JAKARTA, KORIDOR– Memasuki penghujung tahun 2020 PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk menggandeng agen properti skala nasional seperti Era Indonesia, Harcourts, LJ Hooker, Loan Market, Remax, Century21, Projek, dan Raywhite. Kerjasama ini dilakukan guna mendorong pasar properti sekaligus memberikan kemudahan bagi masyarakat di seluruh tanah air agar segera dapat mewujudkan hunian impiannya.
Kolaborasi bisnis tersebut ditandai dengan penandatanganan program bersama antara Bank BTN dengan sejumlah property agent yang dilakukan secara virtual melalui aplikasi zoom meeting, Rabu (11/11). Kerjasama ini meliputi penyediaan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPR/KPA).
Executive Vice President Nonsubsidized Mortgage & Personal Lending Division (NSLD) Bank BTN Suryanti Agustinar menjelaskan, program ini melibatkan sejumlah perusahaan besar yang sudah teruji kiprahnya di dunia property agent.
“Dengan kerjasama ini kami berharap dapat membatu masyarakat mencari pendanaan untuk membeli properti melalui jasa property agentserta jaringan kantor member-nya,” ujar Suryanti Agustinar usai PKS via zoom meeting.
Seperti diketahui, Pademi Covid-19 membuat daya beli masyarakat menurun seiring dengan kondisi perekonomiandi seluruh dunia termasuk Indonesia yang kian merosot. Industri properti merupakan salah satu sektor ekonomi yang paling terdampak pandemi. Karenanya, menurut Yanti –sapaan akrabnya, PKS Bank BTN dengan property agent ditargetkan dapat menyasar seluruh masyarakat Indonesia yang membutuhkan hunian.
Kerjasama antara Bank BTN dengan property agent tersebut dikukuhkan melalui pelucuran program pemasaran bersama bertajuk “KANGEN BTN (KPR AGENT PROPERTY)”.
“Dalam kerjasama ini masyarakat dapat menikmati berbagai keuntungan, antara lain down payment (DP/uang muka) mulai 10% serta bebas administrasi dan provisi khusus untuk wilayah kota besar seperti JABODETABEK, Bandung dan Surabaya. Sementara para property agent akan mendapatkan marketing fee sebesar 1% untuk all plafond dan reward voucher belanja jutaan rupiah s.d akhir tahun 2020 dan dapat dilakukan pengajuan secara online.” paparnya.
Di masa Pandemi Covid-19 ini, Bank BTN terus melakukan inovasi dalam pemberian kredit KPR, KPA itu juga untuk mensukseskan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan terkhusus mendukung sector property di tanah air.
Dalam kesempatan ini haadir juga, Wakil Ketua Umum Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) Nurul Yaqin mengungkapkan, terwujudnya kerjasama dengan Bank BTN melalui payung organisasi AREBI merupakan momen yang ditunggu-tunggu. Sebab, hingga kini Bank BTN merupakan satu-satunya institusi keuangan yang paling konsisten membantu pembiayaan industri properti.
“Selain sebagai market leader di KPR/KPA, Bank BTN juga menjadi barometer pasar properti di Indonesia. Jadi, kalau kita ingin tahu seperti apa kondisi pasar properti dalam negeri, maka cukup datang ke BTN. Karena itu, kami secara institusi mendukung sepenuhnya rencana Bank BTN untuk menjadi the biggest mortgage market in Asia Tenggara,” ungkapnya.
Menurut Nurul, saat ini pasar properti sudah mulai bergairah dan menunjukan tanda-tanda kebangkitan. Kerjasama dengan Bank BTN ini merupakan salahsatu peluang untuk memacu penjualan meski pasar makin terbatas. “Kami tetap optimis selalu ada peluang ditengah kesulitan, dan kerjasama dengan Bank BTN ini adalah peluang untuk meningkatkan garirah pasar property di Indonesia,” pungkasnya. (*)
JAKARTA, KORIDOR – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) mengajak para pelaku industri hotel dan restoran untuk memahami kriteria dan mekanisme dalam memperoleh dana hibah pariwisata 2020.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio menjelaskan, dana hibah pariwisata melalui Kementerian Keuangan merupakan bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang digagas oleh pemerintah. Program ini bertujuan untuk membantu pemerintah daerah serta industri hotel dan restoran yang saat ini sedang mengalami gangguan finansial dan memulihkan penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) akibat pandemi.
