Akibat Pandemi, Penjualan Rumah di Kalbar Anjlok 80%
JAKARTA, KORIDOR – Rumah segmen menengah atas di Kalimantan Barat (Kalbar) sudah lama vakum, sementara untuk tipe menengah hampir separuh dari proyek yang ada tersendat penjualannya. Kini akibat pandemi, rumah segmen bersubsidi pun ikut terpuruk.
Pada 2019, pembangunan dan penjualan rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kalbar anjlok hingga 50%. Tahun ini yang semula diharapkan pasar properti bisa lebih baik, justru pembangunan dan penjualan rumah bersubsidi diperkirakan bakal turun lagi lebih dalam hingga 80%.
Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Kalbar, Muhammad Isnaini mengungkapkan rumah segmen menengah atas di Kalbar sudah lama vakum, sementara untuk tipe menengah hampir separuh dari proyek yang ada tersendat penjualannya.
Sementara rumah subsidi yang menjadi tumpuan sejak tiga tahun terakhir, meski permintaannya masih bagus, namun terhambat karena masalah kuota FLPP sejak 2019. Kendala lain adalah masalah perizinan.
Dijelaskan Isnaini, di awal tahun ini ada beberapa daerah yang bermasalah dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sehingga menyulitkan pembangunan oleh pengembang. Namun hal ini sudah dapat diatasi meski setiap kasus diselesaikan dengan cara
yang berbeda.
“Selesai masalah IMB, realisasi di Maret cukup bagus. Namun kemudian muncul isu merebaknya wabah Covid-19, dan sampai sekarang pembangunan dan penjualan berjalan lamban,” keluh dia.
Meski Kalbar tidak memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), namun terjadi pembatasan di beberapa jalan protokol Kalbar sehingga kegiatan ekonomi ikut tersendat. Akibatnya, beberapa calon konsumen memutuskan untuk menunda membeli rumah.
“Kami mengadakan studi kecil-kecilan dan hasilnya semenjak Covid-19 jadi isu nasional, memang ada penurunan hingga 80% di Kalbar untuk segmen MBR karena pengetatan perbankan terhadap calon konsumen non-fixed income,” jelas Isnaini.
Banyak akad yang dilakukan pada Januari dan Februari 2020, mungkin baru dapat direalisasikan pada Juni ini. Bahkan, menurut dia, bank memberikan kriteria tertentu kepada debitur di tengah wabah ini, sehingga menghambat realisasi. Misalnya, BTN meminta calon debitur agar perusahaan mengunakan bank tersebut sebagai payroll.
Longgarkan PSBB
Ekonomi Kalbar juga makin terpukul karena Kalbar menjadi salah satu daerah yang sangat mengandalkan komoditas. Oleh karena itu, Isnaini sangat berharap pemerintah bisa segera melonggarkan PSBB setidaknya pada Juli, sehingga di Agustus dan September menjadi waktu untuk pemulihan dan bulan selanjutnya sudah bisa berlari kencang.
“Kalau Lebaran orang bisa menahan diri dan disiplin, seharusnya wabah ini mulai bisa teratasi termasuk juga di Kalbar,” harap Isnaini.
Namun kalau masyarakat tidak disipilin, maka bukan hanya sektor properti yang akan berdampak, namun berbagai usaha kecil sangat mungkin akan gulung tikar karena cash flow terganggu.
Anggota REI Kalbar sendiri untuk bisa bertahan meski sedikit ada yang memanfaatkan kemudahan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan ikut restrukturisasi.
“Yang lapor hanya delapan, namun nampaknya lebih dari itu dari 150 anggota REI Kalbar. Banyak yang malu kalau harus mengakui ikut restrukturisasi, padahal saat ini hal tersebut sangat lumrah,” ungkap Isnaini.
Meski tidak signifikan, Isnaini mengapresiasi kebijakan OJK tersebut. Dia justru mengusulkan agar perbankan bisa melonggarkan aturan-aturan di tengah situasi pandemi seperti ini. Sebagai masukan misalnya soal jaminan terutama bagi non-fixed income, diharapkan setidaknya mendapatkan empat kali angsuran di tabungan. Hal ini tengah dibahas antara DPP REI dan perbankan, terutama BTN.
“Sebab kalau terus mencari konsumen yang bukan non-fixed income sangat sedikit dan pengembang di Kalbar harus berebutan konsumen,” ungkap Isnaini.
Akibat pandemi, Kalbar yang biasanya menargetkan pembangunan rumah MBR hingga 6.000 unit, di tahun ini target pembangunan hanya dipatok sekitar 3.800 unit saja, bahkan masih mungkin untuk direvisi mengikuti situasi pasar dan kebijakan pemerintah.
Meski begitu, REI Kalbar terus berkoordinasi dengan perbankan sehingga bisa mencari jalan tengah dan gimmick terbaik, bukan hanya untuk sektor MBR namun juga untuk sektor komersial sehingga dapat bergerak kembali.
Semenjak tahun lalu, kata Isnaini, REI Kalbar sudah menyarankan perbankan untuk memberikan besaran bunga kredit yang sama dengan rumah MBR, atau memberikan subsidi bunga kepada konsumen rumah komersial di beberapa tahun pertama sehingga beban bunganya rendah.
Menurut Isnaini hal tersebut sangat diperlukan mengingat perekonomian global masih buruk, sementara properti tetap dibutuhkan dan bisnisnya tetap memiliki peluang yang besar.