas pendanaan yang besar sehingga disarankan agar layanan FLPP dari APBN dapat dilanjutkan sampai lima tahun ke depan dengan pendanaan sekitar Rp 9 triliun per tahun atau sekitar 100.000 unit per tahun.

    Bila FLPP dilanjutkan sampai akhir 2024, maka total dana FLPP yang dapat dikelola oleh BP Tapera pada awal 2025 dapat mencapai kurang lebih Rp 100 Triliun.

    “Besaran dana tersebut akan dapat melayani fasilitas pembiayaan perumahan untuk pemanfaat yang lebih banyak tanpa mengurangi layanan bantuan fasilitas pembiayaan perumahan selama kurun waktu tahun 2020-2024,” harap dia.

    Sementara itu, dengan semakin kuatnya infrastruktur BP Tapera, sebaiknya FLPP juga dapat dikembangkan menjadi fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan bagi masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap dan membangun rumah secara swadaya dan bertahap terutama berupa kredit mikro pembiayaan perumahan yang memiliki besaran kredit lebih kecil dari Rp 50 juta dan tenor lebih pendek yakni 5 tahun.

    Kemudian ke depan, ujar Menteri Suharso, seiring dengan semakin banyaknya kepesertaan Tapera dan setelah kondisi struktur ekonomi masyarakat berubah dengan semakin banyak yang bekerja di sektor formal maka layanannya dapat disatukan dalam satu lembaga dengan satu pengelolaan dana.

    Berbagai fasilitas pembiayaan perumahan, baik Tapera maupun FLPP juga diharapkan dapat disinergikan dengan berbagai upaya penyediaan perumahan, contohnya dalam pelaksanaan major project rumah susun perkotaan atau public housing.

     

     

     

     

  • Sektor Perumahan Diyakini Mampu Dongkrak PEN

    JAKARTA, KORIDOR— Kolaborasi berbagai entitas keuangan dan perumahan diyakini dapat mengakselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang saat ini menjadi fokus pemerintah untuk menggerakkan ekonomi dalam negeri. Hal ini mengingat potensi dan daya ungkit dari dua sektor tersebut sangat besar terhadap perekonomian nasional.

    Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia Suahasil Nazara mengatakan program PEN merupakan bagian dari kebijakan luar biasa yang ditempuh pemerintah untuk memitigasi dampak pandemi Covid-19. Terutama, lanjutnya, dampak terhadap ekonomi yang mengalami penurunan tajam akibat virus tersebut.

    PEN, tambah Suahasil, juga digelontorkan untuk industri perumahan mengingat dampak lanjutan yang besar dari akselerasi di sektor tersebut. “Untuk itu, sektor perumahan perlu terus melakukan terobosan dan instrumen baru karena sektor ini punya multiplier effect ke 170 industri lainnya. Kami harapkan dengan upaya tersebut dapat meningkatkan permintaan dari sektor lain sehingga mendorong pemulihan ekonomi,” jelas Suahasil dalam Webinar bertajuk Sinergi untuk Percepatan Pemulihan Sektor Perumahan di Jakarta, Rabu (29/7).

    Suahasil Nazara, Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia.

    Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko D. Heripoerwanto menjelaskan pihaknya telah menggelontorkan berbagai skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bersubsidi. Di antaranya yakni Subsidi Selisih Bunga (SSB), Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). Skema tersebut diberikan untuk mendongkrak industri perumahan subsidi di Tanah Air.

    “Kami meyakini langkah strategis tersebut akan mempercepat pemulihan sektor perumahan yang juga akan berpengaruh pada ekonomi nasional,” kata Eko.

    Hingga kini, pemerintah memang telah memberikan berbagai stimulus untuk mendongkrak sektor perumahan. Stimulus tersebut diberikan untuk menggarap angka backlog perumahan di Indonesia sekaligus mengakselerasi program PEN.

    Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Pahala Nugraha Mansury menjelaskan sebagai salah satu entitas perbankan dalam ekosistem perumahan ini, adanya keberpihakan pemerintah mulai dari aturan hingga penempatan dana negara menjadi angin yang segar.

    Kredit yang dialirkan Bank BTN, tutur Pahala, juga memiliki dampak ekonomi jangka panjang. Sebab, kredit tersebut akan menjadi tempat tinggal yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Tidak hanya itu, kredit yang disalurkan ke sektor perumahan pun akan memberikan multiplier effect terhadap sekitar 177 subsektor industri lainnya.

    Menurut Pahala, Bank BTN sendiri tercatat telah menerima dana negara sebesar Rp5 triliun pada medio Juni 2020. Pahala memprediksi seluruh dana negara yang telah ditempatkan pemerintah tersebut akan terserap habis pada akhir Juli 2020. “Kami meyakini perseroan bisa menyalurkan total kredit sebesar Rp15 triliun dari dana negara tersebut sebelum akhir September 2020,” kata Pahala.

    Pahala melanjutkan hingga kini sektor perumahan di Tanah Air baru memberikan kontribusi terhadap PDB Nasional sebesar 2,77%. Posisi tersebut jauh di bawah kontribusi properti di negara kawasan Asean lainnya yang berkisar 8%-23%. “Sehingga kami berkomitmen akan terus mendukung pengembangan sektor perumahan. Apalagi di masa pandemi ini, rumah menjadi tempat berlindung paling aman bagi masyarakat Indonesia,” kata Pahala.

    Dalam kesempatan yang sama, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) menyampaikan akan mendukung penyediaan likuiditas bagi pembiayaan kepemilikan rumah. “Sepanjang Semester I tahun 2020 SMF telah berhasil menyalurkan pinjaman kepada penyalur KPR sebesar Rp4,2 triliun,” jelas Direktur Utama SMF Ananta Wiyogo.

    Lebih lanjut Ananta juga menuturkan bahwa SMF sebagai BUMN di bawah Kementerian Keuangan yang mengemban tugas sebagai SMV yang membangun dan mengembangkan Pasar Pembiayaan Sekunder Perumahan tengah memeprkuat perannya. Sebagai SMV, SMF aktif dalam merealisasikan Program Penurunan Beban Fiskal. Program Penurunan Beban Fiskal direalisasikan melalui pemberian dukungan kepada Pemerintah dalam program KPR FLPP. SMF berperan dalam mengurangi beban fiskal Pemerintah dengan membiayai porsi 25% pendanaan KPR FLPP, sehingga Pemerintah hanya menyediakan 75% dari total pendanaan FLPP dari semula yang sebesar 90%.

    Senada dengan SMF, Direktur Utama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Hendi Prio Santoso pun mengatakan pihaknya juga telah memberikan solusi One-Day-One-Home untuk mengefisiensikan proses pengerjaan dinding. Semen Indonesia pun menghadirkan platform digital bertajuk Sobat Bangun untuk memotivasi milenial memiliki rumah sendiri.

    “Kami berupaya membantu para stakeholders untuk menjawab tantangan kebutuhan pembangunan rumah,” ujar Hendi.

    Meski solusi sudah banyak dilakukan untuk mendorong sektor properti bergerak, masih ada hambatan yang mengganggu pertumbuhan sektor perumahan dan industri turunannya di Indonesia. Ketidakpastian perekonomian global akibat perang dagang hingga dampak dari penyebaran Covid-19 membuat pertumbuhan sektor ini tidak maksimal.

    Para pelaku di segmen industri perumahan juga mengungkapkan Covid-19 menghantam sektor properti. Pendapatan bisnis sektor properti di era New Normal bahkan hanya mencapai 50% dari masa normal.

    Hal ini disampaikan Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida. Menurutnya, hanya sektor rumah subsidi saja yang masih bergerak dan mendapat stimulus pemerintah. Sebaliknya, sektor non-subsidi, menurut Totok, perlu mendapatkan relaksasi mengingat kewajiban para pengembang tetap dijalankan.

