AktualHeadlineTrending

Miris, Urusan Perumahan Rakyat Semakin Terabaikan

JAKARTA, KORIDOR– Hampir setahun sudah masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo pereiode ke 2 berjalan. Namun hingga saat ini, kebijakan dan keberpihakan pemerintah dalam pengadaan perumahan bagi rakyat berpenghasilan rendah (MBR) belum juga terlihat.

Parahnya lagi, industri perumahan khususnya perumahan rakyat menjadi semakin terpuruk, dampak badai Covid-19 yang menghantam dalam lima bulan belakangan ini. Di satu sisi pengembang kesulitan untuk berjualan, di sisi lain masyarakat MBR tidak memiliki daya untuk membeli unit rumah yang diimpikan.

Kondisi ini tentu saja cukup menyesakkan. Di balik mimpi besar Indonesia menjadi negara maju pada 2045 yang diucapkan Jokowi dalam pidato perdana seusai dilantik menjadi Presiden, 20 Oktober 2019 lalu, politik perumahan seperti terlupakan. Di balik keseriusan Jokowi menggenjot pembangunan infrastruktur, ada potret yang memiriskan tentang kurangnya kesungguhan pemerintah membangun sektor perumahan.

Eddy Ganefo, Praktisi Perumahan/Ketua Kehormatan DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi).

Eddy Ganefo, Praktisi Perumahan yang Ketua Kehormatan DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mengungkapkan, perumahan rakyat atau rumah bagi MBR adalah satu sisi yang harus mendapat perhatian khusus dari segala pihak terutama dari pemerintah.

“Artinya pemerintah harus hadir dalam merumahkan rakyatnya, karena itu merupakan hak asasi manusia. Tapi perhatian itu tidak terlihat sampai saat ini. Kondisi perumahan rakyat semakin diperparah dengan adanya hantaman dari wabah Korona yang menimpa dunia saat ini,” ujar Eddy.

PU dan PR Harus Diperlakukan Sama

Menurut Eddy, minimnya perhatian pemerintah terhadap perumahan rakyat sebetulnya mulai terlihat sejak penggabungan Kementerian Perumahan Rakyat dengan Kementerian PU. Padahal antara PU dan Pera harus diperlakukan sama.

Selama enam tahun terakhir ini, urusan perumahan rakyat  terangkum dalam satu kementerian yang sama, yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Dalam perjalanannya jelas sekali ada ketimpangan perhatian terhadap keduanya. Urusan perumahan seolah hanya kegiatan tambahan di antara kesibukan kementerian itu mengurusi infrastruktur. “Terobosan tak tampak, yang muncul hanya keluhan, kendala, hambatan yang dari dulu itu-itu saja. Ini berbeda dengan era dimana perumahan memiliki Kementerian sendiri. Kebijakannya sudah bagus, baik untuk pengembang maupun untuk masyarakat MBR,” imbuhnya.

Ia juga menambahkan, sebaiknya urusan perumahan rakyat dengan Pekerjaan Umum jangan disatukan, karena ke duanya sangat berbeda. “Pekerjaan Umum lebih banyak ke sisi ekonomi yang membutuhkan anggaran APBN yang besar, sementara perumahan lebih banyak sisi sosialnya. Perumahan lebih banyak kepada swadaya masyarakat atau pengembang untuk membangun perumahn mereka sendiri,” terangnya.

Oleh karena itu menurut Eddy, perumahan Rakyat sudah semestinya mendapat perhatian khusus dengan adanya insentif, kelonggaran-kelongaran atau kemudahan dari sisi regulasi, diberikan subsidi yang besar, dan lain sebagainya. “Itu semua membutuhkan keseriusan dari Pemerintah. Jika tidak, dengan kondisi seperti sekarang, perumahan rakyat akan semakin tenggelam,” pungkasnya. (*)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button