Riset

  • Lima Gagasan HUD Institute Soal Pembiayaan Mikro Perumahan

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE— The Housing and Urban Development (HUD) Institute menyelenggarakan Fokus Group Discussion dengan tema: “Mewujudkan Ekosistem Pembiayaan Mikro Perumahan Bagi MBR Non Formal: Konsep, Tantangan dan Agenda ke Depan”. Kegiatan yang diikuti oleh para pemangku kepentingan perumahan dan kawasan permukiman  pada Rabu, 30 Maret 2022 secara hibrid (daring dan luring) itu, berhasil melahirkan beberapa gagasan yang terangkum dalam pokok-pokok pikiran. Berikut rangkumannya:

    1. Garis kebijakan politik-ekonomi pembangunan perumahan rakyat sebagai agenda besar nasional dan direktif-konstitusional –walau terkadang keliru dianggap urusan kecil dan pinggiran– memiliki karakter problematika  yang berdimensi struktural, sistematis, lintas sektor dan skala kawasan. Termasuk pembiayaan perumahan rakyat, khususnya pembiayaan bagi MBR Non Formal yang masih tersisih dan tertinggal dalam target realisasi pembiayaan bersubsidi perumahan MBR, terutama kelompok MBR Desil 1 s.d.3.
    2. Sehingga perlu langkah nyata (kebijakan, instrumen, alokasi) mewujudkan kebijakan publik ekosistem pembiayaan mikro perumahan bagi MBR Non Formal dengan kerangka waktu (time-frame) yang terikat sebagai dokumen peta jalan (roadmap) ekosistem pembiayaan perumahan rakyat yang mengintegrasikan lembaga pembangunan dengan lembaga pembiayaan perumahan rakyat (pemerintah cq.Ditjen Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan, Pemda, bank BUMN/D dan swasta, lembaga keuangan bukan bank, BP TAPERA, PT. SMF, PT.SMI, koperasi, wakaf, CSR/CSV.
    3. Untuk meluaskan kapasitas dan akses pembiayaan perumahan MBR Non Formal, penting disegerakan langkah nyata, pemodelan, dan piloting creative financing yang berbasis teknologi digital sebagai model bisnis yang mudah, cepat, accesable, aman, dengan NSPK teruji, yang menawarkan  kemanfataan dan kenyamanan layanan  guna  mewujudkan ekosistem Pembiayaan Mikro Perumahan bagi MBR Non Formal yang menangkis efek kesulitan pembiayaan perumahan MBR Non Formal. Langkah quick-win itu penting disukseskan untuk memicu bergeraknya  pengerahan, pengelola, pemanfaatan dana murah dan jangka panjang,  dengan melakukan mainstreaming, fasilitasi, memudahkan lembaga dan sumber dana Non APBN/ABPD dari masyarakat, partisipasi dan kolaborasi dunia usaha/ industri, koperasi, sumber dana karakatif (wakaf, CSR/CSV), dan sumber lainnya.
    4. Untuk menjawab target  RPJNM tahun 2024 yakni 70% penduduk Indonesia memiliki penghunian layak, dari kondisi 2019  baru  56,75%  yang memiliki rumah layak huni dan  populasi pekerja  non formal 57%,  dengan tantangan akses terbatas (limited  acces), tidak bankable (unbankable), kesenjangan sumberdaya (lack of recources), dengan persebaran MBR Formal dengan MBR Non Formal 1 : 10, juga aturan hukum tidak efektif (uneffectiveness of the law), dan  berbagai hambatan dan kesulitan yang membebani MBR di kawasan perkotaan, maka:    perlu langkah nyata, kebijakan, instrumen, dan melembagakan  Housing System For Sustainable Urbanization. Termasuk  efektifitas fungsi kelembagaan pembiayaan mikro perumahan MBR Non Formal yang mengelola dana murah dan jangka panjang ke dalam/ melalui BP3, Bank Tanah, Perum Perumnas,  BP TAPERA, PT. SMF, PT. SMI, lembaga pembiayaan bank BUMN/D dan bank swasta, lembaga  pembiayaan bukan bank,  yang dipatok untuk melonjakkan  persebaran  perumahan MBR Non Formal mencapai target RPJMN 2024.
    5. Untuk mengatasi masalah “permukaan” tingginya backlog, rumah tidak layak huni, kawasan kumuh, dan tentunya soal “mendasar” daya beli/ daya bayar-cicil MBR dengan intervensi khusus bagi MBR Non Formal, selain mewujudkan ekosistem pembiayaan perumahan MBR,  tidak efektif jika belum  mengintegrasikan  kebijakan dan  memprioritaskan ketersediaan tanah bagi perumahan rakyat (public housing) a.k.a  perumahan MBR Non Formal pada Badan Bank Tanah dengan menajamkannya sebagai  key performance indeks Badan Bank Tanah dalam dokumen rencana induk pengelolaan bank tanah yang diamanatkan Pasal 129 ayat (4) UU Cipta Kerja dan mengayakan turunannya dari Pasal 11 ayat (1) dan (2) PP Nomor 64 Tahun 2021.

     

  • Bersinergi, Asprumnas Siapkan Calon Pengusaha Properti Handal

    BANDUNG, KORIDOR—Asprumnas (Asosiasi Pengembang dan Pemasar Rumah Nasional) bersama dengan Pesantren Properti Sentolo, Kulon Progo Yogyakarta, terus bersinergi dan berkolaborasi menyelenggarakan berbagai kegiatan. Diantaranya menggandeng Universitas Indonesia Membangun (Inaba) Bandung, menyelenggarakan pelatiha terpadu menyiapkan tenaga profesional yang siap langsung terjun ke dunia usaha.

    “Kami bersama Universitas Inaba Bandung sepakat mencetak wiraswasta baru di dunia properti agar terampil dan masuk dunia kerja menjadi pengusaha yang handal. Asprumnas sebagai pelaku siap memfasilatasi kebutuhan dan membimbing mahasiswa yang ikut pelatihan,” ujarnya, beberapa waktu lalu dalam acara MoU Sinergi Asprumnas, . Pesanteren Property Sentolo dan Inaba di Bandung.