“Untuk memanfaatkan program ini, para pelaku industri hotel dan restoran perlu memahami kriteria dan mekanisme dalam memperoleh dana hibah pariwisata ini,” kata Wishnutama dalam siaran persnya, baru-baru ini.
Berdasarkan Keputusan Menparekraf Nomor KM/704/PL/07.02/M-K/2020 mengenai petunjuk teknis hibah pariwisata dalam rangka PEN 2020, kriteria daerah penerima hibah pariwisata antara lain beroperasi di wilayah yang tercakup dalam 10 Destinasi Super Prioritas (DSP), 5 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP), Ibukota Provinsi, Destinasi Branding, Daerah dengan Realisasi Pajak Hotel dan Restoran minimal 15 persen dari total PAD Tahun anggaran 2019, dan Daerah yang termasuk 100 Calender of Event (COE).
“Adapun pembagian dana hibah pariwisata dengan total dana Rp 3,3 triliun, yang akan diberikan kepada pemerintah daerah sebesar 70 persen untuk dialokasikan sebagai bantuan langsung kepada industri hotel dan restoran. Sedangkan, 30 persen digunakan pemerintah daerah untuk penanganan dampak dari pandemi Covid-19 di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif,” jelas Wishnutama.
Sementara itu, dijelaskan bahwa mereka yang berhak menerima dana hibah pariwisata ini adalah hotel dan restoran yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan, antara lain hotel dan restoran sesuai database wajib pajak hotel dan restoran tahun 2019 di daerah penerima hibah, hotel dan restoran yang masih berdiri dan masih beroperasi hingga pelaksanan dana hibah pariwisata pada Agustus tahun 2020.
Kemudian, hotel dan restoran yang memiliki perizinan berusaha yaitu Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) yang masih berlaku, serta hotel dan restoran yang membayarkan dan memiliki bukti pembayaran PHPR pada 2019.
Dana hibah yang disalurkan ke tiap daerah, akan menjadi wewenang dari pemerintah daerah itu sendiri, mulai dari mekanisme pendaftaran hingga pengumuman, dengan tetap memperhatikan petunjuk teknis yang telah dibuat. Untuk itu, para pelaku industri hotel dan restoran diharapkan dapat menghubungi langsung pemerintah daerah masing-masing terkait informasi lebih lanjut.
“Saya harap pemerintah daerah dapat membantu dalam memberikan informasi kepada pelaku industri hotel dan restoran terkait mekanisme dana hibah pariwisata 2020, agar pelaku industri hotel dan pariwisata bisa segera memanfaatkan dana hibah ini untuk membangkitan kembali sektor pariwisata dan ekonomi kreatif,” ujar Wishnutama.
JAKARTA, KORIDOR – Daya beli masyarakat di Provinsi Riau diperkirakan sudah turun antara 31% hingga 50% hingga kuartal III-2020. Kondisi itu terjadi akibat sulitnya ekonomi terutama dampak penyebaran pandemi yang mengganggu aktivitas masyarakat. Masyarakat sekarang lebih fokus untuk mengurangi pengeluaran dan hanya menggunakan uang untuk keperluan yang lebih mendesak terutama pangan.
Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Riau, Nursyafri Tanjung menyebutkan dengan situasi itu pengembang di Riau pun menahan untuk ekspansi dan hanya membangunkan rumah bagi calon konsumen yang sudah disetujui bank.
Menurut Nursyafri, saat in pengembang di Riau hanya mengandalkan pembeli atau konsumen dari kalangan ASN. TNI/Polri dan tenaga medis. Sedangkan sektor informal masih kesulitan untuk mendapatkan persetujuan KPR.
Nursyafri Tanjung
Pengembang juga masih menahan diri untuk membeli lahan. Nusyafri menjelaskan lebih baik untuk tidak belanja yang tidak mendesak saat ini, apalagi menjual lahan masih cukup sulit dalam beberapa tahun belakangan ini.
“Kondisi tersebut sangat menganggu cashflow pengembang, sehingga ada 30% dari total 176 pengembang anggota REI Riau yang ikut restrukturisasi dari OJK,” ungkap dia, yang dihubungi, baru-baru ini.
