Aktual

  • FOTILE Respon Kebiasaan Baru Masyarakat terhadap Peralatan Dapur Sehat

    TANGERANG, KORIDOR – Pandemi Covid-19 telah mendorong perubahan perilaku dan kebiasaan masyarakat menjadi lebih mengutamakan kebersihan dan kesehatan, termasuk kebersihan makanan yang disajikan untuk keluarganya. Hal itu mendorong masyarakat lebih memilih untuk memasak makanan sendiri di rumah sehingga lebih terjamin kebersihannya.

    Direktur FOTILE Indonesia Sun Ling mengungkapkan di saat pandemi seperti sekarang ini membuat orang memilih masak makanan sendiri di rumah. Makanan lebih sehat, menjadi pilihan utama dan ini sekaligus menuntut dapur yang sehat sehingga penghuni rumah merasa lebih nyaman. Merespon perubahan kebiasaan masyarakat itu, menurut Sun Ling, FOTILE meluncurkan produk terbaru yang selaras dengan kebiasaan masyarakat saat ini.

    FOTILE, merek global premium asal China untuk produk-produk kitchen appliances melalui i PT FOTILE Electrical Appliance Indonesia (FOTILE Indonesia) belum lama ini telah memperkenalkan produk terbarunya, FOTILE Cooker Hood FOTILE W Series EMS9028 (EMS9028) dengan inovasi terbaru di teknologi suction plate fitrasi asap terbaru mengantikan filter jarring pada cooker hood traditional. Dengan membawa Tagline “Revolution From the Filter”.

    “Baru sedikit yang menyadari bahwa asap dapur (hasil proses pembakaran/masak) jika tidak ditangani dengan baik bisa menjadi sumber penyakit seperti kanker. Hal tersebut disebabkan asap pada saat pengolahan masakan mengandung lebih dari 300 jenis zat berbahaya termasuk Dini trosopi perazine (DNP), salah satu zat penyebab kanker paru – paru.” Jelas Sun Ling, dalam peluncuran produk terbaru tersebut, baru-baru ini.

    Ditambahkan, FOTILE EMS9028 akan meningkatkan pengalaman memasak didapur dengan clean air tech. Sehingga tercipta kebahagiaan dan menambah kesehatan setiap keluarga karena mampu menyerap zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, terbebas dari tetesan minyak dan tanpa terganggu suara bising dari sistem penghisapan. Sesuai dengan tagline FOTILE yakni, Happiness Starts in Your Kitchen. 

    FOTILE EMS9028 merupakan varian terbaru  FOTILE W Series yang merupakan satu – satunya pelopor (First Brand Technology) suction plate untuk cooker hood. Terobosan dari konsep desain tradisional yang menggunakan filter jarring dan menciptakan daya hisap yang terbaik.

    Inovasi terbaru yang disematkan pada EMS9028 antara lain, 1) Strong Suction Technology, dimana memiliki mesin silent impeller sehingga suara lebih senyap (patented Nautilius Air Passageway); 2) Easy Cleaning & Easy Remove Design; dan 3) Smart Function (Stir Fry Mode: opsi ekstrasi asap dengan daya penghisapan tertinggi yang akan berguna pada saat menggoreng makanan, dan Delay OFF Function: opsi penunda waktu pemadaman fungsi hisap ketika dimatikan untuk memperpanjang waktu pembuangan asap, menjaga dapur lebih bersih untuk waktu yang lebih lama.

    “Inovasi dan desain merupakan kekuatan FOTILE, Sejak FOTILE diluncurkan pertama kali pada 1996, FOTILE telah memiliki lebih dari 2.900 hak paten kitchen appliances dan memenangkan lebihdari 40 penghargaan desain Internasional. Berbekal keunggulan tersebut, kami yakin FOTILE akan menjadi pilihan konsumen di Indonesia dan menjadi salah-satu pemain utama dipasar kitchen appliances, khususnya cooker hood dan kompor,” papar Sun Ling.

    Terlebih, berdasarkan survei ritel oleh Bank Central, meskipun indeks penjualan ritel mencatat kontraksi sebesar 0,8% secara tahunan (yoy) pada Februari 2020, segmen makanan, minuman, dan tembakau serta peralatan rumah tangga lain mencatatkan pertumbuhan positif, masing – masing sebesar 3,2% dan 3,7% yoy. Hal ini mencerminkan prospek pada industri peralatan rumah tangga masih bertumbuh.

    Kerjasama dengan Mitra10

    Untuk memperkuat jaringan penjualan, FOTILE Indonesia telah bekerjasama dengan Mitra10. Setidaknya 35 toko Mitra10 yang tersebar di Jabodetabek, Karawang, Cirebon, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Bali, Lampung, Palembang, Medan, Batam dan Makassar turut menjual produk – produk FOTILE.

    “Kemitraan ini tentu saja akan memperkuat jaringan penjualan kami, terlebih Mitra10 mempunyai target ekspansi yang agresif dari 35 toko menjadi 50 toko dalam waktu dekat, sehingga menjadi titik penjualan utama FOTILE di Indonesia, terutama di luar Jabodetabek,” ungkap Sun Ling.

    Indra Gunawan, Direktur Mitra10 mengatakan, pihaknya menyambut baik kerjasama ini. “Sudah menjadi janji dan tanggung jawab kami sebagai supermarket bahan bangunan terbesar dan terlengkap di Indonesia untuk selalu menyediakan berbagai produk berkualitas bagi pelanggan. Pastinya FOTILE satunya. FOTILE selalu hadir memberikan cooking solution bagi Anda dan kini tersedia di seluruh gerai Mitra10,” imbuh Indra.

    Selain itu produk FOTILE juga dipasarkan di toko elektronik  dan toko perlengkapan rumah tangga lainnya, FOTILE juga memiliki FOTILE Experience Center yang menempati bangunan seluas 1.500 m2. Showroom yang terdiri dari 3 lantai ini menampilkan produk – produk unggulan FOTILE sekaligus menjadi inspirasi bagi setiap keluarga dalam mendekorasi rumah, khususnya dapur dengan produk yang berkualitas, fungsional dan berdesain menarik.

    Untuk lebih mempermudah konsumen, FOTILE juga dipasarkan secara daring melalui market place terkemuka seperti LAZADA, Shopee, JDID dan Blibli. Dan guna meningkatkan pelayanan dan kepuasan konsumen di Indonesia, FOTILE memberikan garansi selama 10 tahun untuk motor range hood, dan service gratis 3 tahun untuk jasa dan komponen utama di seluruh produk FOTILE.

    “Meski pandemi, kami meyakini pasar kitchen appliances di Indonesia masih potensial. Terlebih trend disain hunian kini semakin kompak dan membutuhkan sirkulasi udara yang bagus agar tercipta hunian yang sehat dan memberikan kebahagiaan kepada setiap keluarga,” pungkas Sun Ling.