    Peran masing-masing dalam kesepakatan ini adalah: Universitas  Inaba, sebagai akademisi, dan  Pesanteren Property Sentolo sebagai Wadah Pelatihan Terpadu Siap Saji Terjun ke dunia Usaha dan Wirawasta) serta Asprumnas sebagai Pelaku / Praktisi. Ketiga institusi ini akan berkolaborasi sebagai wadah dunia usaha dan dunia Kerja untuk mencetak pengusaha handal.

  • Provalindo Rilis Prospek Properti 2021

    JAKARTA,KORIDOR—Pada paruh kedua tahun 2020, ekonomi dunia mengalami pemulihan, sejalan dengan relaksasi kebijakan pembatasan sosial. Berbagai Lembaga dunia berekspetasi akan adanya rebound dari pertumbuhan ekonomi global, khususnya setelah dimulai nya program vaksinasi skala besar di berbagai negara di dunia.

    Akan tetapi, studi PT Provalindo Nusa memperlihatkan bahwa prediksi mengenai kondisi ekonomi yang rebound tidak bisa diterima begitu saja dan akan sangat berbeda ditiap negara. Hal tersebut bergantung kepada evolusi dari virus Covid-19 itu sendiri dan respon-respon yang berbeda dari tiap negara.

    “Kami memperkirakan bahwa trayektroi pemulihan akan berbentuk akar kuadarat terbalik, dimana respon kebijakan akan sangat mempengaruhi arah pemulihan secara signifikan,” papar Chandra Rambey, CEO PT Provalindo Nusa, dalam acara diskusi virtual Review 2020 dan Prospect 2021 dibidang Ekonomi dan Property dengan tema:  Anticipating the recovery economic conditions in the pandemic era, Kamis,25/3.

    Chandra Rambey, CEO PT Provalindo Nusa 

    Seperti halnya kondisi ekonomi dunia, Ekonomi Indonesia turut mengalami perlambatan akibat pandemic Covid-19, terutama di paruh awal 2020. Di sisi lain, pada paruh kedua tahun 2020, Indonesia secara berangsur mengalami pemulihan, berkat pembukaan kegiatan ekonomi domestic dan global yang dilakukan secara bertahap.

    Kecepatan kontraksi ekonomi mengalami perlambatan hingga 3.5% (yoy) di Q3 2020, dari tadinya mencapai 5.3% yoy di Q2 2020, didorong oleh pemulihan dari sebagian konsumsi masyarakat-termasuk dengan belanja pengeluaran pemerintahan yang kuat- serta investasi dan net export.

    Secara umum kinerja Ekonomi Indonesia jauh lebih baik dari negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, berkat kebijakan restriksi sosial yang lebih longgar dalam menanggulangi penyebaran virus Covid-19. Walaupun terdapat tanda pemulihan, namun Indonesia belum sepenuhnya keluar dari keadaan resesi, oleh karenanya Pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang lebih hati-hati untuk menjaga momentum makroekonomi ini.

    “Pemerinah perlu menerapkan kebijakan ekonomi kedepannya dengan :menerapkan restriksi sosial untuk menanggulangi penyebaran covid-19 yang lebih terarah dibandingkan secara general dan menetapkan kebijakan fiscal yang disiplin serta kebijakan moneter yang lebih terkontrol,” tambahnya..

    Sektor Real Estate Alami Pemulihan

    Seperti halnya dengan kondisi ekonomi di sektor Konstruksi yang mengalami pemulihan di Q4 2020. Meskipun secara umum masih berada didalam zona konstraksi, yang dikonfirmasi dari meningkatnya angka SBT sebesar -0.23% dari sebelumnya -1.00% di periode sebelumnya. Peningkatan tersebut didorong oleh permintaan domestic, promosi yang ditujukan ke sektor komersil serta berbagai proyek lainnya.

    Akan tetapi, penjualan property residensial di pasar primer mengalami perlambatan di Q3 2020 dibandingkan dengan rebound pada kuarater pertama 2020. Selama produk yang ditawarkan tidak berada di lokasi strategis dan atraktif, atau besaran unit dan harga masih cukup akal bagi konsumen, maka kita akan melihat tren penurunan pembeli yang sifnifkan.

    Disisi lain, masih tercipta peluang untuk penjualan rumah tapak. Pasar rumah tapak masih cukup atraktif dan favorit terutama bagi investor asing yang masih memperhatikan konektivitas antar wilayah serta ketersediaan Kawasan mandiri modern. Dalam situasi ini kita juga dapat melihat trend yang berbeda: yaitu munculnya spekualn property.

    Akhirnya, berkat kebijakan kompetitif yang dilakukan pemerintah untuk menarik investor asing (FDI), diperkirakan akan terdapat permentiaan yang kuat dari property industrial (warehouse, data centers, cold storage). Meski Indonesia sudah cukup berhasil dalam menyiapkan regulasi dan institusi yang menarik bagi investor, namun disisi lain juga harus segera menyiapkan infrastruktur yang lebih komprehesif untuk mengakomodasi permintaan yang terus meningkat

  • Ini Kata Pengamat Soal Nasib Pasar Apartemen Di Masa Pandemi

    JAKARTA,KORIDOR—Secara umum, pasar apartemen hingga kuartal III ini masih tertekan. Hal itu karena pengembangnya lebih memilih menunda dalam penyelesaian proyek di tengah pandemi Covid-19.

    Sepanjang tahun ini awalnya diperkirakan ada pasokan sebanyak 11.834 unit. Namun, akibat pandemi Covid-19 pasokan baru diperkirakan turun menjadi 3.034 unit.

    “Nah, sejauh ini baru 649 unit yang diserahterimakan,”ungkap Ferry Salanto, Senior Associate Director Research Colliers Indonesia

    Namun menurutnya, pasar apartemen di daerah pinggiran Jakarta seperti Bogor, Depok dan Bekasi (Bodebek) masih prospektif. Namun, pengembang perlu lebih memperhatikan persaingan dengan landed house.