Kesulitan penjualan diakui Nursyafri sudah terjadi sejak April 2020, apalagi masyarakat belum terbiasa membeli rumah secara online. Menurut dia, tidak seperti di kota-kota besar yang sudah lebih terbiasa dengan budaya secara online, masyarakat Riau cukup resisten apalagi banyak yang kerap tertipu dengan pembelian online.
“Di sini orang ingin lihat wujud rumahnya, ditambah kerap ada oknum penipu sehingga masyakarat cukup takut untuk belanja secara online, apalagi untuk membeli rumah kalau tidak melihat langsung fisiknya,” jelas Nursyafri.
Segmen Komersial
Kondisi di segmen rumah komersial justru lebih parah lagi. Dikatakan dalam sebulan hanya bisa merealisasikan satu hingga tiga rumah dengan harga Rp300 juta hingga Rp1 miliar. Menurut Nursyafri, hanya tenaga marketing yang sangat piawai yang saat ini bisa berhasil melakukan transaksi.
Dia menyebutkan, REI Riau akan segera melakukan konsolidasi dan evaluasi terhadap realisasi pada tahun ini.
“Pandemi ini menyerang seluruh dunia, ditambah lagi Indonesia cukup lama recovery, sehingga kami belum bisa memberikan outlook tahun depan. Kami masih ingin melihat bagaimana bisnis berjalan dalam tiga bulan terakhir ini, sebelum memutuskan target tahun depan,” ungkap dia.
Sementara itu, dampak pembangunan infrastruktur seperti jalan tol juga belum terasa bagi perekonomian di daerah tersebut. Seperti diketahui pada akhir September lalu, tol Pekanbaru-Dumai yang masuk dalam ruas tol Trans-Sumatera resmi beroperasi. Nursyafri memprediksi dampak infrastruktur tol baru akan terasa saat perekonomian masyarakat mulai bergerak kembali.
KORIDOR, BOGOR – Harus diakui bahwa di masa pandemi Covid-19 ini tidak mudah memasarkan properti. Selain daya beli masyarakat menurun, juga karena orang yang punya dana simpanan berlebih akan memilih mengambil sikap selektif dalam berinvestasi.
Mungkin karena itu, beberapa developer yang penjualan proyek perumahannya yang cukup menggembirakan tahun ini (Januari – Oktober) merasa bersyukur produk-produknya masih mendapat respon positif dari masyarakat, terutama para investor.
Dalam rangka hal tersebut, para developer mensyukuri dan mengapresiasi para pembeli mereka yang di era pandemi ini tetap optimis melakukan transaksi properti. Salah satu developer tersebut adalah PT Tajur Surya Abadi, pengembang perumahan Royal Tajur, Bogor yang memberikan voucher gratis kepada konsumen yang telah membeli kavling, rumah atau apartemen di Royal Tajur selama periode Januari – Oktober 2020.
Hendra Gunawan General Manager Royal Tajur mengatakan, pihaknya bersyukur selama pandemi penjualan kavling, rumah, dan apartemen di Royal Tajur relatif masih stabil dan sebagai ungkapan terima kasih Royal Tajur mengapresiasi pembelinya dengan memilih 3 pembeli untuk mendapat voucher senilai sampai dengan Rp75 juta setiap bulan periode November – Desember 2020, nilai 6 voucher itu sebesar Rp300 juta.
“Voucher tersebut dapat digunakan sebagai uang muka (DP) pembelian unit tower pertama Royal Heights Apartment, yang berada di kawasan perumahan tersebut. Misalnya mereka beli tipe 1 bedroom seharga Rp520 dengan DP minimal 10 persen atau Rp52 juta, voucher Rp75 juta bisa digunakan. Jadi pembeli yang terpilih itu tidak perlu mengeluarkan uang DP,” kata Hendra, seusai acara Pemilihan Penerima Voucher Pembeli Royal Tajur, akhir pekan lalu, di Bogor.
Hendra mengatakan, pembelian unit Royal Heights Apartment dengan voucher ini tidak menghilangkan promo Merdeka Cicilan dan Jaminan Sewa. Sementara harga tidak dinaikkan. Jadi voucher ini benar-benar mengurangi harga. Voucher berlaku hingga akhir tahun ini dan dapat dipindahtangankan.