    “Kami berharap pemerintah dapat menerapkan kebijakan yang extraordinary khususnya bagi sektor properti. Beberapa relaksasi yang diperlukan untuk sektor perbankan, tenaga kerja, pajak, retribusi, perizinan, dan energi,” jelas Totok.

    Sejalan, Ketua DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah menuturkan industri perumahan menciptakan lapangan kerja padat karya. “Sehingga kami perlu kepastian berusaha di industri properti terutama di era New Normal ini.”

    Selain kepastian berusaha, penurunan daya beli masyarakat sebagai dampak dari penyebaran Covid-19 pun menghantui sektor industri perumahan. “Sebagai pelaku usaha, kami perlu mitigasi bersama sehingga beban finansial yang timbul akibat pandemi ini dapat ditanggung bersama oleh pihak terkait di ekosistem perumahan,” ujar Ketua Umum Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himpera) Harry Endang K.

    Endang melanjutkan meski berbagai tantangan tersebut menekan pertumbuhan industri perumahan, namun optimisme sektor perumahan dapat mendongkrak PEN tetap menyala. “Sebab masih banyak peluang dari sektor ini yang mampu memberikan dampak berlipat bagi ekonomi Indonesia,” pungkasnya. (*)

  • Dongkrak Pasar Perumahan, SMF Dan BTN Kolaborasi

    JAKARTA,KORIDOR–PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF kembali alirkan dana pinjaman refinancing untuk PT Bank BTN (Persero) guna pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Khususnya KPR Subsidi Program Sejuta Rumah. Pinjaman sebesar Rp850 Miliar tersebut merupakan bagian dari kolaborasi SMF dan BTN dalam mendorong percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, khususnya di  sektor perumahan.

    “Kami berharap refinancing ini dapat memicu para penyalur KPR untuk memaksimalkan kemampuannya dalam mendorong pertumbuhan kredit yang tengah terkena dampak pandemi Covid-19. Hal ini merupakan bagian dari kontribusi SMF dan BTN dalam mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional yang dicanangkan oleh Pemerintah,”kata Direktur Utama SMF, Ananta Wiyogo.

    Perjanjian refinancing itu dilakukan oleh Direktur SMF, Heliantopo dan Direktur Finance, Planning, & Treasury Bank BTN Nixon L.P. Napitupulu. Disaksikan oleh Direktur Utama SMF, Ananta Wiyogo dan Direktur Utama Bank BTN, Pahala Nugraha Mansury, di Kantor SMF, Grha SMF, Jakarta (14/7/2020).

    Lebih lanjut Ananta mengatakan bahwa refinancing diharapkan menjadi salah satu katalis yang dapat mendorong pertumbuhan kredit perbankan yang sejalan dan beriringan dengan Program Pemrintah dalam memulihkan kondisi ekonomi nasional. Sekaligus bentuk dari dukungan SMF dalam mendorong peningkatan likuiditas bank penyalur KPR, khususnya Bank BTN agar dapat terus terjaga. Dan

    Senada dengan itu Direktur Utama Bank BTN, Pahala Nugraha Mansury mengatakan berharap kerja sama ini dapat menjadi stimulus tambahan dari yang sudah Bank BTN lakukan untuk mendukung PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) melalui sektor properti agar 170 lebih industri turutannya ikut bergerak dalam masa pandemic covid-19.

    Lebih lanjut Pahala mengatakan bahwa Bank BTN ingin bersama SMF  ke depan dapat melakukan kerjasama lagi yang lebih baik dan bermanfaat untuk mendukung pemerintah terutama dalam membantu bagaimana masyarakat punya rumah dari hasil kerjasama BTN dengan SMF.  Kolaborasi Bank BTN dengan SMF terkait pinjaman menurut Pahala sudah berjalan sejak tahun 2011. Dalam kesempatan yang sama SMF dan Bank BTN juga tengah menjajaki potensi pembiayaan Syariah.

