Investasi Realestat Asia Pasifik Ambruk di Awal Tahun
/realestat asia pasifik/foto istimewa
Jakarta, Koridor – Investasi realestat komersial di Asia Pasifik cenderung melemah selama kuartal I-2020 di tengah wabah pandemic Covid-19. Dibandingkan kuartal yang sama tahun lalu, investasi realestat di kawasan ini anjlok hingga 26% pada kuartal I-2020. Kondisi tersebut berdampak pada aliran modal ke berbagai sektor industri realestat.
Berdasarkan laporan riset terbaru Jones Lang LaSalle (JLL) Global Capital Flows, volume transaksi realestat di Asia Pasifik turun menjadi US$ 34 miliar di kuartal I-2020.
China, Hongkong dan Singapura menjadi pasar yang paling terpengaruh di Asia Pasifik, dengan aktivitas investasi menurun setidaknya 60% dibanding tahun lalu. Sedangkan dampak paling kecil dirasakan oleh Korea Selatan dan Jepang, dimana kegiatan investasi tidak banyak berubah, bahkan sedikit lebih tinggi dibanding tahun lalu.
Stuart Crow, CEO Capital Markets, Asia Pasifik, JLL mengungkapkan penurunan volume transaksi Asia Pasifik di kuartal I tahun ini sebenarnya sudah diperkirakan sebelumnya, melihat dampak akibat penyebaran Covid-19 di hampir seluruh negara di kawasan itu.
Banyak investor telah menghentikan aktivitas bisnis karena kondisi ekonomi yang tidak menentu dan banyak kesepakatan bisnis yang terpengaruh. JLL melihat penurunan aktivitas ini masih akan berlanjut di kuartal I 2020. Meski volume perdagangan diprediksi berpotensi bangkit kembali dan menguat di paruh kedua tahun ini.
“Ada banyak investor bermodal besar menunggu peluang, dan kami pikir dislokasi di pasar akan menciptakan banyak kesepakatan pada sebagian besar sektor,” kata Stuart Crow dalam laporannya.
Ditambahkan, hampir semua sektor realestate komersial ddi Asia Pasifik dipengaruhi oleh Covid-19 pada kuartal pertama tahun ini, tentu dengan tingkat aliran investasi yang bervariasi dibanding tahun lalu.
Volume investasi ritel misalnya, mencatatkan kontraksi paling signifikan yakni turun 39% (year on year/YoY) karena penerapan lockdown dan penjagaan jarak aman di banyak wilayah. Sementara kebutuhan untuk aset perkantoran tetap tinggi bagi investor luar negeri dan domestik, namun volume turun 36% (YoY), sekalipun terjadi penjualan aset kantor berskala besar di China, Jepang, dan Korea Selatan.
Masih menurut riset JLL, kegiatan transaksi hotel berkurang sebesar 22% (YoY), namun sebagian diantaranya terbantu oleh penawaran tertentu yang diselesaikan pada awal kuartal di Jepang dan Korea Selatan. Lalu sektor industri dan logistik investasi adalah kelas aset yang paling tangguh di Asia Pasifik pada kuartal pertama, dengan pertumbuhan aktivitas mencapai 9% (YoY).
“Meski begitu, investor tetap tenang dan optimis, bahkan berkomitmen untuk memainkan peran yang lebih besar di pasar realestat Asia Pasifik dalam jangka panjang,” papar Crow.
Dampak keseluruhan dari wabah Covid-19 pada pasar investasi realestat diharapkan akan mulai terlihat lebih jelas pada kuartal II-2020 saat para investor fokus pada portofolio yang ada dan menggunakan waktu mereka untuk menunggu peluang yang tepat.
“Meski demikian, karena aktivitas bisnis di China secara bertahap kembali normal pada bulan Maret dan beberapa ekonomi di wilayah tersebut telah berhasil menghindari penutupan wilayah secara keseluruhan, kami percaya penurunan material tidak mungkin lebih rendah dari kuartal ini,” kata Regina Lim, Executive Director, Capital Markets Research, Asia Pasifik, JLL.