Jadi mereka yang terpilih mendapatkan voucher, kata Hendra, bisa dikatakan mendapat unit apartemen “gratis”. Dia pun menjelaskan, dengan voucher pembeli tidak perlu membayar DP, selama 8 bulan cicilannya dibayarkan developer (Merdeka Cicilan), lantas 2 tahun mereka hanya bayar Rp300 ribuan karena sebagian besar cicilannya di-cover dari rental guaranty. Kemudian memasuki tahun ketiga, jika mereka terus menyewakan unitnya malah mereka bisa cash-in (uang masuk) dari investasinya karena harga sewa yang meningkat.
Mereka yang terpilih mendapatkan voucher bisa dikatakan mendapat unit apartemen “gratis”. (Istimewa)
Progress pembangunan
Saat ini progress pembangunan tower pertama Royal Heights Apartment sudah mencapai 90 persen. Ditargetkan bangunan fisik selesai di akhir Desember 2020. Januari proses Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dan serah terima unit mulai April 2021 secara bertahap. Di November ini akan men-setup unit contoh (show unit) riil langsung di apartemen.
“Pada awal 2021 tower kedua akan kami launching (pasarkan). Progress pembangunan tower kedua saat ini sudah mencapai 25 persen, basement sudah jadi. Ini berarti Royal Heights Apartment satu-satunya apartemen di Bogor yang belum dipasarkan tapi progress pembangunannya sudah di posisi 25 persen,” ungkap Hendra.
Cepatnya pembangunan fisik apartemen ini, lanjut Hendra, karena melihat besarnya animo masyarakat pada penjualan tower pertama cukup baik, meski di masa pandemi. Target market Royal Heights Apartment adalah investor, karena dalam kondisi seperti ini, sebagian orang yang memiliki dana simpanan yang cukup besar sedang mempertimbangkan investasi yang menguntungkan.
Di samping gencarnya penjualan apartemen, Royal Tajur juga memasarkan rumah tapak di beberapa cluster yang harganya mulai dari Rp990 juta hingga Rp3,2 miliar. Ada juga kavling eksklusif yang berada di Avebury Boulevard yang merupakan produk baru yang sudah mulai dibuka penjualan. Kavling ini ditawarkan dengan luas mulai 200 m2 hingga 330 m2, harga mulai Rp1,6 miliar.
JAKARTA, KORIDOR—Dalam upaya meningkatkan persiapan penyelenggraan MotoGP Mandalika 2021, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) akan memberdayakan masyarakat dengan membangun sekitar 752 homestay. Hal ini diungkapkan Abdul Halim Iskandar ketika mengikuti Rapat Koordinasi membahas Persiapan Penyelenggaraan MotoGP Mandalika 2021 yang akan dipimpin Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Panjaitan secara virtual, Selasa (3/11).
Menurut Gus Menteri, sapaan Abdul Halim Iskandar, di Kawasan Pariwisata Super Prioritas Mandalika, Kementerian Kemendes PDTT diberikan tugas untuk kembangkan empat Kabupaten disekitar kawasan itu dan 787 desa dengan alokasi anggaran Rp9,4 Miliar.
Namun, Kemendes PDTT mengorientasikan multiplier effect even MotoGP untuk membantu warga desa dan mengembangkan ekonomi lokal yaitu dengan membangun homestay, digitalisasi promosi dan pemasaran kultur maupun keindahan di kawasan pariwisata Mandalika. “Kemendes PDTT juga bakal mendorong pemasaran produk unggulan desa melalui BUMDes untuk masuk ke even MotoGP, hotel, dan tempat wisata,” kata Gus Menteri.
Karenanya, Ia mengusulkan agar alokasi anggaran dialihkan untuk pembangunan homestay, di empat kecamatan di sekitar Kawasan Mandalika yaitu tiga kecamatan di Lombok Tengah yaitu Kecamatan Pujut, Kecamatan Praya Barat dan Praya Timur. Selain itu di Kecamatan Jero Waru di Kabupaten Lombok Timur.
Pembangunan Homestay ini, kata Gus Menteri, juga bisa menyertakan Dana Desa di sejumlah desa setempat dan bahkan pengelolaan Homestay ini oleh BUMDes bekerja sama dengan masyarakat gunakan sistem bagi hasil.
