JAKARTA—KORIDOR: VIRUS Covid-19 yang masuk ke Indonesia sejak awal Maret 2020 lalu semakin menghantam perekaonomian dunia termasuk Indonesia. Hampir disemua sektor saat ini merasakan dampak dari virus yang konon berasal dari Wuhan (China) tersebut. Parahnya lagi, bahkan hingga saat ini puncak maupun akhir dari pandemi Covid-19 di Indonesia masih samar, sehingga membuat kalangan pengusaha semakin gamang.
Dalam suatu kesempatan, Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani mengungkapkan kondisi pengusaha di tengah wabah corona yang makin meluas di Indonesia. Menurutnya, kondisi pengusaha saat ini tidak mudah dan semakin berat.
Rosan juga menilai di tengah wabah seperti ini semua industri ikut terkena dampak. Baik yang langsung maupun tidak langsung. “Kondisi pengusaha sekarang tidak mudah, berat. Kalau ditanya industri apa saja, saya katakan semua industri sudah terkena dampaknya, ” ujar Rosan.
Penilaian Rosan ini tentu sangat beralasan. Lihat saja sektor perhotelan misalnya. Akibat dampak dari Corona setidaknya hingga awal April 2020 ini sebanyak 826 hotel yang tersebar di seluruh Indonesia terpaksa menutup sementara operasionalnya.
Melansir detik.com Rabu (1/4), dengan kondisi tersebut, mau tidak mau para pengusaha hotel menerapkan cuti di luar tanggungan perusahan, unpaid leave, cuti yang tidak dibayarkan kepada ribuan karyawannya. “Kondisi ini harus dilakukan karena perusahaan tidak punya dana cash yang cukup,” ungkap Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani.
Kondisi yang tidak jauh berbeda juga dialami sektor properti. Asosiasi Pengusaha Realestat yang tergabung dalam Realstate Indonesia (REI) juga menyatakan kekhawatiran mereka akan perekonomian nasional ke depan khususnya sektor properti. “Beban yang dirasakan pengembang saat ini sangat berat. Karena itu kami berharap pemerintah terutama Kementerian PUPR memperhatikan betul kondisi ini. Pemerintah juga perlu lebih terbuka data bantuan dan mengcreate kondisi ini, sehingga dapat mengetahui kebijakan apa yang diperlukan,” ujar Totok Lusida, Ketua Umum DPP REI.
Totok juga menuturkan, Pelaku usaha sektor property nasional dipastikan akan mengajukan restrukturisasi kredit akibat terdampak pandemic Covid-19. “Saat ini kami sedang mendata jumlah anggota yang mengajukan rescheduling kreditnya. Data ini tentunya sangat penting bagi OJK agar dapat menentukan langkah berikutnya. Sedangkan bagi pengembang Anggota REI yang bermasalah untuk melakukan rescheduling, kita akan melakukan pendekatan lebih lanjut,” jelas Totok.
Pengusaha Lebih Mengutamakan Penyelamatan Karyawan
Senada dengan itu juga diungkapkan Junaidi Abdillah, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan Sederhana Indonesia (Apersi). Menurutnya kondisi saat ini pada semua sektor sangat berat. Dan harapannya perumahan yang masih bisa diandalkan untuk mendongkrak perekonomian. Tapi Ini perlu kerja keras semua pihak termasuk bagaimana memudahkan pelayanan dan kemudahan saat proses dan realisasi disaat wabah Covid-19 seperti ini.
“Saat ini cashflow operasional pengembang sangat sulit. Untuk operasional terutama gaji karyawan sangat tidak bisa ditunda, terkait bunga bank masih bisa kita diskusikan dengan pihak perbankan. Harapan pertama semoga pandemi covid -19 cepet berlalu yang kedua agar ekonomi tidak semakin parah industri perumahan harus dijaga dan dipertahankan. Selanjutnya agar realisasi KPR tetap berjalan, perbankan harus punya kreatifitas untuk tetap bisa menjalankan KPR,” terangnya.
Hervian Taher, Praktisi Bisnis Properti yang juga Wakil Ketua DPP REI mengatakan, pihaknya tidak bisa membanyangkan jika kondisi ini akan berlanjut pada dua atau tiga bulan ke depan.