Turun Diatas 50%
Sementara data JLL per negara menyebutkan bahwa hampir seluruh negara utama di Asia Pasifik mengalami penurunan aktivitas transaksi realestat.
Di Australia misalnya volume transaksi menurun 28% (YoY). Pasar CBD Sydney dan Melbourne masih bertahan pada kuartal I-2020. Tetapi pasar investasi retail merosot tajam 78% per kuartal ketika penjualan properti besar ditunda atau dibatalkan karena kurangnya antusiasme terhadap properti pusat perbelanjaan.
Di China, kegiatan investasi pada kuartal I-2020 di daratan Tiongkok sangat terpengaruh, penurunan tercatat sebesar 62% (YoY). Selama kuartal itu, penanam modal banyak yang menunda investasi dan penjual banyak yang menangguhkan rencana penjualan.
“Namun, perusahaan domestik sudah mendominasi sebagian besar transaksi aset perkantoran, terutama di Shanghai, untuk kepentingan para pemilik,” kata Lim.
Di Hongkong, total volume transaksi di kuartal pertama menurun 74% (YoY), dengan wabah Covid-19 yang memperparah masalah yang diakibatkan oleh keresahan sosial. Dalam situasi seperti ini, dikatakan ada transaksi-transaksi terbatas secara serentak dan jarak pemisah antara pembeli dan penjual tetap sangat lebar.
Sementara di Jepang, investasi realestat tetap tangguh, namun bergerak flat dibanding tahun lalu karena kesepakatan besar yang berasal dari luar negara membantu meredam dampak Covid-19. Kegiatan investasi kantor dan ritel menurun di kuartal I, sementara volume transaksi di sektor logistik, hotel, dan perumahan naik dibanding tahun lalu selama kuartal tersebut.
Negara kota Singapura memprediksi volume investasi anjlok 68% (YoY) ketika wabah membebani pasar. Ditambah dengan tidak adanya aset unggulan yang tersedia untuk dijual dan resiko resesi yang meningkat, investor menjadi lebih berhati-hati atau menghabiskan lebih banyak waktu untuk manajemen aset dan menunda penyebaran modal untuk saat ini.
Sedangkan di Korea Selatan, volume transaksi di kuartal I-2020 naik dengan pertumbuhan 33% (YoY). Menurut Lim, aliran modal yang sehat ke sektor perkantoran membantu pasar tetap tangguh selama ketidakpastian Covid-19, namun mengingat banyak kesepakatan yang ditransaksikan merupakan kelanjutan dari tahun lalu, maka volume kuartal tersebut mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan dampak yang sesungguhnya.
Bawa Pesan Positif
Sementara itu, Presiden FIABCI Asia Pasifik, Soelaeman Soemawinata menyarankan supaya seluruh pelaku usaha properti di seluruh dunia terus membawa pesan bahwa Covid-19 akan segera berakhir dan industri properti bakal kembali normal. Dia merujuk kepada kondisi di sejumlah negara yang sudah menuntaskan puncak pandemi yang propertinya mulai menggeliat seperti China dan Vietnam.
Ke depan, Eman (demikian dia akrab disapa) menyebutkan cara mengelola perusahaan properti harus berubah pasca pandemi ini melalui cara-cara yang mengedepankan cloud system (online-based) management.
“ASEAN harus memimpin dunia dengan bounce-back setelah corona virus ini. Pembicaraan hari ini harus mengarah kepada apa yang perlu dipersiapkan dalam waktu lockdown atau karantina yang terjadi sekarang,” papar Ketua Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) DPP Realestat Indonesia (REI) itu.
Digitalisasi usaha juga sangat penting dalam melewati krisis pandemi ini, sehingga digital marketing perlu lebih dioptimalkan.