AktualHeadlineTrending

Pembeli Rumah Subsidi “Kesetrum” Listrik

Jakarta,Koridor—Di tengah wabah pandemi Covid-19, beberapa pengembang perumahan subsidi mengaku, konsumen kesulitan melakukan akad kredit dengan perbankan. Hal itu terkait belum tersedianya daya listrik di unit rumah yang akan diperjual belikan kepada konsumen.

“Dibeberapa daerah, kami masih mendapatkan keluhan dari anggota. Sebagian besarnya adalah  pengembang yang membangun perumahan bersubsidi. Ada bank yang enggan melakukan akad kredit dengan konsumen. Alasannya, unit rumah itu belum tersambung daya listrik,” terang Risma Gandhi, Sekretaris Jenderal Aliansi Pengembang Perumahan Nasional Jaya (AJ).

Padahal menurutnya, jaringan listrik perumahannya sudah terpasang. Bahkan sudah ada resi, bukti bayar dan pendaftaran pemasangan listrik. PLN beralasan karena hal teknis, distribusi material terhambat datang.

“Namun pihak perbankan belum bersedia (akad kredit-red). Akhirnya jadi kendala. Padahal anggota kami itu kebanyakan pengembang kecil. Mereka butuh casflow cepat,” keluhnya.

Terkait hal tersebut, asosiasi AJ, lanjut Risma, kemudian bersurat kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). AJ meminta kebijakan syarat dalam akad kredit subsidi. Salah satunya soal persyaratan ketersedian daya listrik.

Menjawab permintaan tersebut, Eko D. Heripoerwanto, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur  Pekerjaan Umum dan Perumahan, mengatakan bahwa jika listrik belum tersedia, maka perjanjian kredit/akad tetap bisa dilakukan.

Dengan ketentuan bahwa pengembang harus memberikan jaminan penyediaan listrik dalam waktu yang terukur dan menyediakan sumber listrik alternatif yang terpasang dan berfungsi dengan baik selama masa jaminan.

Eko dalam surat-nya juga meminta kepada pengembang agar berkoordinasi dengan instansi PLN. Mulai dari tahap perencanaan pembangunan perumahan.

“Pengembang diharapkan mulai dalam tahap perencanaan membangun rumah bagi MBR sudah memproses dan berkoordinasi dengan PLN dalam hal penyambungan jaringan listrik. Dengan demikian PLN dapat merencanakan penyediaan listrik untuk rumah yang sudah selesai dibangun para pengembang,” ungkapnya, seperti dikutip Indonesia Housing.

| Baca Juga:   Top! Backlog Kepemilikan Rumah Turun Menjadi 9,9 juta Unit

Perbaiki Pola Kemitraan

Pada kesempatan berbeda,  Dwi Nurcahya, Ketua Dewan Pengurus Daerah AJ, Kalimantan Tengah menyayangkan masih ada bank yang sepihak membatalkan akad kredit, karena hambatan daya listrik.

“Di daerah lain masih terjadi. Tetapi di Kalimantan akad kredit tetap bisa dilakukan. Yang penting di perumahan itu sudah ada jaringannya. Cukup menunjukkan bukti register di PLN. Walaupun listriknya belum terpasang, jika sudah teregister, akad tetap bisa dilakukan,” ungkapnya.

Biasanya dalam 1-2 bulan ke depan, PLN sudah pasang daya. Kalaupun tidak, maka selama setahun ke depan resiko, masih di pengembang. Mitigasi resikonya sudah sangat lengkap. Sehingga bank, katanya tidak perlu takut jika ada konsumen yang kemudian tidak mau mencicil angsurannya.

Bukan soal daya listrik saja yang dikeluhkan Direktur PT Citra Mandiri Dwi Pratama itu. Ia menyebut, ada bank penyalur utama KPR subsidi, yang sampai sekarang mempersyaratkan adanya berbagai dana ditahan (retensi). Jumlahnya bisa sampai Rp14 juta per unit rumah.

“Macam-macam bentuknya. Mulai dari dana tahanan sertifikat, listrik, sampai dana tahanan bestek. Seharusnya kalau parit dan jalan sudah ada, kenapa harus ada dana tahanan bestek. Logikanya, kalau ada (dana) tahanan bestek seharusnya kalau parit belum selesai, tetap bisa dilakukan akad kredit. Tetapi kan tidak,” keluhnya.

Apalagi, klaim dana yang ditahan tersebut menurutnya juga tidak gampang. Butuh berbagai syarat dan waktu yang lama. Misalnya, harus memperlihatkan bukti foto, satu-satu, per unit rumah. Padahal bagi pengembang kecil bersubsidi,  jumlah Rp14 juta/unit rumah, bukanlah nilai yang kecil.

“Ke depan, pola kemitraan pengembang dan perbankan, khususnya bank utama penyalur KPR bersubsidi seperti misalnya BTN, harus ditata ulang. Pelaku usaha itu mitra kerjanya bank dalam penyaluran kredit. Harus ada kesetaraan,” pungkasnya.

Erfendi

Penulis dan penikmat informasi terkait industri properti dan turunannya dengan pengalaman lebih dari 15 tahun. Email: exa_lin@yahoo.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button