KORIDOR.ONLINE,TANGSEL— Garis kebijakan politik-ekonomi pembangunan perumahan rakyat sebagai agenda besar nasional dan direktif konstitusional—walau terkadang keliru, dianggap urusan kecil dan pinggiran—memiliki karakter problematika. Berdimensi struktural, sistematis, lintas sektor dan skala kawasan. Termasuk pembiayaan perumahan rakyat, khususnya pembiayaan bagi MBR Non Formal
Pembiayaan perumahan MBR Non Formal masih tersisih dan tertinggal dalam target realisasi pembiayaan bersubsidi perumahan MBR, terutama kelompok MBR Desil 1 s/d.3. Perlu langkah nyata dalam bentuk kebijakan, instrumen, dan alokasi, guna mewujudkan kebijakan publik ekosistem pembiayaan mikro perumahan bagi MBR Non Formal. Dengan kerangka waktu (time-frame) yang terikat sebagai dokumen peta jalan (roadmap) ekosistem pembiayaan perumahan rakyat yang mengintegrasikan lembaga pembangunan dengan lembaga pembiayaan perumahan rakyat.
Hal itu di atas harus dilakukan agar tidak terjadi Darurat Pembiayaan Perumahan Rakyat khususnya bagi MBR Non Formal.
Itulah benang merah, catatan hasil Fokus Group Discussion bertema: “Mewujudkan Ekosistem Pembiayaan Mikro Perumahan Bagi MBR Non Formal: Konsep, Tantangan dan Agenda ke Depan” yang diselenggarakan oleh The HUD Institute, Rabu, 30 Maret 2022 secara hibrid (daring dan luring).
Adrinof A. Chaniago, Ketua Majelis Tinggi The HUD Institute dalam sambutannya menyebutkan bahwa untuk meluaskan kapasitas dan akses pembiayaan perumahan bagi MBR Non Formal, maka penting disegerakan langkah nyata. Perlu ide-ide dan gabungan gagasan lama dan baru, yang realistis
“Tentunya dengan tetap mencari kesamaan pandangan antarpemangku kepentingan. Pemerintah bisa memfasilitasi, memudahkan lembaga dan sumber dana Non APBN/APBD dari masyarakat, partisipasi dan kolaborasi dunia usaha/industri, dan sumber lainnya sehingga tercipta kewirausahaan sosial guna membangun pembiayaan perumahan bagi MBR non formal yang berkelanjutan,” ujarnya.
Herry Trisaputra Zuna, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan bahwa sebanyak 59,95% masyarakat bekerja pada sektor non formal. Sebanyak 74% diantaranya belum memiliki rumah. Sedangkan dari 26% yang sudah memiliki rumah, 87% diantaranya memerlukan perbaikan rumah. Sementara dari 74% yang belum memiliki rumah itu, sebanyak 41% diantaranya, ingin membangun rumah sendiri.
“Karena itulah pembiayaan Mikro Perumahan bagi MBR Non Formal merupakan tantangan yang serius ke depan. Bagaimana kita bisa membangun lewat skema program yang sudah ada dan terus dikembangkan. Jenis hunian juga perlu menjadi perhatian. Sementara itu urbanisasi yang semakin tinggi dan berpusat di kota juga harus diselesaikan biar tidak terjadi defocusing. Skema renovasi, membangun rumah secara bertahap dan rumah tumbuh adalah skema yang sudah berjalan yang perlu ditingkatkan.” ujarnya.
Perlu perangkat yang harus disiapkan, agar sektor non formal bisa masuk ke formal. Pilihan pembiayaan yang sudah ada harus terus dikembangkan namun jangan sampai bertabrakan satu sama lain.
“Segmentasi harus dirancang secara benar dan terstruktur. Sanitasi dan air minum yang sebelumnya minim perhatian, harus diprioritaskan atau diintergrasikan,” tegasnya.
Strategi penanganan penyediaan perumahan bagi masyarakat pekerja non formal selama ini yang sudah dilakukan pemerintah menurut Iwan Suprijanto, Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR adalah dengan pengembangan rumah umum sewa terjangkau bagi MBR di 10 kawasan metropolitan berupa hunian vertikal.
Kemudian penguatan kelembagaan rumah umum melalui BP3 dan Perumnas, mendorong KPBU, Peningkatan PSU, penyusunan regulasi Badan Pelaksanaan Rumah Umum, penyediaan voucher sewa perumahan umum bagi kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
“Tidak hanya sisi kebijakan, pemerintah sudah menyusun pembiayaan adaptif bagi MBR dengan membuat linkage program pembiayaan mikro UMKM dengan perumahan, memberdayakan dan menugaskan BTN, BRI, dan PNM untuk pembiayaan perumahan mikro,” lanjutnya
Nostra Tarigan, Deputi Komisioner BP Tapera bidang Hukum dan Administrasi menyebutkan selama periode 2010-2021 realisasi penyaluran dana FLPP, masih didominasi oleh pekerja formal (827.052 unit). Sementara pekerja non formal (meliputi petani, nelayan, wiraswata murni, dan pekerja sektor jasa lainnya) baru mencapai 116.527 unit. Sedangkan Bank penyalur FLPP terbesar untuk pekerja informal yaitu Bank BTN dan BTN Syariah, sebanyak 68.704 unit. Wilayah penyaluran FLPP terbesar untuk untuk pekerja informal yaitu di provinsi Jawa Barat sebanyak 24.516 unit.
BP Tapera sebagai katalis Pembiayaan Perumahan MBR Non Formal Lanjut Nostra memiliki beberapa program strategis. Diantaranya adalah: melakukan akuisisi peserta dan pengelolaan kepesertaan, pengumpulan dan pengembalian tabungan, pemetaan risiko serta menyiapkan produk pembiayaan perumahan bagi MBR non formal. BP Tapera juga menjadi central database terhadap peserta pekerja non formal dan menyalurkan pembiayaan perumahan kepada peserta dengan asas gotong royong.
“BP Tapera akan bekerjasama dengan program dari Kementerian, Lembaga, BUMN, Swasta serta Platform dan Komunitas untuk kolaborasi program dan data yang memungkinkan MBR non formal menjadi lebih mudah dijangkau serta membantu menekan risiko bagi perbankan. Dana Tapera yang ditempatkan di bank/ lembaga penyalur dapat disalurkan kepada MBR non formal dalam bentuk produk pembiayaan yang telah disesuaikan dengan karakteristik MBR,” tambahnya.