    Dengan penyaluran pinjaman sebesar Rp 850 miliar ini, maka total penyaluran pinjaman yang disalurkan oleh SMF kepada BTN baik dalam bentuk refinancing dan FLPP untuk konvensional dan syariah sepanjang di tahun 2020 ini sebesar Rp4,850 triliun. Rincian pembiayaan tersebut diantaranya sebesar Rp3,850 triliun sebagai refinancing KPR dan Rp 999,5 Miliar untuk program KPR FLPP dengan nilai outstanding masing-masing per 14 Juli 2020 adalah sebesar Rp19,164triliun dan Rp3,222T.

     

     

  • Asyik Nih, Beli Rumah Bebas Uang Muka dari BNI Syariah

    JAKARTA, KORIDOR – Bank BNI Syariah meluncurkan Program Tunjuk Rumah BNI Griya iB Hasanah bebas uang muka atau DP nol persen untuk mempermudah masyarakat yang ingin memiliki rumah di masa pandemi.

    Menurut Direktur Bisnis Ritel dan Jaringan BNI Syariah, Iwan Abdi, program tersebut hanya dapat diikuti oleh nasabah dengan penghasilan tetap (fixed income) seperti karyawan BUMN/ BUMD (beserta anak perusahaannya), TNI, Polri, regulator (BI, OJK, KPK) dan dokter.

    “Program ini untuk pembelian rumah baru, apartemen baru pada developer baik yang sudah maupun yang belum bekerjasama dengan BNI Syariah,” kata Iwan.

    Khusus pembelian rumah  ke developer yang belum melakukan kerjasama dengan BNI Syariah, dia menyebutkan kondisi rumah harus sudah ready stock, memiliki sertifikat dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sudah pecah per unit (split).

    Periode Program Tunjuk Rumah dengan bebas uang muka atau DP nol persen ini berakhir pada Desember 2020, karena program ini menggunakan tarif khusus sehingga periode penjualan dibatasi oleh ketersediaan kuota.

    Iwan melihat antusiasme cabang dan tingginya permintaan calon nasabah KPR BNI Syariah terkait program ini. Dengan program KPR Bebas Uang Muka diharapkan bisa ikut mendorong pemulihan pasar properti secara nasional.

    Kelebihan program KPR Bebas Uang Muka di BNI Syariah adalah adanya prinsip 5B (baca : Lima Bebas) yaitu nasabah bebas administrasi untuk akad Murabahah, bebas provisi, bebas appraisal, bebas penalti, dan bebas gharar. Selain kelebihan lainnya berupa perasaan tentram dan tenang karena sesuai prinsip syariah. Saat ini BNI Syariah sudah bekerjasama dengan lebih dari 1.000 developer seluruh Indonesia.

    BNI Syariah menargetkan volume transaksi Rp 300 miliar atau 1.000 nasabah untuk program Tunjuk Rumah BNI Griya iB Hasanah dengan bebas uang muka tersebut hingga akhir 2020. Diharapkan program ini dapat berkontribusi sebesar 20% dari target bisnis pembiayaan perumahan secara keseluruhan sampai dengan akhir tahun ini.

    Untuk mencapai target tersebut BNI Syariah sudah menyiapkan beberapa strategi diantaranya adalah sosialisasi kepada developer rekanan BNI Syariah, melakukan strategi marketing baik offline maupun online dan berpartisipasi di acara event/kegiatan terkait griya.

    Hingga Maret 2020, outstanding pembiayaan KPR BNI Syariah yaitu BNI Griya iB Hasanah berada di posisi Rp13,58 triliun dengan pertumbuhan 11,86% year on year.

     

     

     

  • Pagebluk, Debitur MBR Dag, Dig, Dug

    JAKARTA,KORIDOR—Lima bank nasional tetap optimistis menyalurkan dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di tengah pandemi virus korona (covid-19). Salah satunya, Bank Negara Indonesia (BNI). Sepanjang semester I- 2020 BNI telah menyalurkan KPR FLPP sebanyak 7.364 unit dengan nilai sebesar Rp749,9 miliar.