Mulai Dibangun Februari 2021
Jika alokasi dana semula Rp9,4 Miliar ditambahkan dengan Dana Desa maka bisa membangun Homestay sebanyak 752. Sistimatikanya, potensi dana di Kemendesa PDTT Rp 9,4 miliar sebagai stimulan (hibah ke Bumdes) dan potensi sekitar 25 persen sebesar Rp 20,7miliar. “Maka akan terkumpul dana Rp31 Miliar untuk 51 Desa. Dana jika diasumsikan pembangunan Rp40 juta maka terbangun 752 Homestay,” kata Mantan Ketua DPRD Jombang ini.
Langkah yang bakal dilakukan Kemendes PDTT di Mandalika pada bulan November akan terjunkan tim khusus ke kawasan Mandalika, kemudian hingga Januari 2021 mengidentifikasi potensi dan masalah di lapangan.Bulan Februari 2021 bakal dimulai proses pembangunan Homestay dan diperkirakan selesai Juni 2021. Selanjutnya langsung digelar promosi di Official Website MGPA.
“Kemendes PDTT juga bakal investarisasi desa-desa wisata di NTB dan bakal promosikan juga di Official Website MGPA bakal para wisatawan bisa mengetahui secara detail dan akan mengunjunginya,” kata Lurah Santri ini.
Sementara itu Menko Luhut sendiri menyambut positif rencana yang dipaparkan Gus Menteri ini karena melibatkan masyarakat dan beri efek langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal. (*)
JAKARTA, KORIDOR – Pemerintah telah menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional non-alam untuk melindungi seluruh masyarakat. Kondisi force majeure tersebut berdampak terhadap berbagai jenis usaha termasuk di industri properti, dimana pengembang yang semula sehat tiba-tiba mengalami gangguan cashflow bahkan kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran utang.
Meski dalam situasi force majeure Covid-19, namun di sisi lain kasus gugatan kepailitan terhadap pengembang properti justru terus meningkat. Setidaknya ada 20 perusahaan properti yang digugat pailit sejak awal tahun ini.
Menurut Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida, maraknya kasus kepailitan khususnya di industri properti selain akibat kondisi dunia usaha yang sulit selama pandemi, juga karena mudahnya gugatan pailit dilakukan. Berdasarkan Undang-Undang No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang disebutkan bahwa “apabila terjadi gagal bayar hutang pada minimal dua kreditur, maka perusahaan dapat dipailitkan”.
“Ketentuan itu membuat gugatan kepailitan menjadi sangat mudah, padahal jika kepailitan terjadi yang rugi bukan hanya pengembang tetapi juga ratusan pembeli lain yang tidak ikut menggugat, terlebih mereka yang belum melakukan akta jual beli. Hal itu seharusnya menjadi pertimbangan juga,” ujar Totok dalam pembukaan diskusi webinar bertema “Relaksasi Pelaksanaan Kepailitan dalam Kondisi Force Majeur Pandemi Covid-19”, Selasa (27/10).
Paulus Totok Lusida
Terlebih lagi, kata dia, saat ini kondisi Indonesia sedang dalam situasi pandemi yang sudah ditetapkan pula menjadi bencana non-alam. Oleh karena itu, REI mengharapkan adanya relaksasi aturan kepailitan ini selama masa pandemi, mengingat seluruh rakyat sedang sulit termasuk pelaku dunia usaha.
Totok menambahkan, industri properti merupakan industri strategis nasional yang mempunyai dampak multiplier terhadap 175 industri ikutan dan 350 industri kecil dan UMKM. Anggota REI kini berjumlah hampir 6.500 perusahaan yang tersebar di 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, sehingga kontribusinya terhadap perekonomian cukup merata.
“Dari webinar ini kami berharap dapat dirumuskan mekanisme implementasi peraturan yang berkeadilan dengan memerhatikan kondisi force majeur pandemi Covid-19 sehingga tidak merugikan banyak pihak,” kata Totok.
Diskusi ini diselenggarakan oleh DPP REI bekerjasama dengan Unair.
Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Mohammad Nasih yang menjadi keynote speaker di diskusi tersebut mengatakan kasus gugatan kepailitan pengembang memang menjadi salah satu isu yang sangat aktual selama pandemi Covid-19. Padahal semua pihak perlu memahami bahwa situasi pandemi ini bukan kondisi yang bersifat permanen karena nantinya akan ada vaksin dan obatnya.