“Kondisinya akan lebih berat berat lagi bagi kami sebagai pengembang. Sebentar lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, ini juga akan berpengaruh besar bagi pengembang. Kami harus menyelamatkan karyawan kami juga. Karena itu, perlu ada konsep stimulus ekonomi untuk restrukturisasi kredit, agar ekonomi bisa tetap berjalan,” harap Hervian.
Sementara itu di daerah, Ketua Kadin Jawa Tengah, Ali Abdul Rohman mengakui bahwa pandemic Covid-19 cukup berat memukul semua sector ekonomi di daerah. Pengusaha katanya dalam posisi serba sulit. Jika melakukan PHK maka harus memberikan pesangon sesuai aturan ketenagakerjaan. Padahal perusahaan lagi butuh cash flow. Sehingga jalan yang dilakukan adalah bernegosiasi dengan karyawan.
“Kalau disuruh memilih maka kami memilih menyelematkan SDM. Itu asset penting. Sedangkan untuk cashflow kami bias bernegosiasi dengan perbankan,” katanya.
Menunggu Aksi Nyata Pemerintah
Bank diharapkannya menunda penagihan kredit kepada pengusaha untuk waktu yang disepakati sehingga restruktrisasi bias diharapkan memperbaiki keadaan. Ia juga Meminta pemerintah tegas menerapkan aturan agar pandemic ini tidak terlalu lama dan dunia usaha kembali bergerak.
Endang Kawidjaya, pemiliki kelompok usaha Delta Group yang sebagian besar usahanya dalam bidang pengembangan perumahan bersubsidi menganggap bencana Covid-19 berat bagi sektor yang digelutinya karena padat modal dan menggunakan dana perbankan dalam pengembangan proyek.
Karena itu ia berharap layananperbankan memperlakukan aturan 60% dari kondisi normal. “Beri juga kesempatan pengusaha napas dulu. Sama-sama mengencangkan ikat pinggang kita. Sampai akhir tahun ini. Setelah itu saya yakin sejumlah stimulus yang diberikan mampu kembali menggerakkan bisnis. Roda usaha normal kembali,” tambahnya. Tentu dengan syarat, satu bulan kedepan wabah ini harus selesai.
Pengamat Ekonomi Prof.Dr. Hermanto Siregar menjelaskan, yang dibutuhkan saat ini adalah aksi nyata dari pemerintah. Salah satunya adalah stimulus yang sudah diberikan pemerintah untuk menggerakan ekonomi agar segera dapat diimplementasikan di lapangan.
“Sejumlah stimulus yang diberikan guna ‘mendoping’ dunian usaha di tengah pandemik Covid-19 sudah cukup baik. Justru yang perlu itu adalah rencana aksinya seperti apa. Apa upaya yang dilakukan agar stimulus yang diberikan efektif mendongkrak kembali ekonomi. Selama ini kan disitu kelemahan pemerintah itu, yakni ditingkat implementasi. Dan itu sebetulnya yang ditunggu pasar agar insentif yang diberikan efektif,” terangnya.
Untuk itu Ia mendesak kepada Pemerintah dalam hal ini OJK akan segera menterjemahkan Stimulus yg sudah diumumkan Presiden sebesar Rp 405 Triliun dalam bentuk Kebijakan Restrukturisasi Kredit oleh Perbankan Nasional untuk menghindarkan PHK Massal setelah Lebaran.
“Hal ini mendesak untuk dilakukan karena saat ini sudah lebih 1.100 Hotel yang sudah tutup dan merumahkan karyawannya, sesuai informasi dari PHRI. Paket Stimulus Rp 405 Triliun yang diumumkan Pemerintah akan tidak ada gunanya bila Perbankan terlambat melakukan Restrukturisasi Kredit,” kata Prof.Dr. Hermanto Siregar yang juga mantan Komisaris Bank BRI Tbk. itu.
Hermanto yang juga Rektor Perbanas Institute turut menambahkan, jika Pemerintah tidak secara cepat melakukan aksi nyata maka stimulus yang diberikan itu tinggal janji. Nasibnya akan sama dengan paket-paket kebijakan ekonomi sebelumnya yang minim agenda aksi.
“Apalagi pasar semakin sulit memprediksi kapan wabah ini akan berakhir. Sejauh ini belum ada kebijakan tegas dan efektif yang bisa menurunkan wabah. Kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSSB) yang dipilih pemerintah guna mengurangi wabah, dianggap pasar tidak efektif,” Pungkas Hermanto. (***)