    Ferry menjelaskan bahwa pasar apartemen di pinggiran Jakarta lebih prospektif lantaran memiliki harga jual yang lebih rendah.

    “Prospeknya cukup baik karena kalau bicara di Jakarta itu kan produknya ibarat untuk menengah atas faktor harga tanah di Jakarta,” ujarnya, beberapa waktu lalu.

    Terlebih dengan pembangunan infrastruktur yang masif saat ini membuat konektivitas yang semakin membaik. Menurutnya, saat ini masyarakat lebih memilih waktu tempuh yang pasti dibandingkan jarak.

    Namun, Ferry menekankan bahwa pengembang apartemen di Bodebek juga harus memperhatikan segmen produk landed house sebagai kompetitor utama. Ia menilai dalam beberapa kasus segmen landed house lebih menarik minat masyarakat.

    “Pada beberapa kasus lebih menarik landed house dibandingkan apartemen karena memiliki tanah sendiri dan operasional tidak terlalu tinggi dibandingkan apartemen,” jelasnya.

    Selain itu, masyarakat yang membeli apartemen di daerah Bodebek lebih banyak end-user.

     “Terkecuali untuk lokasi area komersial seperti BSD ataupun sarana pendidikan seperti universitas, pasar sewanya masih cukup baik,” pungkasnya.

  • Riset Savills Indonesia: Bisnis Perkantoran Terjun Bebas

    JAKARTA,KORIDOR— Pandemi Covid-19 berdampak sangat dalam pada semua lini subsektor propertI, baik perkantoran, pusat perbelanjaan, perhotelan, kondominium. Namun subsektor residensial, masih menjadi benteng terakhir, pengembang untuk menjaga arus kas mereka. Director Research Consultancy Savills Indonesia Anton Sitorus mengatakan untuk perkantoran di wilayah central business district (CBD) Jakarta mengalami penurunan penyerapan hingga 58 persen pada semester I dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Adapun supply perkantoran di CBD mencapai 6,7 juta m2.

    “Sepanjang semester I ini penyerapan ruang kantor yang diminati berada di Grade A lalu disusul dengan premium grade, grade B, dan grade C,” ujarnya pada Kamis, dalam paparan online kepada media,(17/9/2020).

    Ke depan, pasokan ruang kantor di CBD akan didominasi proyek gedung perkantoran Grade A sebesar 55 persen, dan berada di wilayah Sudirman sebesar 42 persen.

    Director Research Consultancy Savills Indonesia Anton Sitorus#foto Istimewa

    Di CBD Jakarta, hingga akhir tahun 2020, tingkat penyerapan ruang kantor masih akan minim yakni sekitar 30 persen hingga 35 persen. Lalu potensi ruang-ruang kosong perkantoran pun meningkat menjadi sekitar 27 persen dari sebelumnya 25 persen pada semester I/2020.

    Untuk harga sewa perkantoran juga tertekan sehingga menjadi keuntungan penyewa melakukan negosiasi ulang. Adapun harga sewa berada di angka Rp180.000 per m2 hingga Rp230.000 per m2 per bulan.

    Untuk perkantoran di luar area atau non-CBD juga mengalami penurunan penyerapan sebesar 20 persen pada semester 1 tahun ini bila dibandingkan dengan semester sebelumnya. Adapun pasokan ruang kantor di luar CBD mencapai 3,1 juta m2.

    “Kenaikan vacancy tertinggi terjadi di perkantoran Jakarta Utara dan Jakarta Selatan,” tambahnya.

    Dia memperkirakan akan ada tambahan pasokan ruang perkantoran sebesar 500.000 m2 akan berada di Jakarta Selatan dengan dominasi perkantoran grade A. Tingginya pasokan akan mendorong tingkat kekosongan tahun depan di sekitar 27 persen hingga 28 persen.

     

  • Riset REI DKI Jakarta Soal Industri Realestat

    JAKARTA,KORIDOR—Dewan Pengurus Daerah (DPD) Realestat Indonesia (REI) DKI Jakarta kembali melakukan Riset Realestat. Riset dilakukan khususnya kepada para pengembang yang terdaftar sebagai anggota REI DKI Jakarta. Namun lokasi proyek yang dikembangkan tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).

    Riset dan survei yang dilakukan berkala setiap tahun tersebut merupakan salah satu program kerja strategis REI DKI Jakarta dibawah pimpinan Arvin F. Iskandar, Ketua DPD REI DKI Jakarta.

    Menurut Arvin F. Iskandar, salah satu tujuan dari kegiatan riset dan survei yang dilakukan oleh DPD REI DKI Jakarta ini adalah untuk memberikan gambaran sekaligus memudahkan pelaku usaha dan konsumen dalam mengambil keputusan.

    Arvin F. Iskandar,Ketua DPD REI DKI Jakarta

    “Riset dan survei ini kami lakukan sendiri. Dari hasil riset, kami khususnya sebagai pelaku usaha bisa mendapatkan gambaran dan mengetahui persepsi para pengembang anggota. Sekaligus menjadi pedoman untuk merancang strategi pengembangan produk, sesuai profil industri. Sedangkan untuk pemerintah maupun stakeholder terkait lainnya, mereka bisa membuat kebijakan atau evaluasi tindakan untuk bisa menggerakkan roda ekonomi,” ujar Arvin.

    Terkait hasil riset dan survei, Arvin mengatakan, hampir semua pengembang di Jabodetabek dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini mengalami penurunan penjualan. Namun pada akhir tahun 2019 sudah mulai membaik.

    “Tahun lalu sebetulnya berat. Tetapi kami masih optimis dan itu tercermin dari hasil riset kami, bahwa 73 persen menyatakan bahwa kondisi realestat sama atau bahkan lebih baik dari tahun sebelumnya. Sebanyak 61 persen menyatakan penjualan produk tahun 2019 sama atau bahkan lebih baik dari  tahun sebelumnya. Dari sisi regulasi dan dukungan pembiayaan demikian juga,” terang Arvin.

