Jakarta,koridor—Menyikapi kehadiran Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), Ruslan Prijadi, tenaga pengajar dari Universitas Indonesia berpendapat segenap pemangku kepentingan Perumahan Rakyat harus melihat ke depan bagaimana menyusun indikator supaya peran, fungsi dan layanan BP Tapera bisa berjalan optimal ke depan.
Hal itu dilakukan dengan memberikan masukan terkait roadmap implementasi PP penyelenggaraan Tapera yang sudah diterbitkan pemerintah.
“Kita lihat roadmap BP Tapera untuk Program jangka pendek/menengah dan panjang. Mulai dari soal pemupukan dana, pengerahan dana dan pemanfaatan dana bagi calon penerima manfaat. Penerima Manfaat awal adalah ASN, Anggota TNI/POLRI. Lalu penerima manfaat yang lain bagaimana?,” ungkapnya, pada acara seminar online yang diselenggarakan The HUD Institute dengan tema: “Optimalisasi Peran, Fungsi & Pelayanan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP-TAPERA) Bagi Penerima Manfaat Paska Pandemik COVID-19”, Rabu, 24/6.
Ruslan juga mempertanyakan soal gaji penerima manfaat. Khususnya untuk ASN Rp4-8juta perbulan. Apakah benar? Karena untuk ASN golongan IVe, gajinya itu Rp5,9 juta/bulan.
“Jangan-jangan media yang salah kutip,” imbuhnya.
Ia juga mempertanyakan soal pengadaan lahan dan rumah MBR yang menurutnya harus diatur lebih lanjut oleh BP Tapera. Demikian dalam hal pemupukan dananya. Harus jelas, instrumen investasi seperti apa, profil dan manajemen risiko, serta benchmark yang digunakan.
Selanjutnya, Ruslan menyebut harus ada indikator keberhasilan BP Tapera itu. Untuk jangka pendek/menengah. Mulai dari pengalihan dana dari sumber dana yang lalu. Harus transparan dan tanpa gejolak. Serta janji untuk menjaga hak-hak peserta lama, kejelasan hak-hak dan keadilan bagi semua peserta, maupun janji dari skema pemupukan dana.
Sedangkan untuk indikator keberhasilan jangka panjang adalah soal kejelasan strategi integrasi dana tapera ke dana pembiayaan perumahan nasional. Dan milestone tahapan pencapaian penyediaan dana murah jangka panjang, baik dari sisi waktu, biaya dana.
Sebelumnya, Dr. Ir. Akbar Tandjung, Menteri Negara Perumahan Rakyat 1993-1998, founder dan deklarator The HUD Institute dalam kesempatan sebagai keynoted speaker menyampaikan pengalamannya.
“Sebagai Menteri Negara yang portopolionya mengurusi perumahan rakyat maka koordinasi menjadi paling saya pentingkan baik di pusat maupun daerah. Bahkan Presiden dalam merumuskan Keppres kepada Menteri Negara Perumahan Rakyat tugas dan wewenangnya mencakup pula mengkordinasikan Perumnas, REI, BTN, untuk memastikan pembangunan dan penyediaan perumahan diselenggarakan secara optimal”.
Sehingga pada masa itu lanjutnya pembangunan perumahan yang ditargetkan 500 ribu unit Rumah Sehat (RS)/ Rumah Sehat Sejahtera (RSS) dalam RPJM melampaui target pembangunan menjadi 600 ribu unit. Peranserta pihak pelaku usaha juga digiatkan dengan kebijakan Lingkungan Hunian Berimbang pola 1:3:6 dimana pelaku pembangunan yang membangun perumahan dengan pola 1 rumah mewah, 3 rumah menengah, 6 rumah sederhana–yang dimaksudkan bagi mendukung pemenuhan perumahan MBR.
Terkait dengan keberadaan BP Tapera maka sebagai institusi Dana Amanat, maka tantangan serius BP Tapera ke depan menurutnya adalah membangun kepercayaan publik, membangun sistem dan kultur yang sehat dengan menciptakan mekanisme yang partisipatif dalam tata kelola yang baik (Good Corporate Governance).
“BP Tapera harus membangun koordinasi dan kolaborasi dengan pihak-pihak berkepentingan (stakeholder) seperti Pemilik Dana (pekerja dan pemberi kerja), pelaku pembangunan, pemerintah daerah, lembaga pembiayaan, bank dan bank daerah, Perum Perumnas. Termasuk kelompok MBR dan konsumen serta lembaga masyarakat seperti halnya HUD Institute,” ucapnya.
Yang tidak dapat diabaikan lanjutnya adalah bagaimana BP Tapera melakukan transformasi kelembagaan termasuk BP Tapera dengan baik dan sempurna, juga penuntasan sekitar 300 ribu hak-hak pensiunan PNS yang sebelumnya diselenggarakan BP TAPERUM PNS.
“Di sisi lain BP Tapera tidak pula menunda pelayanan pembiayaan yang murah kepada MBR formal dan informal agar segera memperoleh rumah yang kayak dan terjangkau,” tambahnya.
Hal itu diperlukan dalam menjaring masukan, aspirasi dan pengalaman yang sangat berguna disumbangkan bagi BP Tapera yang dalam masa membangun sistem, mekanisme dan prosedur serta tata kelola yang baik, untuk membangun kepercayaan publik dan ketangguhan institusi BP Tapera yang didukung dengan mekanisme pengambilan keputusan yang berdasarkan kepada keterbukaan dan akuntabilitas sebagai modal utama membangun sistem pembiayaan perumahan rakyat.
Zulfi Syarif Koto, Ketua Umum The HUD Institute, menyebut, kepentingan soal Tapera itu sudah lama ditunggu. Ia menyebutkan untuk Perumahan Prajurit sudah dimulai pada tahun 1974 dan 1977. Perumahan PNS tahun 1993/94. Tabungan Perumahan Pekerja Perusahaan/TP3 diinisiasi tahun 1995. Tabungan Perumahan Rakyat yang terintegrasi di inisiasi tahun 2006. Dan terakhir KPR FLPP diinisiasi tahun 2010.
“Semua hal tersebut di atas bermaksud menghadirkan peran negara guna mengatasi kekurangan permasalahan pembiayaan dalam skala besar, murah dan berkelanjutan. Karena itu Tapera terkait langsung dengan hajat warkat dan menggunakan paradigma kerakyatan. Tapera itu menjadi penting dan sebaliknya tidak akan menjadi “bola panas” jika Tapera tak dikaitkan dengan rakyat,” pungkasnya.