     

  • Sektor Pariwisata Diharapkan Mampu Dorong Geliat Ekonomi Nasional

    JAKARTA, KORIDOR – Kegiatan pariwisata dan ekonomi kreatif dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat di berbagai daerah di Tanah Air diharapkan dapat mendorong kembali geliat ekonomi nasional yang terdampak besar akibat pandemi Covid-19.

    Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengatakan, Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan terbaru mencatat ekonomi nasional pada triwulan II 2020 mengalami kontraksi negatif 5,32 persen (YoY). Kontraksi terdalam dialami sektor transportasi dan pergudangan yang terkontraksi 30,84 persen. Penurunan terbesar kedua dialami sektor jasa akomodasi dan makanan dan minuman yang mengalami kontraksi sebesar 22,31 persen.

    “Penyebabnya adalah terhentinya pergerakan manusia  akibat pandemi yang membuat masyarakat lebih banyak beraktivitas di rumah. Selain itu juga banyak ditutupnya tempat rekreasi dan hiburan yang berimbas pada menurunnya tingkat hunian kamar hotel serta restoran. Sehingga dampaknya pada sektor pendukung pariwisata dan ekonomi kreatif seperti transportasi cukup besar,” kata Wishnutama, baru-baru ini.

    Namun ungkap dia, sejak kebijakan pelonggaran PSBB diberlakukan oleh beberapa pemerintah daerah, perlahan geliat ekonomi nasional mulai bergerak. Terakhir, Pemerintah Provinsi Bali telah membuka kembali sektor pariwisata untuk wisatawan nusantara.

    Wishnutama berharap kegiatan pariwisata dapat kembali mendorong perekonomian nasional. Namun dia mengingatkan penerapan protokol kesehatan menjadi syarat mutlak yang harus diperhatikan dalam hal tersebut. Tidak hanya bagi masyarakat, tapi juga para pelaku usaha di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

    “Kami telah menginisiasi kampanye InDOnesia CARE, yaitu strategi komunikasi untuk membangun kepercayaan publik dan membuktikan bahwa semua tempat usaha sektor parekraf telah mengutamakan prinsip-prinsip kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan lestari bagi konsumennya,” kata Menteri Wishnutama.

    Sementara bagi sektor industri, pemerintah menggulirkan berbagai kebijakan dan fasilitasi stimulus fiskal dan nonfiskal pelaku usaha parekraf dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Diantaranya mendorong pelaku parekraf untuk memanfaatkan dana talangan yang disalurkan melalui Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara).

    Yang terbaru, pemerintah memberikan penjaminan kepada korporasi padat karya yang dilakukan melalui penyediaan fasilitas penjaminan sehingga perbankan dapat menambah exposure kredit modal kerja kepada pelaku usaha di sektor prioritas. Salah satunya adalah pariwisata yakni hotel dan restoran.

    “Kemenparekraf tidak bisa bekerja sendirian menghadapi segala dampak yang timbul dari pandemi ini. Perlu ada usaha Bersama dengan kolaborasi baik antara pemerintah, industri, serta masyarakat,” kata dia.

    Sebelumnya Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II 2020 yang terkontraksi sebesar minus 5,32 persen adalah yang terendah sejak 1999.

    “Melacak kembali pertumbuhan ekonomi dalam triwulanan, kontraksi 53,2 persen ini terendah sejak triwulan 1 tahun 1999 yang mengalami kontraksi minus 6,13 persen,” kata Suhariyanto.

    Kendati demikian, ia mengajak semua pihak membangun optimisme bahwa triwulan III tahun 2020 geliat ekonomi akan membaik. Sejak adanya relaksasi PSBB di awal Juni 2020 dan seterusnya sudah terjadi geliat ekonomi meskipun masih jauh untuk kembali normal.

     

     

  • Banyak Kendala di Lapangan, Kejagung Akan Kawal Proses Perizinan Rumah MBR

    JAKARTA, KORIDOR– Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menandatangani fakta integritas untuk pengawalan dan pengamanan penyelenggaraan perizinan pembangunan rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di seluruh Indonesia. Langkah ini dimaksudkan untuk mempercepat program penyediaan rumah rakyat.

    Penandatanganan fakta integritas dilakukan Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida dan Kejaksaan Agung RI yang diwakili Direktur Pengamanan Pembangunan Strategis, Idianto, di Gedung Kejagung RI Jakarta, Kamis (6/8/2020).

    Turut mendampingi Totok Lusida, antara lain Sekjen DPP REI Amran Nukman HD, Wakil Ketua Umum Koordinator DPP REI bidang Perumahan Subsidi dan Aparatur Pemerintahan Moerod, serta Wakil Ketua Umum Koordinator DPP REI bidang Properti Komersial dan Hubungan Kelembagaan Raymond Arfandy.

    Ditegaskan Idianto, program perumahan bersubsidi merupakan proyek strategis nasional yang menggunakan dana negara dan diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Sesuai tugas dan fungsi Kejaksaan Agung RI untuk mengawal dan mengamankan penggunaan uang negara, maka langkah pengawalan dianggap perlu untuk memastikan sampai ke tujuan yakni masyarakat berpenghasilan rendah.

    “Kenapa rumah rakyat? karena di sini ada penggunaan uang negara, sehingga kita wajib mengawal proyek ini supaya bisa berjalan secara baik dan semestinya, termasuk menangkal berbagai potensi ancaman terhadap program pemerintah tersebut,” ujar dia.

    Kejaksaan Agung mengaku sudah mendapatkan laporan dari pengembang khususnya REI terkait hambatan perizinan pembangunan rumah subsidi di sejumlah daerah. Misalnya ada yang sudah mengajukan izin pembangunan rumah subsidi hampir beberapa tahun tetapi izin tidak dikeluarkan. Padahal, kata Idianto, kendala perizinan seharusnya tidak terjadi, mengingat program pembangunan rumah bersubsidi bagi MBR sudah diatur dalam banyak peraturan.

    Antara lain Undang-Undang No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Peraturan Pemerintah No 64 tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan MBR, Instruksi Presiden No 5 tahun 2016 tentang Pemberian Pengurangan atau Pembebasan BPHTB dan Retribusi IMB untuk Rumah MBR, termasuk Surat Edaran Kejagung RI tentang Pengamanan Pembangunan Rumah MBR.

    “Aturan sudah banyak sekali supaya diberi kemudahan perizinan untuk pembangunan rumah MBR. Tetapi justru di daerah tidak dijalankan. Makanya nanti setelah ada laporan dimana saja terjadi hambatan dari REI,Kejagung akan turun ke lapanganuntuk melakukan pengecekan, penangkalan bahkan mungkin sanksi penindakan. Pelaksanaannya kalau tidak terjangkau dari pusat, bisa saja nanti melibatkan Kejati atau Kejari,” tegas Idianto.