“Kasus gugatan pailit pengembang ini patut mendapat perhatian terutama dampaknya terhadap perekonomian nasional. Banyak pihak yang terlibat dalam bisnis ini, termasuk ratusan usaha lain yang bergantung kepada industri properti,” tegas Nasih.
Menurut dia, tidak ada yang diuntungkan dari pailit perusahaan properti karena yang menang jadi arang, dan yang kalah jadi abu. Semua pihak, tidak hanya pengembang tetapi konsumen pembeli pun mengalami kerugian. Selain itu, stabilitas nasional dan ekonomi perlu dijaga, karena kalau tidak diperhatikan dikhawatikan terjadi instabilitas mengingat kerugian melibatkan banyak pihak.
Kesulitan keuangan yang dialami banyak perusahaan saat ini diyakini bersifat jangka pendek mengingat pandemi pasti akan berlalu. Oleh karena itu, Nasih menilai kurang tepat jika sengketa utang piutang atau keterlambatan serahterima unit misalnya, diselesaikan melalui jalur kepailitan dan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).
Insolvensi dalam akutansi adalah kebangkrutan atau kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional. Syarat ini harus dipenuhi karena badan usaha tersebut sudah tidak punya kemampuan lagi memenuhi kewajiban yang jatuh tempo.
“Artinya, perusahaan yang kekayaan bersihnya masih positif tetapi sedang kesulitan keuangan jangka pendek misalnya akibat pandemi seperti saat ini, maka tidak tepat diselesaikan dalam kerangka kepailitan atau PKPU,” ujar Nasih.
Sementara Hakim Agung Syamsul Ma’arif menerangkan terkait kasus kepailitan di masa pandemi Covid-19 memang belum ada kebijakan khusus dengan kepailitan dan restrukturisasi utang secara menyeluruh. Kebijakan yang ada saat ini masih terbatas hanya berkaitan dengan lingkup pembiayaan/kredit perbankan.
Padahal seharusnya law maker di Indonesia mencontoh upaya yang dilakukan sejumlah negara misalnya dengan menaikkan batas insolven, defenisi utang, batas waktu PKPU atau seperti di Singapura yang mengeluarkan larangan kreditur untuk mengajukan kepailitan akibat pandemi hingga akhir tahun ini.
Di Indonesia belum ada payung hukum yang spesifik terhadap kontrak perjanjian yang terdampak Covid-19, dan belum ada ketentuan khusus berkaitan relaksasi kepailitan. Contohnya soal ambang minimum utang, moratorium permohonan PKPU, atau peran pemerintah dalam membantu negosiasi dan restrukturisasi utang.
“Seharusnya ini semua disikapi dengan mengeluarkan undang-undang. Tapi ini merupakan pendapat pribadi saya,” tegas Syamsul.
Batas Nilai Utang
Wakil Ketua Umum DPP REI bidang Regulasi dan Perundang-undangan, Ignesjz Kemalawarta mengungkapkan berdasarkan data yang dimiliki tiga alasan pailit terhadap pengembang yakni menyangkut serahterima unit (57,14%), utang piutang (35,72%) dan penyerahan SHM Sarusun (7,14%).
“Padahal utang piutang dalam sebuah hubungan usaha merupakan hal wajar. Dan meski pun pengembang ada utang dengan salah satu pihak di salah satu proyek properti misalnya apakah itu perbankan, supplier atau kontraktor, kan tidak berkaitan dengan pembeli produk properti lainnya,” ujar Ignesjz.
Sementara dalam kasus kontra prestasi penjualan properti seperti masalah keterlambatan serah terima unit, seharusnya tidak serta-merta didefenisikan sebagai utang.
Menurut Ignesjz, gugatan kepailitan yang bisa dilakukan oleh hanya dua orang dalam konteks yang sifatnya cukup luas dinilai REI terlalu mudah dan kurang tepat. Padahal dampak dari pemberitaan akibat gugatan kepailitan itu sangat berat, karena dapat menghancurkan reputasi dan citra developer dalam sekejap. Sementara belum tentu nantinya perusahaan properti itu benar-benar diputuskan pailit.
“Kami mengusulkan adanya pra-sidang sebelum gugatan kepailitan dan PKPU diajukan ke pengadilan niaga, sehingga tidak menimbulkan dampak yang lebih luas terhadap perusahaan maupun pihak lain yang dapat dirugikan termasuk pembeli,” ujar dia.