     Namun, BNI mengaku semester II akan lebih selektif dalam menerima calon debitur FLPP. Calon debitur yang dipilih yang memiliki penghasilan tetap dan tidak terkena dampak covid-19.

    “Dengan kondisi pandemi covid-19 ini kami lebih selektif lagi dalam menerima calon debitur FLPP. Kami mengutamakan MBR dengan penghasilan yang tidak terkena dampak covid 19,” ujar Pemimpin Kelompok Divisi Penjualan Konsumer BNI, Dewi Julianti.

    Seperti diketahui BNI tahun ini menargetkan penyaluran KPR FLPP sebesar Rp1,2 triliun untuk 12 ribu unit rumah. Naik bila dibandingkan dengan tahun lalu diangka 10.000 an unit. BNI tahun lalu juga meminta tambahan kuota, tapi terkendala anggaran FLPP yang disediakan pemerintah.

    Sementara itu, Head of Subsidized Mortgage Lending Division BTN Mochamad Yut Penta mengusulkan agar indikator penilaian pencapaian target FLPP diharapkan dapat disesuaikan dengan realisasi yang ada di bank.

    Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) mengadakan pertemuan video conference bersama bank pelaksana yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yaitu BTN, BTN Syariah, BNI, BRI, dan Mandiri.

    Kelima bank nasional tersebut mengusulkan agar PPDPP dapat melakukan penyesuaian jadwal evaluasi terhadap bank pelaksana mengingat kondisi pandemi covid 19 yang terjadi saat ini.

     Pada semester II-2020, PPDPP akan melihat kembali efektifitas kuota dana FLPP yang telah disebar di seluruh bank pelaksana. Bank dengan kinerja lebih bagus berhak untuk mendapatkan peralihan kuota dari bank yang kinerjanya kurang bagus.

     “Kami selalu melakukan evaluasi penyesuaian kuota secara berkala,” ujar Direktur Utama PPDPP Arief Sabaruddin.

    Dalam melakukan penilaian dan evaluasi terhadap bank pelaksana, PPDPP melihat dari beberapa aspek, yaitu aspek kinerja realisasi dana FLPP (50 persen), aspek kinerja operasional bank (25 persen) dan aspek kinerja keuangan bank (25 persen).

    Sementara itu, beberapa asosiasi pengembang menyampaikan usulan untuk penambahan kuota bagi bank pelaksana dan adanya program migrasi dari bank pelaksana jika FLPP habis otomatis akan disalurkan ke Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), serta adanya relaksasi bagi pengembang terkait dengan pandemi covid-19.

  • Pembiayaan Perumahan Indonesia Dikritik Bank Dunia

    JAKARTA, KORIDOR – Bank Dunia (World Bank) menyebutkan Indonesia telah membuat kemajuan dalam mencapai target pembangunan perumahan dan mengurangi jumlah rumah tidak layak huni. Namun secara kepenghunian rumah masih belum sesuai harapan.

    Bank Dunia dalam laporannya menyoroti skema subsidi bagi perumahan yang digunakan Pemerintah Indonesia untuk memenuhi target kepemilikan rumah antara lain Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Subsidi Selisih Bunga (SSB). Lembaga keuangan itu menganggap FLPP dan SSB tidak efisien dalam hal biaya di muka dan utang di masa depan.

    Disebutkan bahwa skema-skema tersebut menguntungkan bank dan pengembang daripada konsumen, dan membuat hengkangnya sektor swasta.

    Inefisiensi pun terjadi pada penyaluran subsidi melalui Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang memberikan hibah kepada 40 persen rumah tangga termiskin untuk meningkatkan kualitas rumah tidak layak huni.