    Dia berharap dengan adanya fakta integritas ini  semua permasalahan di lapangan yang menghambat pembangunan rumah rakyat bisa teratasi, dan pengembang dapat melakukan pembangunan dengan lebih cepat, lebih bermutu dan tentunya lebih tepat sasaran. Fakta integritas juga akan mengikat semua pihak termasuk pengembang untuk tidak menyimpang dari aturan hukum yang ada.

    “Kejaksaan Agung merespon positif niat baik dan komitmen REI untuk bekerja secara benar dan tidak menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku. Saya kira ini patut diapresiasi,” kata Idianto.

    Perizinan Lebih Cepat

    Totok Lusida pun menyampaikan respek terhadap inisiatif Kejagung RI sebagai pengawal penegak hukum di Tanah Air untuk mengawal proses perizinan di sektor properti khususnya perumahan subsidi untuk MBR. Diakui masalah perizinan masih menjadi hambatan utama yang terjadi di hampir semua daerah.  Lama waktu pengurusan perizinan dari awal hingga selesai rata-rata bisa mencapai dua tahun.

    Ditambahkan, selama ini hampir 90%(pembangunan rumah MBR) pasti menghadapikendala, bahkan kadang alasan yang disampaikan aneh dan tidak masuk akal. Padahal PP 64 tahun 2016 yang menegaskan pemberian kemudahan perizinan untuk rumah MBR sudah empat tahun berjalan, namun hampir tidak ada daerah yang menerapkannya.

    Dengan adanya pengawalan dari Kejaksaan Agung ini, proses perizinan untuk pembangunan rumah MBR diharapkan lebih cepat dari yang selama ini terjadi.

    Demikian juga dengan instruksi presiden yang telah menurunkan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), tetapi sudah empat tahun berlaku masih minim sekali daerah yang melakukannya.

    “Banyak sekali peraturan daerah yang sepertinya bertentangan dengan aturanpusat, sehingga dalam istilah kita ada banyak raja-raja kecil di daerah. Kadang yang di pusat sudah putih warnanya, tetapi di daerah justru berubah menjadi abu-abu bahkan hitam,” ungkap pengusaha properti asal Jawa Timur itu.

    Menurut Totok, mungkin ini pertama kalinya di Indonesia ada bidang usaha yang khusus dikawal supaya tidak ada terjadi tindak pidana.Namun di sisi lain, pengawalan ini juga menuntut pengembang anggota REI agar menerapkan prosedur yang benar, dan tidak melakukan cara-cara yang melanggar hukum.

    Dengan adanya pengawalan dari Kejaksaan Agung ini, proses perizinan untuk pembangunan rumah MBR diharapkan lebih cepat dari yang selama ini terjadi. Merujuk proses perizinan rumah subsidi di Kalimantan Barat yang dikawal Kejaksaan setempat, Totok berharap perizinan rumah MBRdapat selesai dalam waktu 10 hari. (*)

  • Permintaan Turun, Saatnya Negosiasi Harga Sewa Kantor di Kawasan CBD Grade A

    JAKARTA, KORIDOR – Pandemi Covid-19 melanda dunia sejak awal 2020 memaksa perusahaan-perusahaan mengurangi aktivitas dan karyawan (masuk secara bergantian). Kebutuhan ruang kantor diseimbangkan dengan kebutuhan protokol kesehatan agar lingkungan kerja terjamin aman.

    Pembatasan aktivitas dan karyawan diharapkan dapat menekan penyebaran virus corona yang kenal sangat mudah penularannya. Apalagi kenyataan di lapangan akhir-akhir perkantoran, khusus di DKI Jakart disinyalir banyak menyumbang kasus baru.

    Keadaan seperti ini, menurut Laporan MarketBeat Cushman & Wakefield belum lama ini,  membuka peluang bagi perusahaan yang menempati gedung perkantoran Grade A di CBD (Central Business District) untuk menegosiasikan penurunan harga sewa di awal, karena adanya pembatasan sosial di lingkungan kerja.

    “Saat ini, merupakan kesempatan yang baik bagi beberapa perusahaan untuk mempertimbangkan berkantor di gedung perkantoran Grade A, dikarenakan situasi pasokan berlebih dan tekanan penurunan harga sewa yang masih terus berlanjut,” tutur Nonny Subeno, Executive Director, Commercial, Cushman & Wakefield, dalam siaran persnya.

    Menurut Nonny, dalam kuartal 2 2020 hanya Lippo Thamrin (22.500m2), sebagai proyek perkantoran baru kedua di tahun ini, yang masuk sebagai pasokan baru pasar perkantoran CBD. Jumlah total pasokan baru yang diperkirakan akan selesai di tahun 2020 terkoreksi di 237.000m2 (dari proyeksi sebelumnya 320.000m2). Hal ini disebabkan oleh konstruksi yang mengalami penundaan lebih lanjut akibat pandemi COVID-19 yang masih berlangsung.

    Sementara dari sisi permintaan, aktivitas penyewaan perkantoran tersendat dengan pertumbuhan yang tidak mengalami peningkatan selama April hingga Juni 2020 dengan kondisi pandemi COVID-19 yang memburuk dan pengurangan operasional kantor, serta pembatasan perjalanan yang diterapkan di Jakarta.

    “Tidak ada transaksi baru yang terjadi pada hampir seluruh bangunan antara April dan Mei, walaupun beberapa peningkatan aktivitas mulai terlihat di bulan Juni dengan kenaikan permintaan untuk ruang kerja dengan luasan kecil (di bawah 200m2) dan lebih giatnya aktivitas inspeksi bangunan mengingat beberapa pembatasan operasional kantor mulai diringankan,” jelas Nonny.

    Laporan itu juga menyebutkan, selain penyewaan ruang lebih dari 10.000m2 yang dilakukan oleh suatu perusahaan di bidang jasa, kontrak sewa baru masih tetap terbatas. Untuk pertama kalinya sejak krisis finansial Asia di 1999, tingkat serapan secara umum di kuartal 2 2020 tercatat negatif 44.300m2, menurunkan angka tingkat serapan bersih di tahun 2020 hingga saat ini mencapai negatif 12.700m2.

    Pengurangan area kerja, relokasi, hingga penutupan kantor terlihat pada beberapa bangunan Grade B dan C, walaupun tingkat serapan bersih pada sektor Grade A masih tercatat positif. Hinga akhir Juni 2020, tingkat hunian perkantoran CBD Jakarta secara umum untuk seluruh grade mengalami penurunan ke 74.2%, dengan perkantoran Grade B mengalami penurunan paling tajam untuk tingkat hunian pada kuartal ini sebesar 5.3%, menjadi 70.7%.

    Penurunan harga sewa

    Harga sewa dasar dalam Rupiah mengalami penurunan sebesar 5.5% dari kuartal sebelumnya menjadi Rp198.900,00 per meter persegi per bulan. Sementara itu, harga sewa yang sama dalam Dolar AS menunjukkan peningkatan sebesar 8.1% yang disebabkan oleh penguatan Rupiah yang signifikan (sebesar +14.4%) pada kuartal ini.

