
JAKARTA, KORIDOR – Pandemi Covid-19 melanda dunia sejak awal 2020 memaksa perusahaan-perusahaan mengurangi aktivitas dan karyawan (masuk secara bergantian). Kebutuhan ruang kantor diseimbangkan dengan kebutuhan protokol kesehatan agar lingkungan kerja terjamin aman.
Pembatasan aktivitas dan karyawan diharapkan dapat menekan penyebaran virus corona yang kenal sangat mudah penularannya. Apalagi kenyataan di lapangan akhir-akhir perkantoran, khusus di DKI Jakart disinyalir banyak menyumbang kasus baru.
Keadaan seperti ini, menurut Laporan MarketBeat Cushman & Wakefield belum lama ini, membuka peluang bagi perusahaan yang menempati gedung perkantoran Grade A di CBD (Central Business District) untuk menegosiasikan penurunan harga sewa di awal, karena adanya pembatasan sosial di lingkungan kerja.
“Saat ini, merupakan kesempatan yang baik bagi beberapa perusahaan untuk mempertimbangkan berkantor di gedung perkantoran Grade A, dikarenakan situasi pasokan berlebih dan tekanan penurunan harga sewa yang masih terus berlanjut,” tutur Nonny Subeno, Executive Director, Commercial, Cushman & Wakefield, dalam siaran persnya.
Menurut Nonny, dalam kuartal 2 2020 hanya Lippo Thamrin (22.500m2), sebagai proyek perkantoran baru kedua di tahun ini, yang masuk sebagai pasokan baru pasar perkantoran CBD. Jumlah total pasokan baru yang diperkirakan akan selesai di tahun 2020 terkoreksi di 237.000m2 (dari proyeksi sebelumnya 320.000m2). Hal ini disebabkan oleh konstruksi yang mengalami penundaan lebih lanjut akibat pandemi COVID-19 yang masih berlangsung.
Sementara dari sisi permintaan, aktivitas penyewaan perkantoran tersendat dengan pertumbuhan yang tidak mengalami peningkatan selama April hingga Juni 2020 dengan kondisi pandemi COVID-19 yang memburuk dan pengurangan operasional kantor, serta pembatasan perjalanan yang diterapkan di Jakarta.
“Tidak ada transaksi baru yang terjadi pada hampir seluruh bangunan antara April dan Mei, walaupun beberapa peningkatan aktivitas mulai terlihat di bulan Juni dengan kenaikan permintaan untuk ruang kerja dengan luasan kecil (di bawah 200m2) dan lebih giatnya aktivitas inspeksi bangunan mengingat beberapa pembatasan operasional kantor mulai diringankan,” jelas Nonny.
Laporan itu juga menyebutkan, selain penyewaan ruang lebih dari 10.000m2 yang dilakukan oleh suatu perusahaan di bidang jasa, kontrak sewa baru masih tetap terbatas. Untuk pertama kalinya sejak krisis finansial Asia di 1999, tingkat serapan secara umum di kuartal 2 2020 tercatat negatif 44.300m2, menurunkan angka tingkat serapan bersih di tahun 2020 hingga saat ini mencapai negatif 12.700m2.
Pengurangan area kerja, relokasi, hingga penutupan kantor terlihat pada beberapa bangunan Grade B dan C, walaupun tingkat serapan bersih pada sektor Grade A masih tercatat positif. Hinga akhir Juni 2020, tingkat hunian perkantoran CBD Jakarta secara umum untuk seluruh grade mengalami penurunan ke 74.2%, dengan perkantoran Grade B mengalami penurunan paling tajam untuk tingkat hunian pada kuartal ini sebesar 5.3%, menjadi 70.7%.
Penurunan harga sewa
Harga sewa dasar dalam Rupiah mengalami penurunan sebesar 5.5% dari kuartal sebelumnya menjadi Rp198.900,00 per meter persegi per bulan. Sementara itu, harga sewa yang sama dalam Dolar AS menunjukkan peningkatan sebesar 8.1% yang disebabkan oleh penguatan Rupiah yang signifikan (sebesar +14.4%) pada kuartal ini.
Banyak penyewa yang mencari potongan atau pengurangan harga sewa terkait aktivitas bisnis mereka yang sedang melambat. Dengan berlanjutnya tingkat hunian yang rendah, beberapa pemilik bangunan telah bersiap untuk memberikan pengurangan harga sewa sebesar 10% hingga 50% untuk para penyewa bangunan yang terdampak sangat besar oleh pandemi COVID-19, terutama pada penyewa ritel F&B pendukung yang terletak pada bangunan mereka.
Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang masih melambat sebagai dampak dari pandemi, perkantoran dengan lokasi dan biaya terjangkau, perampingan ruang, bahkan penutupan kantor diperkirakan akan menjadi tren pada pasar perkantoran CBD di kuartal ke depan.
Demikian pula dengan harga sewa kantor yang diproyeksikan untuk tetap menurun sejalan dengan permintaan yang melemah. Pemilik bangunan akan dihadapkan pada tantangan lebih besar selagi para penghuni kesulitan untuk membayar sewa hunian dan mengajukan penundaan pembayaran maupun pemotongan biaya sewa dan service charge. Rencana relokasi ‘pipeline’ dan ekspansi secara besar kemungkinan akan mengalami penundaan.
Penulis : Erlan Kallo