    Sebanyak 86,5 persen menyatakan bahwa suku bunga kredit memberikan dampak lebih baik bagi iklim usaha. 79,3 persen menyatakan pemerintah sudah cukup baik, bahkan sangat baik dalam menyediakan infrastruktur.

    Kendati awal 2020 industri Realestat digempur pandemi Covid-19, Arvin berharap berbagai stimulus yang diberikan pemerintah bisa dieksekusi pelaku usaha.

    “Hampir semua subsektor realestat terdampak. Okupansi hotel maksimum tinggal 15-20 persen. Demikian juga dengan ritel. Beberapa anggota kami yang kesulitan sudah meminta rescheduling hutang ke perbankan. Namun, tidak gampang,” keluhnya.

    Untuk jenis residensial, Arvin mendapat banyak laporan dari anggota REI jika semakin banyak pengembang yang susah melakukan akad kredit terkait persyaratan perbankan. Beragam strategi untuk bertahan dilakukan. Diantaranya menekan biaya operasional semaksimal mungkin, gimmix marketing, serta pemberian subsidi bunga oleh pengembang.

    “Gerak cepat pemerintah sangat diperlukan. Permudah perijinan. Kita tentu tidak berharap terjadi resesi. Pengembang harus kerja sangat keras untuk bisa bertahan. Akibat pandemi kondisi sebagian besar anggota terutama di DKI Jakarta semakin melemah akibat penurunan aktivitas ekonomi. Tingkat penjualan drop, sementara biaya yang harus dikeluarkan tetap,” ujar Arvin.

    Kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Arvin tetap berharap untuk menggairahkan bisnis Realestat dengan memberikan keringanan pajak hotel dan restoran dalam menghadapi pandemi virus corona. Beberapa permintaan REI DKI Jakarta diantaranya adalah: pemberian diskon 50 persen Pajak Bumi dan Bangunan untuk tahun 2019, penundaan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) 2020-2021, tanpa denda, potongan pajak reklame 50 persen, dan PPh + pajak hotel tidak diberlakukan karena selama 5 bulan banyak hotel dan bisnis ritel yang tutup tidak operasional. Tidak hanya itu, Arvin juga minta Tarif PLN dan Gas diberikan diskon.

    “Kami meminta otoritas berwenang mempertimbangkan stimulus agar jangan sampai pengembang mengalami kesulitan untuk membayar kredit. Beri kami ruang gerak dulu, minimum sampai akhir tahun,” harap Arvin.

    Hasil Riset REI DKI Jakarta

    Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Riset dan Hubungan Luar Negeri DPD REI DKI Jakarta, Chandra Rambey mengungkapkan bahwa riset dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode pengumpulan data primer berupa survei melalui penyebaran kuesioner atau wawancara. Tujuannya, untuk mengetahui siapa responden, apa yang difikirkan dan dirasakan atau kecenderungan suatu tindakan.

    Persepsi Anggota REI DKI Jakarta terkait dengan perkembangan Industri Realestat terakhir dan kinerja produk yang dikembangkan oleh anggota REI DKI Jakarta.

    Survey dilakukan quartal pertama tahun 2020 untuk memotret perkembangan Industri Realestat pada tahun sebelumnya. Riset kedua ini tentu sudah lebih baik dari sebelumnya karena indikator persepsi yang kami survei lebih lengkap dari yang pertama, namun belum menangkap secara utuh dampak covid-19 terhadap Industri Realestat” ujar Rambey yang menjadi penanggungjawab riset.

    Chandra Rambey, Wakil Ketua Bidang Riset dan Hubungan Luar Negeri DPD REI DKI Jakarta,

    Berdasarkan survey yang dilakukan menurunnya daya beli masyarakat menjadi pemicu penurunan kinerja penjulan untuk semua sektor produk realestat yang dikembangkan.

    Sebanyak 62,7% berpendapat faktor yang paling mempengaruhi penjualan realestat tahun 2019 adalah menurunnya daya beli masyarakat.

    Data ini agak berbeda dengan riset REI DKI Jakarta sebelumnya dimana tingginya persaingan menjadi faktor utama penurunan penjualan, namun pada riset REI DKI Jakarta 2020 hanya 34,7 % berpendapat tingginya persaingan diantara pengembang menjadi faktor penyebab turunnya penjualan.

    Disisi pembiayaan, Pembiayaan melalui Perbankan masih menjadi yang paling banyak digunakan baik untuk Kredit Investasi dan Kepemilikan Rumah.

    Dari hasil survei yang dilakukan semester I 2020 lalu ini, diantara beberapa indikator memperlihatkan bahwa menurut pengembang, Perizinan (82%), Pajak dan Restribusi (81%) serta Kondisi Makro Ekonomi (81%) sangat mempengaruhi iklim investasi dibidang realestat. Sedangkan kemudahan pembiayaan dari perbankan/pasar modal (76,6%), harga lahan (62,3%) dan biaya konstruksi (52,8%).

    Dalam hal jenis produk, maka sebanyak 52% menyatakan bahwa realestat yang paling menarik untuk dikembangkan adalah Perumahan Menengah dan Atas. Namun  Perumahan Menengah Bawah khususnya Rumah Sederhana Bersubsidi merupakan produk yang paling memberikan kinerja terbaik sepanjang 2019.

    Sebanyak 34,1% pengembang REI DKI Jakarta adalah pengembang perumahan menengah dan atas. Sebanyak 29,4% sedang tidak menjalankan proyek tahun lalu serta sebanyak 21% mengembangkan apartemen jual.

    REI DKI Jakarta juga melakukan survei terkait Persepsi RTRW DKI Jakarta 2014 – 2019 menjawab tantangan pengembangan kota Jakarta yang berbasis mass transport dan pedestrian friendly serta kemudahan untuk mendapatkan perizinan dalam membangun realestat yang dikembangkan.