    Banyak penyewa yang mencari potongan atau pengurangan harga sewa terkait aktivitas bisnis mereka yang sedang melambat. Dengan berlanjutnya tingkat hunian yang rendah, beberapa pemilik bangunan telah bersiap untuk memberikan pengurangan harga sewa sebesar 10% hingga 50% untuk para penyewa bangunan yang terdampak sangat besar oleh pandemi COVID-19, terutama pada penyewa ritel F&B pendukung yang terletak pada bangunan mereka.

    Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang masih melambat sebagai dampak dari pandemi, perkantoran dengan lokasi dan biaya terjangkau, perampingan ruang, bahkan penutupan kantor diperkirakan akan menjadi tren pada pasar perkantoran CBD di kuartal ke depan.

    Demikian pula dengan harga sewa kantor yang diproyeksikan untuk tetap menurun sejalan dengan permintaan yang melemah. Pemilik bangunan akan dihadapkan pada tantangan lebih besar selagi para penghuni kesulitan untuk membayar sewa hunian dan mengajukan penundaan pembayaran maupun pemotongan biaya sewa dan service charge. Rencana relokasi ‘pipeline’ dan ekspansi secara besar kemungkinan akan mengalami penundaan.

    Penulis : Erlan Kallo

  • SiKasep Diakses 204.498 Calon Debitur Perumahan Subsidi

    JAKARTA,KORIDOR—Untuk terus meningkatkan layanan kepada masyarakat, Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) melakukan survei kepuasan masyarakat. Salah satunya melakukan peningkatan layanan melalui pengembangan teknologi. Aplikasi Sistem KPR Subsidi Perumahan alias SiKasep, misalnya.

    Tersaji data, dari 27.680 hit per Selasa (4/8) pukul 2.57 WIB sebanyak 16.601 hit atau sebesar 58, 02% menyatakan aplikasi SiKasep  sangat baik. ini, 9.686 hit menyatakan aplikasi ini baik atau sebesar 34,99%.

    Direktur Utama PPDPP, Arief Sabaruddin menyampaikan bahwa apa yang dilakukan PPDPP saat ini dan ke depan adalah untuk membangun layanan pembiayaan perumahan yang lebih baik.

    “Ke depan Kementerian PUPR akan memiliki big data yang tersaji di SiKasep. Baik dari sisi permintaan akan perumahan, dari sisi penyediaan perumahan, kuota bank dan sisi pemantauan terhadap kualitas rumah subsidi,” ungkapnya

    Aplikasi Sistem KPR Subsidi Perumahan alias SiKasep semenjak diluncurkan Desember tahun lalu, terus memperlihatkan perkembangan yang signifikan. Berdasarkan dashboard management control PPDPP per 4 Agustus 2020 pukul 11.16 WIB, tercatat telah diakses oleh 204.498 calon debitur perumahan subsidi.

    Dimana sebanyak 84.152 calon debitur sudah dinyatakan lolos subsidi checking,  12.704 calon debitur sudah dalam proses verifikasi dengan bank pelaksana, 769 calon debitur sudah dalam pengajuan dana FLPP dan 78.023 debitur sudah menerima dana FLPP.

    Pengguna SiKasep jika dilihat dari data yang ada, rata-rata per bulan dari Januari hingga Juli mencapai 31.195 user yang mendaftar. Kunjungan tertinggi terdapat pada bulan Januari 2020 mencapai 47.126 user yang mendaftar.

    Sementara itu realisasi FLPP per Selasa (4/8), PPDPP telah menyalurkan dana sebanyak Rp7,93 triliun untuk 78.251 unit rumah sehingga total penyaluran dari tahun 2010 hingga 2020 telah mencapai Rp52,30 triliun untuk 733.853 unit rumah.

    Penyaluran dana FLPP pada periode yang sama ini disalurkan tertinggi oleh BTN sebanyak 39.942 unit, dilanjutkan oleh BNI sebanyak 7.682 unit, BTN Syariah sebanyak 6.591 unit, BRI Syariah sebanyak 5.275 unit, BJB sebanyak 2.990 unit, BRI sebanyak 2.205 unit, Bank Mandiri sebanyak 1.415 unit, Bank NTB Syariah sebanyak 1.101 unit, Bank Artha Graha sebanyak 1.027 unit, Bank Sumselbabel sebanyak 991 unit dan sisanya disalurkan oleh bank pelaksana lainnya.

    Aspek Layanan PPDPP Raih Kategori Baik

    Sepanjang semester pertama tahun 2020, aspek layanan PPDPP berhasil mendapatkan prediket kategori baik oleh Kementerian Keuangan. Hasil penilaian kinerja layanan PPDPP untuk tahun 2020 sebesar 90,74 atau kategori AA (baik). Penilaian ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2019 sebesar 87,45 dengan kategori AA (baik) dan tahun 2018 sebesar 73,90 dengan kategori A.

    Kepala Biro Keuangan, Sekretariat Jenderal Kementerian PUPR, Budi Setiawan dalam pertemuan yang dilakukan bersama PPDPP akhir Juli 2020 menyatakan apresiasinya atas peningkatan layanan yang telah dilakukan.

    “Kami sangat menghargai capaian PPDPP dalam upayanya meningkatkan layanan kepada masyarakat, bank dan pengembang melalui pengembang teknologi salah satunya SiKasep,” ujar Budi menegaskan.

    Seperti diketahui, sejak tahun 2018, setiap tahunnya Kementerian Keuangan meminta kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Sekretariat Jenderal, Biro Keuangan untuk melakukan penilaian kinerja aspek layanan Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP).

    Seperti tahun sebelumnya, penilaian yang dilakukan pada tahun 2020 meliputi kinerja aspek layanan (mencakup penilaian kinerja aspek layanan pertumbuhan produktivitas layanan, efisiensi layanan, mutu dan pelayanan bagi masyarakat dan pengembangan organisasi dan pengelolaan SDM) dan  kinerja aspek keuangan meliputi rasio keuangan (mencakup rasio kas, rasio lancar, periode penagihan piutang, perputaran aset, imbalan atas aset, imbalan atas ekuitas dan rasio PNBP terhadap biaya operasi) dan kepatuhan pengelolaan keuangan ( mencakup rencana dan bisnis anggaran definitif, laporan keuangan berdasarkan SAK, surat perintah pengesahan pendapatan dan belanja BLU, tarif layanan, sistem akuntansi, persetujuan rekening dan SOP).

    Metode yang digunakan oleh Kementerian PUPR melalui pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pemantauan lapangan di empat kota, yaitu Samarinda, Kalimantan Timur, Palembang, Sumatera Selatan, Padang, Sumatera Barat dan Mataram, Nusa Tenggara Barat.

    Selain itu, Biro Keuangan juga melakukan kuisioner untuk tiga kelompok baik dari sisi kepatuhan Masyarakat Berpenghasilan rendah (MBR) sebanyak 124 responden, bank pelaksana (8 bank) dan pengembang (8 pengembang).  Sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan semua data terkait dari PPDPP.

