Anggota DPR Adian Napitupulu Pertanyakan Dasar Polisi Panggil Pengembang
Pengembang rumah subsidi kini menghadapi stigma negatif, intimidasi, serta pemanggilan pemeriksaan yang tidak beralasan

JAKARTA, KORIDOR.ONLINE— Lima asosiasi pengembang perumahan yang memiliki kontribusi besar dalam pembangunan rumah subsidi, yakni Realestat Indonesia (REI), Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Nasional (Appernas Jaya), serta Asosiasi Pengembang dan Permukiman Nasional (Asprumnas), mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI di Gedung Nusantara 2 DPR RI.
Rapat yang dipimpin oleh Ketua BAM DPR RI, Netty Prasetyani, bersama Wakil Ketua Adian Napitupulu dan Cellica Nurrachadiana, membahas berbagai kendala yang dihadapi oleh pengembang perumahan subsidi. Salah satu permasalahan utama yang disampaikan adalah stigma negatif terhadap pengembang yang berdampak pada pemeriksaan tanpa dasar hukum yang jelas.

Menanggapi hal tersebut, Adian Napitupulu mengungkapkan kebingungannya terhadap tuduhan yang dialamatkan kepada pengembang rumah subsidi. Ia menegaskan bahwa negara harus berpegang pada dasar hukum yang jelas dalam menindak pelanggaran. Jika tidak ada pelanggaran terhadap kontrak atau hukum yang berlaku, maka stigma negatif serta pemeriksaan terhadap pengembang tidak dapat dibenarkan.
“Jika ada pelanggaran, tentu harus ditindak sesuai hukum. Namun, jika tidak ada dasar hukum yang jelas, maka pemeriksaan terhadap pengembang rumah subsidi menjadi tindakan yang tidak tepat,” tegas Adian.
Adian juga menyoroti dampak dari ketidakpastian hukum ini terhadap ekosistem perumahan. Jika permasalahan ini tidak segera diselesaikan, sekitar 10-12 juta pekerja di sektor ini terancam kehilangan mata pencaharian, dan lebih dari 185 usaha terkait bisa terkena dampaknya. Oleh karena itu, ia mendesak Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) serta Komisi V DPR RI untuk segera mengambil langkah konkret dalam menyelesaikan persoalan ini.
Pengembang Merasa Tidak Terlindungi
Ketua Umum REI, Joko Suranto, menyatakan bahwa pada awal pembentukan Kementerian PKP, para pengembang merasa optimis karena sektor perumahan akhirnya memiliki kementerian sendiri. Namun, dalam lima bulan terakhir, muncul berbagai permasalahan yang justru menghambat perkembangan sektor ini.
“Kami merasa seperti kehilangan perlindungan dari pemerintah. Pengembang rumah subsidi kini menghadapi stigma negatif, intimidasi, serta pemanggilan pemeriksaan yang tidak beralasan,” ujar Joko.
Kelima asosiasi pengembang menilai bahwa selama lima bulan kepemimpinan Menteri PKP Maruarar Sirait, Program 3 Juta Rumah belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Fokus pemerintah justru lebih banyak diarahkan pada pemeriksaan pengembang daripada percepatan realisasi program tersebut.
Joko juga menekankan bahwa industri perumahan telah memberikan kontribusi besar bagi negara, baik melalui pembayaran pajak maupun penyediaan fasilitas sosial dan umum yang diserahkan kepada pemerintah daerah. Namun, alih-alih mendapat dukungan, pengembang malah dituduh sebagai pihak yang melawan negara hanya karena mempertanyakan kebijakan pemerintah.
“Hanya karena menjelaskan bahwa pengembang rumah subsidi tidak menggunakan dana APBN, kami malah dicap melawan negara. Padahal, dalam sistem demokrasi, mempertanyakan kebijakan adalah hal yang wajar,” tambahnya.
Lebih lanjut, Joko menegaskan bahwa para pengembang tetap berkomitmen untuk menyediakan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dengan lebih dari 18 ribu pengembang yang terdaftar dalam Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang), sekitar 80% di antaranya adalah pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang bergantung pada keberlanjutan sektor perumahan.
“Kami berharap adanya kebijakan yang lebih kondusif dan mendukung keberlanjutan industri perumahan, mengingat sektor ini bukan hanya soal bisnis, tetapi juga menyangkut kehidupan jutaan pekerja,” pungkasnya.