    “29% menyatakan RTRW DKI 2014-2019 menjawab tantangan pengembangan kota. Dan 45% menyatakan sangat mudah atau mudah atau cukup mudah mendapatkan perizinan membangun reaelstat”.

    Tentu sebagai wadah para pengembang, DPD REI DKI akan melakukan riset-riset untuk membantu anggotanya dan masyarakat seperti dampak Pandemi COVID 19 terhadap Industri Realestat kedepan, “pungkas Rambey.

     

  • Pelaku Realestat Asia Pasifik Optimis Pemulihan COVID-19

    JAKARTA,KORIDOR—Dalam laporan berjudul “Optimisme dalam Menghadapi Krisis”, yang diterbitkan JLL, para pemimpin Corporate Real Estate (CRE) di Asia Pasifik optimis mengenai bisnis dan rencana pemulihan ekonomi di tengah dampak pandemi yang sedang berlangsung. Setidaknya sembilan dari sepuluh koresponden percaya bahwa upaya-upaya untuk mengurangi dampak COVID-19 akan berhasil dan yakin pada kemampuan sumber daya mereka dalam mengatasi krisis saat ini.

    JLL melakukan survei pada 200 pimpinan Corporate Real Estate di Asia Pasifik, termasuk Australia, Cina, Hong Kong, India, Jepang, Korea, Malaysia, Taiwan, Thailand, Singapura, dan Selandia Baru. Responden diwawancarai oleh JLL pada bulan Juni 2020. Pemimpin CRE adalah para eksekutif yang melakukan pengawasan strategis serta bertanggung jawab terhadap jumlah portofolio dan manajemen properti untuk perusahaan mereka masing-masing.

    Hampir 80% percaya bahwa mereka memiliki mitra layanan perusahaan properti yang tepat untuk memberi masukan mengenai langkah-langkah ke depan dan 70% yakin akan kemampuan pemerintah mengatasi risiko di masa yang akan datang. Para pemimpin CRE ini memperlihatkan tingkat kepuasan yang tinggi terhadap efektivitas perencanaan kelangsungan bisnis mereka dan 88% menilai rencana mereka berjalan efektif, bahkan sangat efektif.

    Meskipun sebagian besar (76%) pemimpin CRE di Asia Pasifik memprediksi dampak yang hanya bersifat moderat atau rasionalisasi yang wajar (ekspansi atau penurunan) terhadap portofolio real estate mereka akibat COVID-19, namun tidak semua memiliki pandangan yang sama.

    Mereka yang berada di Australia dan Hong Kong lebih fokus pada rasionalisasi yang stabil. Sedangkan para pemimpin di India mengantisipasi rasionalisasi yang berlangsung masif dan cepat. Di luar perbedaan tersebut, setengah dari semua pemimpin CRE yakin volume portofolio mereka akan tetap sama dalam jangka menengah hingga panjang. Dua pertiga pemimpin CRE (63%) juga mengharapkan total lokasi yang mereka miliki tidak akan berubah.

    “Saat sektor korporasi bersiap untuk normalisasi di tengah pandemi, kepercayaan diri yang tinggi dari para pemimpin CRE menunjukkan peluang besar seraya kita mendefinisikan ulang perkantoran di masa depan. Ini memperjelas bahwa dimasa depan kita harus mempertimbangkan realitas baru serta evolusi kantor sebagai tempat bekerja. Kami melihat bahwa para pemimpin CRE akan mulai mempertimbangkan hal ini dalam pengambilan keputusan mereka,” kata Anthony Couse, CEO, Asia Pasifik, JLL.

    James Taylor, Head of Research, JLL Indonesia menambahkan: “Kantor akan tetap ada meskipun kondisi pandemi telah mempercepat perubahan, yang sudah terjadi bahkan sebelum adanya COVID-19, pada perkantoran. Kami cenderung melihat fokus yang lebih besar pada kesehatan dan kesejahteraan, dan akan lebih banyak investasi dalam teknologi, bersamaan dengan bertambahnya ruang kolaboratif serta lingkungan kerja yang fleksibel pada perkantoran di Jakarta.”

    Saat memasuki era pasca-pandemi, JLL melihat empat implikasi bagi properti komersial seraya para pemimpin CRE mengupayakan keberhasilan di masa yang penuh perubahan ini:

    1. Prioritas kesehatan dan kesejahteraan akan mengubah aneka ragam portofolio properti untuk mengakomodasi tenaga kerja yang lebih fleksibel. 

    Hampir dua pertiga (58%) pemimpin CRE mengutamakan kesehatan dan kesejahteraan karyawan sebagai prioritas investasi utama. Untuk mendukung tujuan menjaga jarak aman di kantor dan memberikan dukungan fleksibel kepada tim yang bekerja jarak jauh, permintaan akan ruang atau aset berkualitas lebih tinggi dapat meningkat, dan pada aneka ragam portofolio mungkin akan terlihat adanya penambahan untuk kantor sedang/kecil atau ruang kerja fleksibel/bersama.

    1. Kombinasi beberapa strategi CRE akan diperlukan untuk mengurangi kepadatan area kantor.

     Guna memenuhi permintaan akan syarat-syarat kesehatan dan kesejahteraan yang lebih baik, tipe kantor baru ini akan memiliki jumlah kursi yang lebih sedikit per 100 karyawan, desain ulang dan perombakan denah sesuai dengan aturan pembatasan jarak fisik, pembagian tim, pengaturan kerja shift, dan perluasan kebijakan untuk bekerja jarak jauh.

    1. Teknologi akan berperan sangat penting dalam keberhasilan cara kerja yang baru.   

    Karyawan merasa lebih produktif saat mereka siap dengan teknologi. Mereka yang dibekali peralatan berteknologi canggih juga akan merasa lebih produktif. Cara yang memungkinkan kerja jarak jauh dan kolaborasi dikantor dinilai oleh para pemimpin CRE menjadi investasi yang utama untuk memiliki teknologi yang canggih dengan nilai lebih dari dua kali lipat teknologi lainnya. Investasi dalam teknologi harus terus disikapi dengan serius oleh para pemimpin CRE untuk kantor di masa depan.