     

     

     

     

  • Siap-Siap, 3.772 RTLH di Sumbar Segera di Bedah

    LIMA PULUH KOTA, KORIDOR– KEMENTERIAN PUPR melalui Direktorat Jenderal Perumahan menyalurkan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) sebanyak 3.772 unit rumah di 10 kabupaten/ kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Setiap rumah yang akan dibedah akan mendapatkan bantuan sebesar Rp 17,5 juta sehingga diharapkan dapat membantu masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

    “Program BSPS atau bedah rumah di Provinsi Sumatera Barat yang akan dilaksanakan Kementerian PUPR menyasar 3.772 unit rumah,” ujar Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Wilayah Sumatera III Zubaidi usai melakukan pemasangan peneng rumah penerima Program BSPS sekaligus serah terima upah pelaksanaan kegiatan BSPS Tahun 2020 di Nagari Tanjuang Gadang, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, beberapa waktu lalu.

    Pemerintah melalui Kementerian PUPR melakukan perbaikan rumah tidak layak huni melalui Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Lima Puluh Kota Sebanyak 180 unit rumah. Sebagai tanda bahwa rumah tersebut menerima bantuan Program BSPS, maka Kementerian PUPR akan menandai rumah tersebut dengan memasang peneng khusus.

    Tampak hadir dalam kegiatan pemasangan peneng ini Bupati Lima Puluh Kota Irfendi Arbi , Kepala Dinas Lingkungan Hidup Perumahan Permukiman Kabupaten Lima Puluh Kota Adel Nofiarman, Kepala Bidang Perumahan Rakyat dan Permukiman Kabupaten Lima Puluh Kota Bapak Endri Mulyadi, Camat Lareh Sago Halaban Bapak Eflizen, Wali Nagari Tanjuang Gadang Rilson Dt.Mangguang, Tenaga Ahli Perumahan Konsultan Manajemen Provinsi Sumatera Barat Yulda, Ketua Bamus Nagari Tanjuang Gadang, Wali Jorong, perwakilan Bank Nagari Cabang Kantor Kas Lareh Sago Halaban Datuak Jhon, Korfas dan Tenagq Fasilitatoe Lapangan (TFL) Program BSPS. Lima Puluh Kota.

    Kementerian PUPR, imbuhnya, berharap Program BSPS ini juga dapat menjadi roda penggerak perekonomian masyarakat di tingkat desa pada masa pandemi Covid-19. Masyarakat juga bisa mendapatkan lapangan pekerjaan sekaligus membangun rumahnya. Pogram BSPS ini bersifat sebagai stimulan atau pengungkit masyarakat.

    “Sumber utama pendanaan tetap ada pada pemilik rumah. Oleh karena itu, kegiatan ini membutuhkan dukungan keswadayaan dari penerima bantuan. Keswadayaan dapat berbentuk tabungan uang, bahan bangunan maupun dalam bentuk tenaga kerja dan gotong royong dengan lingkungan sekitar,” terangnya.

    Berdasarkan data yang ada, pemerintah pusat menyalurkan bantuan sebanyak 3.772 unit Rumah Swadaya yang tersebar di 10 kabupaten / kota di Provinsi Sumatera Barat antara lain Kabupaten Pesisir Selatan 325 unit, Kabupaten Sijunjung 313 unit, Kota Padang 122 unit, Kabupaten Pasaman 400 unit, Kabupaten Lima Puluh Kota 180 Unit, Kabupaten Agam 460 unit, Kabupaten Padang Pariaman 230 unit, Kabupaten Solok 942 unit, Kabupaten Tanah Datar 300 unit, dan Kabupaten Dharmasraya 500 unit.

    Untuk mendorong pelaksanaan Program BSPS di Provinsi Sumatera Barat agar terwujud rumah yang layak huni, pihaknya juga berharap kepada seluruh perangkat desa, mulai dari Kepala Desa bisa membimbing para Penerima Bantuan (PB) sehingga bantuan yang diterima dapat dimaksimalkan. Program BSPS merupakan bentuk keseriusan pemerintah pusat dalam menanggapi permasalahan rumah tidak layak huni di Provinsi Sumatera Barat.

    Masing-masing penerima Program BSPS akan mendapatkan bantuan dana stimulan sebesar Rp17,5 juta untuk meningkatkan kualitas rumah yang terdiri dari Rp 15 juta untuk bahan bangunan dan Rp 2,5 juta untuk upah tukang.

    “Program BSPS ini diberikan kepada masyarakat dalam bentuk bahan material dan upah tukang. Bantuan ini merupakan stimulus dan mungkin jumlah bantuannya tidak seberapa dibandingkan nilai keswadayaan masyarakat dan ini bisa menjadi pemacu bagi pemerintah daerah dan masyarakat untuk terus membangun rumah yang layak huni,” harapnya.

    Sementara itu Wali Nagari Tanjung Gadang Rilson Dt Mangguang dan Camat Lareh Sago Halaban Eflizen mengucapkan terimakasih kepada pemerintah dalam menyalurkan Program BSPS ini atas bantuan-bantuan yang sudah diberikan kepada masyarakat. Apalagi dalam kondisi anggaran daerah saat ini sudah direfokusing untuk kebutuhan Covid-19, sehingga adanya bantuan perumahan melalui Program BSPS ini jelas sangat membantu masyarakat kurang mampu di Nagari Tanjuang Gadang Kecamatan Lareh Sago Halaban dalam mendapatkan rumah layak huni dan mendapat lingkungan hidup yang sehat.

    “Kami berharap penambahan bantuan-bantuan perumahan untuk tahun berikutnya khusus untuk Kabupaten Lima Puluh Kota,” ujarnya.

    Salah seorang warga penerima bantuan BSPS Nurmiati mengaku sangat bersyukur mendapat bantuan bedah rumah ini. Menurutnya program ini sangat membantu masyarakat kurang mampu untuk memiliki rumah yang layak huni. Penghasilan keluarga yang tidak menentu membuat dirinya dan keluarganya tinggal di rumah dari bilik bambu.

    Nurmiati mangatakan bahwa dirinya mendapat pendampingan dari Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) dan dibantu tetangga secara bergorong royong dalam membangun rumahnya agar proses pembangunan rumah nya dapat berjalan dengan lancar. “Saya tidak pernah bermimpi bisa membangun rumah yang lebih layak. Tapi adanya Program BSPS ini membuat rumah saya sekarang lebih layak huni,” ujarnya. (*)

  • Penerapan Safe Settlement Efektif Hambat Covid-19

    JAKARTA, KORIDOR –  Di tengah penerapan adaptasi kebiasaan baru (new normal) saat pandemi masih menjadi ancaman, satu cara yang sangat efektif diterapkan adalah safe settlement yang merupakan konsep untuk membangun lingkungan yang sehat dengan melibatkan partisipasi aktif ekosistem sekitarnya.