Keberatan lain adalah tidak adanya batas nilai utang dan solvency test sehingga sering disalahgunakan dalam persaingan yang tidak sehat. Tidak adanya batas nilai membuat ketidakseimbangan tuntutan pailit meski nilainya kecil dan tidak sebanding terhadap nilai aset properti yang ratusan kali lipat jumlahnya.
Sedangkan tidak adanya solvency test membuat kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan utangnya tidak dapat dipastikan. Ignesjz meminta semua pihak arif dan bijaksana untuk melakukan upaya hukum pailit dan PKPU, serta memikirkan secara utuh dampak untung-ruginya bagi perekonomian nasional.
BOGOR, KORIDOR– Sebagai sebuah hunian modern yang berlokasi di dekat Kampus, Apartemen University Resort (UResort) Bogor yang dikembangkan PT. Prima Permata Agung, kini semakin mendapat tempat di hati generasi milenial terutama kalangan Mahasiswa IPB University. Tak heran, kendati saat ini kondisi bisnis properti nasional sedang lesu karena terdampak Pandemi Covid-19, namun UResort yang pembangunannya sudah rampung 100% untuk tower pertama dan sudah siap dihuni tersebut tetap memiliki magnet tersendiri dan menjadi primadona di kawasan Bogor.
“UResort merupakan hunian dengan paket komplit. Selain lokasinya berdampingan dengan IPB University, fasilitas pendukung yang ada di UResort ini sangat lengkap dan cocok bagi kalangan milenial,” ungkap Dr. Alim Setiawan Slamet, Direktorat Kemahasiswaan dan Pengembangan Karir IPB University, dalam wawancara khusus Program acara UR Podcast, di Bogor, Minggu, (18/10).
Menurut Alim, hunian yang membidik pasar mahasiswa sekarang ini tidak cukup hanya sekedar dekat dengan kampus saja, tapi juga harus menunjang kegiatan kemahasiswaan atau yang medukung aktifitas belajar. “Anak muda (generasi milenial) suka belajar sambil ngopi, browsing internet, dan sebagainya. Jadi hunian yang bisa memberikan fasilitas pendukung itu sangat menarik bagi kaum milenial. Termasuk coworking space dan perpustakaan. Anak muda sekarang sangat suka belajar dan bekerja secar berkelompok, karena dapat menggabungkan segala potensinya masing-masing. Nah, semua itu bisa mereka dapatkan di UResort,” terang Alim Setiawan Slamet.
Lebih lanjut Alim mengatakan, Apartemen UResort bisa menjadi habitat yang baik bagi kaum milenial ataupun mahasiswa untuk bisa tumbuh, belajar, dan berkembang. “Saya melihat Pengembang UResort sangat cerdas membaca peluang dan tren yang dibutuhkan generasi sekarang, dimana mereka (kaum milenial) butuh ekosistem yang sangat baik,” jelasnya.
Alim pun mengakui Bahwa UResort menjadi mitra penting bagi IPB University yang merupakan kampus terbaik saat ini. Sebagai kampus nomor 1 Nasional tahun 2020, tentu membutuhkan akomodasi terbaik juga bagi mahasiswa-mahasiswa-nya. “Untuk menunjang prestasi mahasiswa, kami tidak bisa sendirian dan butuh kolaborasi dengan banyak pihak, termasuk UResort yang selama ini kami anggap sangat inovatif dan kreatif. UResort sudah banyak membantu Mahasiswa IPB,” imbuhnya.
Sebagai informasi, baru-baru ini Institut Pertanian Bogor atau IPB University berhasil menempati peringkat pertama di daftar kampus peraih skor tertinggi dalam Klasterisasi Perguruan Tinggi yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2020. IPB University mengungguli Universitas ternama lainnya seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Airlangga (Unair), dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Modern dan Ideal bagi Milenial
Pada kesempatan lain, Rio Purnomosidi, Managing Director UResort mengatakan, sebagai pengembang pihaknya merasa perlu untuk membantu penyediakan hunian bagi kebutuhan mahasiswa. “ Karena itu, unit hunian dan fasilitas pendukung yang kami kembangkan di Uresort sudah disesuaikan dengan kebutuhan kampus. Untuk menunjang kebutuhan kampus terbaik nasional, tentu kami juga menyediakan hunian dengan fasilitas-fasilitas terbaik pula,” katanya.