    1. Adopsi sistem bekerja jarak jauh secara lebih luas akan mempengaruhi investasi CRE di masa mendatang.

    Pekerja menikmati fleksibilitas dan kendali dengan bekerja jarak jauh dalam kehidupan pribadi dan profesional mereka.  Pengusaha telah menyadari bahwa banyak pekerjaan yang bisa dilakukan dengan jarak jauh. Para pemimpin CRE perlu mempertimbangkan investasi pada teknologi yang mengoptimalkan produktivitas serta kolaborasi antar pekerja yang berada di kantor dan yang bekerja dari jauh.

    “COVID-19 seketika mengubah tempat kerja serta cara bekerja para pemilik perusahaan dan karyawan. Para pemimpin CRE telah mengadopsi berbagai strategi untuk menghadapi tantangan ini. Masa depan kantor Asia Pasifik terlihat cerah dan para pemimpin CRE nampaknya akan lebih fokus pada aspek keamanan dan keberlanjutan pada perkantoran baru yang modern bagi seluruh pengguna kantor,” kata Roddy Allan, Chief Research Officer, Asia Pasifik, JLL.

     

     

  • Aturan Ketat bagi WNA Hambat Laju Pasar Apartemen Mewah

    JAKARTA, KORIDOR— Pelonggoran aturan kepemilikan properti bagi Warga Negara Asing (WNA) diyakini mampu mendongkrak gairah industri properti nasional. Hanya saja tingginya animo WNA untuk membeli properti di Indonesia terutama untuk pasar apartemen mewah masih terbentur berbagai kendala.

    Karena alasan itu, Taipan Sugianto Kusuma yang juga pengembang apartemen mewah di Jakarta berharap dan terus mendorong pemerintah untuk memberikan kemudahan pembelian properti bagi pasar asing guna mendongkrak geliat industri properti, penggunaan bahan lokal dan penyerapan tenaga kerja.

    Apalagi kabarnya Presiden Jokowi sudah memberi deadline bahwa akhir Agustus 2020 warga negara asing (WNA) sudah bisa membeli properti di Indonesia. “Diharapkan hal itu benar-benar dapat diselesaikan karena sudah banyak yang menunggu-nunggu,” ujar taipan yang kerap disapa Aguan itu.

    Dia pun berharap Indonesia dapat memberikan kemudahan untuk mendapatkan citizen pass, PR atau longstay/multiyear visa bagi warga asing yang memiliki properti di Indonesia seperti yang juga diberlakukan di Malaysia, Singapura atau Thailand. Dengan begitu, Indonesia akan menjadi lebih menarik apalagi Indonesia sedang gencar menarik masuknya investasi asing.

    Pengamat Properti yang juga Direktur Riset dan Konsultansi Savills Indonesia, Anton Sitorus mengatakan, Indonesia khususnya Jakarta memiliki potensi yang sangat besar untuk dilirik asing, jika dibanding kota-kota besar lainnya di Asia. “Hanya saja karena aturan yang agak ketat membuat pasar apartemen mewah kita menjadi kalah bersaing dengan kota-kota besar lainnya, dan membuat investor asing enggan untuk berinvestasi,” imbuhnya.

    Pertumbuhan pasokan diperkirakan akan melambat hingga 2023.

    Ia juga menambahkan, selain perpajakan yang tinggi, soal regulasi memang menjadi salah satu kendala yang menghambat perkembangan apartemen mewah di Jakarta. “Perkembangan apartemen mewah di Jakarta mencapai puncaknya sekitar awal tahun 2000-an lalu hingga 2012. Tetapi kemudian melambat dari tahun 2016 dan seterusnya. Pertumbuhan pasokan diperkirakan akan melambat hingga 2023,” ungkap Anton.

    Harga Terus Bergerak Naik

    Dilansir dari hasil riset yang dikeluarkan Savills Indonesia, harga properti khususnya apartemen mewah terus bergerak naik dari waktu ke waktu. Di Jakarta selatan misalnya, sejak tahun 2019 harga rata-rata apartemen mewah sudah mencapai Rp48 juta /m2. “Pada tahun 2012, harga rata-rata di Jakarta Selatan naik secara signifikan menjadi sekitar Rp 24 juta /m2, naik sekitar 63% dari 14,7 juta /m2 di tahun sebelumnya. Sekarang, harga rata-rata apartemen mewah di wilayah ini sekitar Rp 48 juta /m2,” terang Anton..

    Di lokasi lain seperti SCBD, juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Sebagai wilayah paling utama di ibu kota, proyek apartemen di CBD Jakarta memiliki tingkat tertinggi dibandingkan dengan daerah lain. Puncak pertumbuhan harga terjadi antara periode 2013 dan 2014, dimana harga pasar rata-rata sekitar mencapai Rp 55 juta /m2. Namun seiring dengan penurunan dalam beberapa tahun terakhir, harga rata-rata di CBD Jakarta sekarang berada di sekitar Rp 52 juta /m2.

    Sementara itu di Jakarta Barat dan Utara yang merupakan lokasi yang populer di kalangan masyarakat elit dan berduit, juga mengalami pertumbuhan meski tidak setinggi di wilayah CBD dan Jakarta Selatan. “Harga rata-rata harga di Jakarta Barat dan Utara jauh lebih rendah. Harga rata-rata pada tahun 2017 adalah Rp 27 juta /m2 dan relatif stabil pada tingkat itu sampai sekarang,” kata Anton. (*)

  • Pergeseran Demografi Bakal Pengaruhi Pasar Properti Global

    smart city/foto istimewa

    Laporan penelitian Cushman & Wakefield menyebutkan bahwa sekitar 693 juta orang generasi baby boomers akan memasuki masa pensiun, dan 1,3 miliar orang generasi milenial akan memasuki masa bekerja pada 2030. Kondisi itu diperkirakan akan merubah wajah pasar properti secara global terutama di kota-kota besar dunia.