    Inisiatif ini merupakan program yang bertumpu pada pendekatan kepada masyarakat dan dapat diterapkan di segala kawasan hunian baik perumahan menengah bawah maupun menengah atas.

    Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) sedang mengkaji penyesuaian apa yang perlu dilakukan pengembang dalam pengembangan hunian dan kawasan perumahan di tengah masa new normal akibat dampak penyebaran virus corona. Pengembang melihat adanya tren pergeseran minat konsumen dalam mencari hunian pasca mewabahnya Covid-19.

    “Kami dari REI memang tengah mempelajari dengan mendalam, penyesuaian apa saja yang penting sesuai kebutuhan di masa new normal baik untuk rumah murah, menengah, dan juga mewah,” ungkap Ignesjz Kemalawarta, Wakil Ketua Umum DPP REI bidang Perundang-Undangan dan Regulasi Properti dalam sebuah webinar, baru-baru ini.

    Menurut dia, saat ini sudah bukan seperti zaman dulu termasuk dalam hal desain rumah yang harus terus berevolusi. Pola tata ruang maupun bangunan ke depan diperkirakan akan menjadi lebih efisien dan terjadi ekstensifikasi. Apalagi, kata Ignesjz, saat ini sudah banyak pengembang dan desainer interior yang membuat desain rumah menyesuaikan konsep new normal.

    Konsep tersebut antara lain misalnya, ada pengembang yang sudah membuat desain rumah dengan powder room atau bagian rumah transisi di bagian depan, sehingga orang yang akan masuk rumah bisa langsung membersihkan diri sebelum masuk ke dalam rumah. Ke depan, kamar mandi juga bisa jadi tidak tertutup, namun terbuka seperti banyak kamar mandi konsep di Bali.

    Ignesjz menyebutkan saat ini tidak mungkin rumah dibangun dengan bentuk dan pola yang lama. Apalagi sekarang fungsi rumah dengan adanya kebiasaan work from home (WFH) memiliki fungsi yang lebih luas dari sebelumnya. Rumah bukan hanya akan menjadi tempat bekerja, tetapi juga tempat bersekolah. Nah, perubahan itu juga patut diantisipasi pengembang

     

    Ignesjz Kemalawarta

    “Selain kawasan hijau di rumah, ada tantangan yang besar pada industri Air Conditioner (AC) di kota-kota besar, antara lain bagaimana pabrikan memperbanyak produk AC yang hemat energi dan mampu menghambat penyebaran virus.

    Yang jelas, kata Ignesjz, Covid-19 menyadarkan semua pihak bahwa diperlukan konsep perencanaan, pengembangan dan pengelolaan perkotaan baru yang lebih sehat di masa depan, antara lain dengan menemukan solusi desain untuk bangunan individu dan lingkungan yang lebih luas agar memungkinan masyarakat bersosialisasi tanpa harus berdesakan.

    Dukung REI

    Di sisi lain, Susanto Samsudin, National Director Habitat for Humanity Indonesia mendukung upaya REI untuk melakukan kajian mengenai self settlement di tengah era new normal. Apalagi untuk mengurangi penularan virus covid-19, rumah menjadi vaksin.

    “Kalau pun permukiman penting, maka rumah adalah kuncinya. Apalagi untuk yang masih sendiri, rumah itu juga menjadi rumah sakit alias isolasi mandiri,” jelas Susanto dalam webinar yang sama.

    Menurut dia, pada masa new normal ini, sehat menjadi yang utama, sehingga di rumah harus memiliki ventilasi yang baik, kering, higienis, bersih, aman, dan tidak terkontaminasi. Sayangnya, di Indonesia banyak pemukiman padat, sehingga pekerjaan rumah pemerintah sungguh banyak untuk bisa menghalau virus ini.

    “Rumah kini menjadi lebih dari sekadar tempat berteduh, tetapi juga benteng perlindungan. Desain rumah yang tepat seperti ventilasi, pencahayaan, dan ruang yang cukup, serta akses sanitasi dan higienitas  akan mendukung kampanye  pola hidup bersih sehat,” ungkap Susanto.

    Sementara Advisor Kemitraan Habitat, Lana Winayanti menegaskan bahwa penerapan permukiman yang aman atau safe settlement sudah menjadi amanah SDGs, New Urban Agenda, dan UU No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

    Pengertian aman sangat luas  bisa dikaitkan dengan aman dari risiko bencana alam maupun bencana non-alam seperti wabah penyakit.

     

  • Rumah Adalah “Vaksin” Mengatasi Pandemi Covid-19

    JAKARTA, KORIDOR—Dampak pandemi Corona Viruses Desease 2019 (COVID-2019) berimplikasi pada penyesuaian pekerjaan dan pendanaan sektor perumahan (rakyat), permukiman dan pembangunan/pengembangan kawasan perkotaan. Pembangunan hunian skala kecil, menengah dan besar harus menyesuaikan pola kerja baru dengan mengadopsi protokol kesehatan.

    Akibatnya jelas akan mempengaruhi regulasi rantai pasok penyediaan perumahan terutama pada tahap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan (sisi suplai). Oleh karenanya diperlukan solusi dari berbagai stakeholder (pemerintah, pemda, perbankan, pengembang, konsultan/keahlian, dan lain-lain).

    Hal itu dijelaskan oleh Dadang Rukmana, Sekretaris Direktur Jenderal Perumahan  Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat  (Kementerian PUPR), mewakili Dirjen Perumahan Khalawi. AH, saat membuka seminar online, bertema: “Perencanaan Dan Pembangunan Perumahan Dan Permukiman Era Adaptasi Kebiasaan Baru (New Normal): Efisiensi Cost Melalui Teknik, Teknologi Dan Pemanfaatan Bahan Bangunan Strategis”, yang diselenggarakan oleh The HUD Institute, Rabu, 29/7.

    “Sektor perumahan perlu breakthrough (kebijakan kolaborasi yang inovatif) agar mampu beradaptasi di era baru ini. Misalnya terhadap persyaratan teknis hunian (landed dan vertical) yang ada saat ini. Peraturan teknis bangunan gedung, termasuk hunian, telah diatur sedemikian rupa. Tentunya perlu inovasi dan teknologi baru, sebagai upaya untuk menjaga ketahanan keluarga di masa pandemi,” terangnya.

    Sebagai upaya untuk menjawab tantangan menyediakan perumahan yang layak bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah Ke bawah, di masa pandemi maka perlu penyesuaian metode kerja dengan penggunaan teknologi mutakhir.

    “Tantangan bagi sektor perumahan adalah memaksimalkan lahan publik, memaksimalkan investasi swasta melalui KPBU (Kerjasama Pemerintah Badan Usaha,red) perumahan dan gagasan  standar desain rumah yang lebih adaptif pada kondisi darurat,” tambahnya.