    Di laporan itu, Bank Dunia menuding skema FLPP dan SSB bersifat regresif, tidak tepat sasaran, dan mudah mengalami kebocoran. Subsidi perumahan juga tidak efektif dalam memenuhi tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) dalam menyediakan rumah yang inklusif, aman, dan memadai bagi semua kalangan karena kelemahan dalam kualitas bangunan, desain program, dan lemahnya penegakan pedoman program.

    Dao Harrison, Senior Housing Specialist di Bank Dunia mengatakan walaupun subsidi kredit pemilikan rumah (KPR) telah membantu Pemerintah Indonesia untuk mencapai target kuantitatifnya, namun subsidi tersebut memakan biaya yang mahal dan kemungkinan tidak berkelanjutan dalam jangka panjang, menciptakan utang jangka panjang, dan risiko tingkat bunga.

    “Oleh karena itu, Bank Dunia memiliki beberapa rekomendasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas subsidi perumahan,” kata Dao.

    Secara jangka pendek, Bank Dunia menyarankan pengalihan dana  ke subsidi yang lebih efisien, progresif, dan lebih tepat sasaran, sambil mengoptimalkan program-program subsidi saat ini untuk meningkatkan efisiensi dan kesetaraan; serta memastikan rumah bersubsidi memiliki kualitas konstruksi bangunan yang baik dan dibangun di daerah-daerah yang strategis dengan akses ke pelayanan dasar.

    Kemudian Pemerintah Indonesia juga disarankan dapat mengembangkan program subsidi keuangan mikro perumahan untuk membiayai perbaikan rumah dan perluasan rumah, serta mengembangkan Sistem Informasi Perumahan dan Real Estat (Housing and Real Estate Information System, HREIS) untuk meningkatkan proses perencanaan dalam mengelola pembangunan perumahan yang terjangkau.

    Sementara untuk jangka menengah, pemerintah diminta mengembangkan tipologi perumahan alternatif yang hemat biaya dan memenuhi beragam kebutuhan konsumen di daerah perkotaan; mendukung pengembangan perumahan yang terjangkau melalui kerangka Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) untuk mendukung akses ke lahan yang terjangkau dan berlokasi baik; dan mengembangkan kebijakan sewa sebagai solusi alternatif dan pragmatis untuk kepemilikan rumah.

    “Pemerintah Indonesia juga perlu mengkaji ulang dan merevisi kerangka kerja peraturan untuk dapat secara jelas menetapkan peran pemerintah daerah (Pemda) dalam menyediakan perumahan yang terjangkau, sambil membangun kapasitas mereka untuk melakukannya,” ujar Dao Harrison.

    Keterjangkauan Masyarakat

    Selama ini, Bank Dunia menyebutkan kalau keterjangkauan perumahan juga merupakan kendala utama di Indonesia. Hanya 20% rumah tangga terkaya yang mampu membeli rumah di pasar komersial formal, berdasarkan perkiraan biaya rumah rata-rata sebesar Rp440 juta (US$33.000).

    Sementara itu, sebanyak 261 rumah tangga di kelompok 40% pendapatan bagian tengah mampu membeli rumah formal yang sama hanya dengan subsidi pemerintah, sementara rumah tersebut tidak dapat diakses oleh rumah tangga di kelompok 40% terbawah.

    Tidak heran, Dao berharap agar Pemerintah Indonesia bisa menyediakan pembiayaan perumahan yang lebih hemat dan untuk jangka panjang, seperti menggencarkan program subsidi bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT) yang bekerjasama dengan Bank Dunia.

    Skema BP2BT mulai dikucurkan pada 2018. Bantuan ini meliputi uang muka KPR dengan jumlah bantuan progresif maksimum Rp 32,5 juta. Tidak seperti FLPP dan SSB yang memiliki tingkat suku bunga tetap sebesar 5%, bank yang berpartisipasi dalam BP2BT memiliki fleksibilitas untuk menetapkan tingkat suku bunga dan harus menggunakan 100% modal sendiri untuk mendanai KPR.

Back to top button