    Dominic Brown, Kepala Wawasan dan Analisis Asia Pasifik di Cushman & Wakefield. menyebutkan pensiunnya jutaan baby boomers dan debut pekerja Generasi Z atau milenial bersamaan dengan perubahan demografis penduduk dunia memiliki implikasi besar bagi industri realestat dunia, investor dan pembuat kebijakan di seluruh dunia.

    “Semua pemangku kepentingan perlu memahami dampak tren ini dan cara memposisikan diri untuk memaksimalkan peluang,” ungkap Brown.


    Laporan tersebut menganalisis pergeseran seismik dalam angkatan kerja di seluruh dunia dalam 10 tahun ke depan, dimana diperkirakan 693 juta baby boomers mencapai usia pensiun dan 1,3 miliar anggota Gen Z mulai memasuki angkatan kerja.

    Generasi Z adalah generasi yang lahir dalam rentang tahun 1995 sampai dengan tahun 2010. Generasi ini merupakan generasi peralihan dari Generasi Y dengan teknologi yang semakin berkembang.

    Diungkapkan dalam laporan Cushman & Wakefield bahwa milenial memiliki strategi pendekatan tersendiri dalam memilih tempat kerja, lokasi tempat tinggal hingga jenis hunian yang sesuai keinginan mereka. Selain itu, tren demografis ini akan mendorong laju pertumbuhan hunian di kota-kota di seluruh dunia.

    “Kota-kota perlu memantapkan diri mereka sebagai tempat untuk menarik pekerja  tinggal dan menciptakan peluang realestat yang besar di masa mendatang,” papar dia.


    Cushman & Wakefield membandingkan pertumbuhan angkatan kerja dan pertumbuhan PDB lebih dari 137 kota di seluruh dunia. Kota-kota dengan pertumbuhan tinggi di kedua kategori, menurut riset itu, disebutkan memiliki prospek kuat dalam menarik permintaan realestat. Sementara pertumbuhan yang lambat di kedua kategori tersebut menunjukkan pasar yang akan tertinggal.

    Kota-kota dengan pertumbuhan PDB yang lebih cepat daripada populasi usia kerja adalah pasar produktif tinggi yang mungkin menarik bagi investor saat mereka menaikkan proposisi nilai. Sebaliknya, pasar dengan pertumbuhan tenaga kerja yang lebih besar daripada PDB dianggap sebagai pasar produktivitas rendah.

    Hunian Perkotaan

    Studi ini menyimpulkan bahwa kota-kota dengan kinerja terbaik dan potensial di dunia terletak di Asia Tenggara dan India, yang menjadi pertanda baik bagi pertumbuhan ekonomi dan kekuatan pasar realestat di kota-kota di wilayah tersebut. Kota-kota lain dengan produktivitas tinggi diproyeksikan terjadi di China.

    Sedangkan sebagian besar kota di Eropa dan Amerika Utara digolongkan memiliki produktivitas rendah atau pasar tertinggal untuk pertumbuhan ekonomi dan realestat pada 2030 mendatang.

    Kevin Thorpe, Kepala Ekonom dan Kepala Riset Global Cushman & Wakefield menambahkan pihaknya sangat terkejut bahwa perilaku generasi menggantikan perilaku budaya. Pekerja Gen Y dan Gen Z, sampai taraf tertentu, memiliki preferensi tempat kerja yang serupa di mana pun di dunia tempat mereka tinggal. Meski kedua generasi ini juga memiliki banyak perbedaan dalam beberapa hal.

    “Misalnya, strategi tempat kerja perlu memperhitungkan berbagai persyaratan yang terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan profesional masa depan. Memahami nilai-nilai generasi ini, bagaimana dan di mana mereka ingin bekerja, dan kekuatan dan kelemahan interpersonal mereka akan meletakkan dasar untuk mengamankan talenta terbaik yang tersedia,” ungkap Thorne.

  • Aplikasi Teknologi dan Pertaruhan Industri Properti

    Property Technology/foto istimewa

    Di era teknologi ini, hampir seluruh hal dalam kehidupan dirambah pula oleh teknologi. Tidak terkecuali di industri realestat yang ditandai dengan tumbuhnya banyak aplikasi property technology (proptech) bak jamur di musim penghujan. Pasca pandemic Covid-19, industri ini diprediksi akan semakin berkibar.

    Sebelum pandemi coronavirus marak diakui realestat adalah sektor yang sangat konservatif dan selalu terlambat bersentuhan dengan teknologi. Cara-cara produksi dan penjualan yang dilakukan secara konservatif selalu saja dianggap masih paling efektif karena mengedepankan interaksi langsung antara penjual dan konsumen.

    Tetapi itu dulu. Ya, zaman terus berubah. Saat ini penggabungan antara penjualan properti dengan teknologi akan menjadi sebuah keharusan, kalau tidak mau disebut sebuah kewajiban yang mutlak harus diterapkan oleh para pelaku bisnis realestat di tengah pembatasan interaksi sosial dan fisik manusia. Aplikasi proptech juga sudah berkembang cepat untuk memenuhi tuntutan zaman tersebut.

    “Air BnB adalah salah satu contoh awal penerapan proptech dan saat ini semakin banyak pilihannya. Kondisi itu akan berkembang pesat terus dan masuk ke sektor lain di industri properti termasuk untuk sarana menjual properti,” ungkap Anton Sitorus, Head of Research and Consultancy Savills Indonesia dalam laporan risetnya.

    Investor sudah mulai melihat potensi besar dan kesempatan yang ada di bisnis proptech. Banyaknya penduduk kelas menengah dan naiknya tren sharing economy mendorong kepercayaan diri investor untuk menaruh hati pada proptech di masa depan. Ditambah lagi, dengan semakin berkembangnya sistem internet sehingga permintaan dan kebutuhan terus bertumbuh.

