Ibu Kota Negara Baru, Apakabar?
JAKARTA,KORIDOR—Gara-gara pagebluk Covid-19, empat bulan lebih, pergunjingan soal ibukota negara baru itu mati suri. Hilang ditelan hiruk dan pikuknya persoalan wabah. Banyak pihak yang mengusulkan agar proyek tersebut ditunda, bahkan ada yang menyarankan dibatalkan agar pemerintah fokus untuk menanggulangi virus Corona. Lalu apakah megaproyek tersebut bakal terus lanjut?
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyebut bahwa hal itu merupakan kewenangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saya mohon maaf nggak bisa jawab. Tapi sampai sekarang belum ada rapat-rapat yang membicarakan tentang ibu kota baru tersebut. Belum ada rencana untuk membicarakan kelanjutan tentang ibu kota baru,” jelasnya.
Basuki juga menepis kabar jika pemerintah sudah menggelontorkan dana untuk proyek ibu kota di tengah pandemi COVID-19. Menteri PUPR menjelaskan bahwa pihaknya belum menganggarkan dana untuk proyek ibu kota baru, dalam hal ini pembangunan fisiknya. Terlebih payung hukum ibu kota baru belum rampung. Otomatis, lanjut dia tidak mungkin sudah ada dana yang dikeluarkan untuk tahap konstruksi.
Nasib RUU Ibukota Negara Baru
Sebetulnya aturan hukum terkait Rancangan undang-undang ibu kota negara nyaris rampung. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Suharso Manoarfa menyebut RUU tersebut akan terdiri dari 30 pasal.
Berdasarkan penelusuran koridor.online, ternyata ada 35 pasal dan dibagi dalam 10 bab. Beleid RUU tersebut antara lain membahas soal pengelolaan ibu kota negara sampai dengan struktur pemerintahan di ibu kota baru.
“Ya garis besarnya mengenai pengelolaan, strukturnya,” kata Suharso, pada acara diskusi soal pengelolaan lingkungan hidup di Ibukota Negara Baru, beberapa waktu lalu.
Mengingat pasalnya sedikit, Suharso memperkirakan pembahasan RUU tersebut bersama DPR tak akan membutuhkan waktu lama. Apalagi RUU tersebut telah masuk dalam program legislasi nasional atau prolegnas tahun 2020.
RUU juga menyinggung soal pembentukan lembaga otoritas Ibu Kota negara. Lembaga itu dipimpin oleh seorang kepala lembaga otorita Ibu Kota dengan kedudukan setingkat menteri. Tugasnya adalah mempersiapkan pembangunan ibu kota baru.
“Kira-kira menyerupai Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh-Nias,” kata Suharso. Lembaga tersebut hanya akan terbentuk hingga pembangunan ibu kota baru rampung. Setelah itu, perannya akan digantikan oleh pemerintahan yang dibentuk di provinsi ibu kota baru.