    Pada kesempatan tersebut, Muhammad Joni, Sekretaris Umum The HUD Institute menyebut bahwa pandemi Covid-19 berimplikasi pada  perubahan signifikan, baik teknik, teknologi, konstruksi, disain, ME, electricity, arsitektur, bahkan pengelolaan, pemasaran, perlindungan konsumen, dan  inovasi skim pembiayaan. Baik properti komersial maupun Perumahan Rakyat.

    “Faktanya, Pandemi Covid-19, merubah perilaku manusia, dalam bergerak dan bertindak. Adanya kontras pola 60 persen Warga Jakarta Di Rumah (WJDR) vs Pola Nekat Buka Lapak (NBL). Kontras itu adalah Paradoks. Seperti paradoks pola 60 persen WJDR vs Pola NBL. Era Covid-19, rumah menjadi penting. Solusi penting mengatasi pendemi. Rumah adalah “vaksin” mengatasi pendemi Covid-19,” tambahnya.

    Dalam situasi dan konteks perumahan, yang dengan WFH diminta beraktivitas di rumah, namun dengan kondisi kepadatan (kerumunan) orang pada perumahan,  permukiman dengan kekumuhan dan masalah degeneratif perkotaan, menjadi fakta aktual yang menasihati pembuat kebijakan dan profesional urban planner menata ulang perkotaan: re-new urban development.

    Menurutnya, dalam perencanaan pembangunan, perumahan memiliki 2  prinsip: kelayakan (adequate) dan prinsip keterjangkauan (affordability). Keduanya bukan kontras, bukan paradoks, bukan dilema. Namun diikhtiarkan secara cermat dan cerdas sebagai sinergi prinsipil.

    “Apakah ada paradoks disain, konstruksi, teknologi, versus biaya? Bagaimana efisiensinya? Apakah ada paradoks kebiasaan baru dengan biaya meninggi?,”

    Mengatasi paradoks, jalan keluarnya adalah mengurangi unsur paradoksal. Salah satunya, efisiensi  biaya, dan disain produk yang fungsional. Demikian pula pasaran, tata kelola, skim pembiayaan, bahkan perlindungan konsumen. Lebih dari itu perubahan policy, regulasi, aturan, etik, dan seterusnya secata global menjadi Gand Reset.

    Selanjutnya Joni juga menyoroti soal Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Bangunan Gedung yang disinyalir sedang dipersiapkan secara senyap oleh Kementerian PUPR dalam upaya untuk menyesuaikan aturan dan kebijakan baru Pemerintah yaitu OMNIBUS LAW. Menurutnya apakah hal itu juga menjadi peluang bagi masyarakat untuk meminta kebijakan dalam mengadopsi protokol kesehatan dalam persyaratan teknis bangunan gedung terutama pada fungsi hunian (landed and vertical).

    Pada kesempatan yang sama, Zulfi Syarif Koto, Ketua Umum The HUD Institute, menyebutkan bahwa disituasi yang tidak biasa (extraordinary), setelah adanya Pandemik COVID-19 ini, perlu adanya inovasi dan perubahan tren dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman.

    “Kami berharap lembaga penyelenggaraan perumahan bisa mengantisipasi efek pandemi agar lebih optimal.  Sektor Perumahan berperan besar membuat negeri ini bisa keluar dari resesi. Karena itu kebijakannya juga harus mendukung dan mendorong sektor ini tumbuh,” ujarnya.

    Tidak semua hal harus diintervensi pemerintah. Namun, setidaknya ada tigal yang bisa dilakukan intervensi. Diantaranya adalah pertanahan, pembiayaan (pajak, retribusi dan lembaga penjaminan) dan daya cicil konsumen yang amblas di tengah pandemi.

    “Skema pembiayaan jangan dipaksakan untuk KPR semuanya. Di tengah daya beli menurun pikirkan skema yang sudah ada, tetapi belum jalan, yaitu sewa beli. Tinggal melengkapi aturan yang belum ada sehingga bisa direalisasikan dengan SOP yang lebih detil. Kan sudah ada KPBU perumahan, tetapi kenapa tidak juga pecah telor?,” kritik Zulfi.

    Ia melihat momentum pandemi dan hari perumahan nasional dijadikan konsolidasi bagi dua dirjen perumahan di kementerian PUPR, untuk konsolidasi diri agar lebih optimal.

    “Manfaatkan momentum hari perumahan nasional sebagai ajang sinergi dan konsolidasi mulai dari rantai pasok sampai ke penghunian. Negara harus hadir ketika rakyatnya kesulitan. Bukan membiarkan mereka berjuang sendiri menghadapi mekanisme pasar,” pungkasnya.

     

  • Asosiasi Bentuk Presidium Pengembang, Ada Apakah Gerangan?

    JAKARTA, KORIDOR —Sebanyak sembilan orang Ketua Umum Asosiasi Perumahan mendeklarasikan terbentuknya Presidium  Asosiasi Pengembang Nasional (PAPN). Kegiatan tersebut berlangsung di Rumah Ranadi, Kemang, Jakarta, hari ini, Selasa 29/7.

    Kegiatan itu dihadiri oleh para ketua umum asosiasi, selaku deklarator, serta perwakilan beberapa orang pengurus masing-masing asosiasi. Barkah Hidayat, Ketua Umum Pengembang Indonesia (PI) salah seorang deklarator PAPN mengklaim sudah mendapatkan dukungan dari 14 ketua umum organisasi pengembang. Namun karena terbentur persyaratan internal organisasi, maka baru 9 asosiasi yang secara tertulis bergabung.

    “Ke depan akan bertambah lagi. Prinsipnya PAPN ini inklusif, bukan ekslusif. Tidak melihat itu organisasi besar atau kecil, tetapi kontribusi pemikiran. Tujuan PAPN memberikan masukan, menjalin sinergi dan mencari solusi terbaik bersama dengan stakeholder agar sektor perumahan rakyat yang menjadi salah satu program kerja pemerintah berjalan secara efektif dan efisien di lapangan,” ujarnya.

    Gagasan Presidium Asosiasi ini lanjutnya merupakan ide lama yang terus menggelinding. Bermula dari keresahan para anggota dan pengurus asosiasi yang merasa seringkali tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan dan rapat yang dilakukan oleh stakeholders.

    “Kami merasa semua (asosiasi,red) bisa memberikan kontribusi dalam membangun perumahan rakyat. Untuk menyatukan Para Ketum bukanlah hal yang mudah. Karena pada awalnya ada yang memiliki persepsi berbeda. Namun Alhamdulillah saat ini sudah ada 9 ketua umum asosiasi yang sepakat deklarasi. Kami hitung dari asosiasi ini saja memiliki kontribusi di atas 50 persen anggota pengembang perumahan nasional,” tambah Muhammad Syawali, Ketua umum Asosiasi Pengembang dan Pemasar Rumah Nasional (Asprumnas), yang juga merupakan salah serorang deklarator.