    Investasi di Proptech tercatat sudah menyentuh rekor secara global di tengah tren ekosistem startup yang bergerak datar. Berdasarkan riset CRETech, investasi di sektor Proptech sudah mencapai US$14 miliar pada semester I 2019, naik 309% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

    Pada pengembangan awalnya, proptech didorong oleh perkenalan dari adanya komputer personal pada awal 1970 – 1980 melalui beragam perangkat lunak yang bisa melakukan analisa data seperti Excel, Argus, dan Autodesk. Dengan itu, komputer menjadi alat paling penting di dunia properti.

    Hadirnya internet dan penggunaan gawai juga kemudian membawa proptech ke generasi 2.0. perkembangan teknologi dan internet membuat pengembang dan konsumen semakin mudah melakukan analisa proyek dan kinerja termasuk mencatat transaksi, marketing, dan pengawasan proyek untuk mengakomodir kebutuhan konsumen.

    Hadirnya generasi kedua proptech juga dimulai dengan hadirnya pengembangan bangunan-bangunan pintar dan kota pintar. Banyak pula ruang-ruang yang bisa digunakan bersama dan diakses melalui platform teknologi seperti Air BnB dan We Work. Selanjutnya, penggunaan perangkat lunak, aplikasi di multiplatform, dan marketing secara daring (dalam jaringan) juga mulai menjadi suatu hal yang lumrah.

    “Perkembangan teknologi yang sangat pesat, ditambah dengan pembiayaan yang besar-besaran, membawa proptech ke level selanjutnya. Saat ini Proptech berkembang ke spektrum yang lebih luas. IoT, Big Data, Blockchain, jadi kata kunci dalam teknologi real estat,” sambung Anton.

    Sejumlah perusahaan startup sudah menggunakan IoT untuk memahami pergerakan tren di masyarakat lebih baik terkait bagaimana cara orang menggunakan suatu bangunan. Data yang sudah terkumpul dari penggunaan berbagai gawai akan dianalisa menggunakan Kecerdasan Buatan (AI) yang bisa dilakukan dalam waktu singkat, perusahaan yang sudah punya datanya bisa menggunakan data tersebut untuk melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan lebih lanjut.

    Proptech di Indonesia

    Menurut Anton, di Indonesia, proptech serupa dengan tren global dengan pertumbuhannya lambat tapi mulai bergerak semakin cepat. Proptech di Indonesia diawali dengan listing properti secara online yang mulai populer pada awal 2000an. Banyak startup yang terus berkembang untuk menopang kebutuhan Proptech di antaranya property.net, indoproperty.com, rumah123.com, rumah.com, rumahdijual.com, Rentfix, Urbanindo dan lain-lain.

    Kemudian, tipe proptech lainnya ikut berkembang, termasuk kategorinya yang semakin beragam, tidak hanya fokus pada pemasaran atau listing properti, tapi juga menggunakan aspek digital di dalam pengembangan. Salah satu yang menjadi contohnya adalah sinarmas land yang menerapkan teknologi IoT, Cloud data Hub, dan internet berkecepatan tinggi serta aplikasi mobile untuk melakukan manajemen proyek, marketing, dan layanan pelanggan.

    “Secara keseluruhan, proptech di Indonesia dikategorikan menjadi lima sektor, yaitu listing properti dan layanan pencarian, agen pemasaran, ruang alternatif, manajemen properti dan KPR dan pembiayaan,” jelas Anton.

    Anton Sitorus

    Savills juga mengantisipasi bahwa di masa depan akan lebih banyak platform proptech akan dikembangkan untuk mendukung pengembang properti termasuk kemungkinan munculnya banyak aplikasi yang memungkinkan calon pembeli melihat secara detail rumah atau unit contoh secara virtual dengan tampilan layaknya kondisi di lapangan.

    Dengan teknologi ini maka calon pembeli dapat memutuskan untuk membeli satu produk properti tanpa harus datang ke kantor pemasaran atau lokasi proyek.

    Menurut Anton, semakin bertumbuhnya proptech di Indonesia juga dipengaruhi oleh pengguna internet di Indonesia terus menunjukkan tren pertumbuhan dari tahun ke tahun. Hal itu menjadikan Indonesia sebagai potensi pasar ekonomi digital terbesar sekaligus menjadi incaran banyak investor.

    Mengacu hasil survei yang dilakukan Google-Temasek Bain & Company dan e-Conomy SEA 2019, jumlah pengguna internet Indonesia pada 2019 diperkirakan bisa mencapai 152 juta orang atau meningkat signifikan jika dibandingkan angka pada 2015 yaitu 92 juta pengguna internet.

    Dengan angka tersebut, bisa dibilang Indonesia menguasai separuh dari total pengguna internet di Asia Tenggara yang jumlahnya mencapai 360 juta. Dengan potensi tersebut, posisi Indonesia di mata dunia tidak bisa dianggap enteng.

    Generasi Milenial

    Perkembangan proptech di masa depan juga dipengaruhi pasar properti yang akan dikendalikan oleh generasi milenial yang sangat akrab dengan kemajuan teknologi. Cara-cara penjualan properti secara konvensional diyakini akan semakin ditinggalkan.

    Sekretaris Jenderal DPP Realestat Indonesia (REI) Amran Nukman HD menyebutkan potensi generasi milenial untuk membeli properti relatif besar. Kemampuan kelompok ini memenuhi gaya hidupnya selama ini karena ditopang penghasilan yang cukup memadai. Hal itu tercermin dari menjamurnya kafe-kafe yang menyediakan beraneka ragam menu kopi dengan banderol yang cukup fantastis.

    Amran Nukman HD

    “Apabila penghasilan milenial itu digabung dengan pasangannya, tentu daya beli mereja akan jauh lebih besar lagi. Jadi mestinya generasi milenial mampu mencicil rumah Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta per bulan,” ujar dia.

    Amran memperkirakan dalam tiga atau lima tahun ke depan generasi milenial akan menjadi pembeli potensial produk properti, seiring perkembangan pola pikir serta pendapatan mereka yang terus bertumbuh. Namun diakui, generasi milenial ini masih terus membutuhkan edukasi agar mereka tertarik berinvestasi properti.

Back to top button