    Meskipun asosiasi juga memperjuangkan regulasi dan persoalan teknis anggotanya, maka   presidium lebih menitik beratkan kepada regulasi. Karenanya lanjut Syawali untuk memaksimalkan peran tersebut, akan ada kelompok kerja yang akan memberi masukan untuk dibahas agar pembangunan perumahan MBR makin efektif dan efisien.

    “Dari sisi regulasi, pemerintah pusat dan daerah sering tidak singkron. Ada yang mendominasi dan punya kepentingan masing-masing. Presidium ini akan terus memberikan solusi soal pentingnya sinergi  pusat dan daerah dalam menekan angka backlog,” ujarnya.

    Deklarator lain, Anton R. Santoso, Ketua Umum  Perkumpulan Apersi, menjelaskan bahwa gagasan presidium merupakan upaya asosiasi untuk memperkuat posisinya, agar himbauan dan usulan pelaku usaha kepada pemerintah, perbankan dan mitra kerja lainnya, lebih didengar karena mempunyai kekuatan anggota yang lebih banyak.

    “Tetapi asosiasinya tetap harus berjalan pada rel-nya. Tugas presidium ini hanya menyampaikan kebijakan tidak menyentuh dapur masing-masing asosiasi,” cetusnya.

    Pada kesempatan berbeda, Endang Kawidjaja, Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himppera) mendukung terbentuknya presidium asosiasi pengembang perumahan ini.

    Ia berharap adanya presidium akan membuat perjuangan pelaku usaha kepada pemerintah, perbankan dan mitra kerja terkait lebih kompak dan kokoh mengawal isu-isu perumahan rakyat ke depan. Namun secara organisasi ia belum bisa memutuskan, Himppera akan bergabung atau tidak. Hal itu terkait dengan aturan internal organisasi Himperra yang butuh waktu dan proses untuk memutuskan dalam waktu cepat.

    Ke depan, dalam diskusi itu mengemuka beberapa hal yang menjadi program aksi dan akan disikapi keberadaannya oleh  presidium. Diantaranya adalah soal Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), yang harus didukung sekaligus dikawal agar manfaatnya lebih besar bagi MBR. Pembiayaan Perumahan untuk kelompok MBR non fixed income, pengawalan UU Cipta Kerja.

    Usulan terobosan soal regulasi layanan tambahan BPJS Tenaga Kerja untuk perumahan, Pembangunan perumahan bagi nelayan, percepatan layanan sertifikasi di tengah pandemi, Pemberdayaan Pemda dan Bank daerah dalam mengatasi backlog, serta skema Subsidi Selisih Bunga (SSB) yang tahun depan belum jelas masih ada atau tidak.

    Ke 9 ketua umum asosiasi yang melakukan Deklarasi itu adalah: Pengembang Indonesia (PI), Asosiasi Pengembang dan Pemasar Rumah Nasional (Asprumnas), Perkumpulan Apersi (Perkapersi ), Perkumpulan Wirausahawan Rumah Rakyat Nusantara (Perwiranusa), Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Indonesia (Asperi). Perkumpulan Pengembang Sukses Bersama (Perpesma), Asosiasi Property Indonesia (Pin). Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat (Ap2ersi),  Apersi Bersatu (AB)

     

  • Miris, Urusan Perumahan Rakyat Semakin Terabaikan

    JAKARTA, KORIDOR– Hampir setahun sudah masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo pereiode ke 2 berjalan. Namun hingga saat ini, kebijakan dan keberpihakan pemerintah dalam pengadaan perumahan bagi rakyat berpenghasilan rendah (MBR) belum juga terlihat.

    Parahnya lagi, industri perumahan khususnya perumahan rakyat menjadi semakin terpuruk, dampak badai Covid-19 yang menghantam dalam lima bulan belakangan ini. Di satu sisi pengembang kesulitan untuk berjualan, di sisi lain masyarakat MBR tidak memiliki daya untuk membeli unit rumah yang diimpikan.

    Kondisi ini tentu saja cukup menyesakkan. Di balik mimpi besar Indonesia menjadi negara maju pada 2045 yang diucapkan Jokowi dalam pidato perdana seusai dilantik menjadi Presiden, 20 Oktober 2019 lalu, politik perumahan seperti terlupakan. Di balik keseriusan Jokowi menggenjot pembangunan infrastruktur, ada potret yang memiriskan tentang kurangnya kesungguhan pemerintah membangun sektor perumahan.

    Eddy Ganefo, Praktisi Perumahan/Ketua Kehormatan DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi).

    Eddy Ganefo, Praktisi Perumahan yang Ketua Kehormatan DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mengungkapkan, perumahan rakyat atau rumah bagi MBR adalah satu sisi yang harus mendapat perhatian khusus dari segala pihak terutama dari pemerintah.

    “Artinya pemerintah harus hadir dalam merumahkan rakyatnya, karena itu merupakan hak asasi manusia. Tapi perhatian itu tidak terlihat sampai saat ini. Kondisi perumahan rakyat semakin diperparah dengan adanya hantaman dari wabah Korona yang menimpa dunia saat ini,” ujar Eddy.

    PU dan PR Harus Diperlakukan Sama

    Menurut Eddy, minimnya perhatian pemerintah terhadap perumahan rakyat sebetulnya mulai terlihat sejak penggabungan Kementerian Perumahan Rakyat dengan Kementerian PU. Padahal antara PU dan Pera harus diperlakukan sama.

    Selama enam tahun terakhir ini, urusan perumahan rakyat  terangkum dalam satu kementerian yang sama, yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

    Dalam perjalanannya jelas sekali ada ketimpangan perhatian terhadap keduanya. Urusan perumahan seolah hanya kegiatan tambahan di antara kesibukan kementerian itu mengurusi infrastruktur. “Terobosan tak tampak, yang muncul hanya keluhan, kendala, hambatan yang dari dulu itu-itu saja. Ini berbeda dengan era dimana perumahan memiliki Kementerian sendiri. Kebijakannya sudah bagus, baik untuk pengembang maupun untuk masyarakat MBR,” imbuhnya.

    Ia juga menambahkan, sebaiknya urusan perumahan rakyat dengan Pekerjaan Umum jangan disatukan, karena ke duanya sangat berbeda. “Pekerjaan Umum lebih banyak ke sisi ekonomi yang membutuhkan anggaran APBN yang besar, sementara perumahan lebih banyak sisi sosialnya. Perumahan lebih banyak kepada swadaya masyarakat atau pengembang untuk membangun perumahn mereka sendiri,” terangnya.

    Oleh karena itu menurut Eddy, perumahan Rakyat sudah semestinya mendapat perhatian khusus dengan adanya insentif, kelonggaran-kelongaran atau kemudahan dari sisi regulasi, diberikan subsidi yang besar, dan lain sebagainya. “Itu semua membutuhkan keseriusan dari Pemerintah. Jika tidak, dengan kondisi seperti sekarang, perumahan rakyat akan semakin tenggelam,” pungkasnya. (*)

Back to top button