Sementara itu, populasi mahasiswa di kawasan Bogor sangat besar dengan menghitung pula jumlah mahasiswa eksisting. Contohnya IPB yang menjadi ikon PT ternama di kota tersebut, memiliki jumlah mahasiswa mencapai 28.884 orang berdasarkan data mahasiswa tahun 2016. Kalau diakumulasikan dengan jumlah mahasiswa di 24 PT lainnya, maka tidak kurang dari 50.000 mahasiswa menetap sementara (shelter) di kota kecil tersebut.
“Setidaknya perlu 50.000 hingga 100.000 kamar untuk menampung mahasiswa di Bogor. Karena kebanyakan mahasiswa itu adalah putra daerah dari seluruh nusantara yang pergi kuliah ke Bogor. Bahkan tercatat ada 707 orang mahasiswa asing dari luar negeri yang kuliah di Bogor, terutama di kampus IPB,” ujar Rio, salah satu pengembang properti muda di Jakarta ini.
Lebih lanjut Rio meyakinkan bahwa UResort menjadi hunian yang tepat bagi mahasiswa. Berbagai penghargaan tingkat nasional sudah diraih Uresot, diantaranya Pengembang Pelopor Apartemen Mahasiswa Modern dari Indonesia My Home Award (IMHA) 2017, Apartemen Mahasiswa Terbaik di Bogor, dari Realestate Creative Award (RCA) 2017 dan 2019, serta beberapa penghargaan bergengsi lainnya. “Komitmen kami untuk memberikan yang terbaik memacu kami untuk lebih kreatif dan inovatif, sehingga melahirkan apartemen modern dan ideal bagi mahasiswa dan kalangan kampus. Terbukti, UResort ternyata diapresiasi berbagai kalangan,” tegas Rio.
Berlokasi di Jl. Cilubang Nagrak No.3, Situgede, Kota Bogor, UResort hanya sepelemparan batu dari kampus IPB University. Proyek ini diyakini mampu memberikan menjadi alternatif hunian modern yang nyaman sekaligus memenuhi kebutuhan mahasiswa atau yang sering disebut sebagai generasi milenial. Hebatnya lagi, dari lima tower yang akan dikembangkan, 1 tower diantaranya sudah siap di huni. (*)
JAKARTA, KORIDOR – Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak awal 2020 juga berimbas ke sektor properti di Indonesia. Meskipun demikian, Samara Suites yang merupakan salah satu proyek apartemen besutan Synthesis Development tetap menunjukan progres pembangunan.
Managing Director Samara Suites, David Lo menuturkan, melihat kondisi properti di Indonesia beberapa bulan terakhir ini memang dirasakan adanya penurunan, namun dia tetap optimistis jika pasar properti akan kembali pulih dan bangkit.
Pembangunan proyek Samara Suites yang saat ini dalam tahap finishing masih tetap berlanjut dan berjalan, namun pengerjaan proyek tetap perlu mengutamakan protokol kesehatan sesuai dengan arahan pemerintah.
“Apalagi saat ini sedang diberlakukan kembali PSBB (pembatasan sosial berskala besar) di Jakarta, pasti pergerakan para pekerja kami akan sedikit terbatas karena salah satunya harus selalu menerapkan social distancing,” ucap David Lo dalam siaran persnya.
Samara Suites yang mengusung konsep ‘business apartment’ juga telah meraih sertifikat Exellence in Design for Greater Efficiencies (EDGE) dari Green Building Council (GBC) Indonesia. Sertifikasi EDGE diberikan kepada bangunan yang menerapkan praktik-praktik bertanggung jawab kepada lingkungan di negara berkembang tanpa bertentangan dengan prinsip-prinsip bisnis.
Dengan dikantonginya sertifikat EDGE, membuktikan bahwa apartemen yang berada di kompleks Synthesis Square, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, ini telah mengoptimalkan rancangan bangunannya sehingga efisien dalam penggunaan listrik, air, serta bahan bangunan.
Menurut David, sertifikasi EDGE ini menjadi refleksi kepedulian Synthesis Development sebagai pengembang dalam mengedepankan pola hidup ‘go green’ untuk mendukung lingkungan dan kehidupan yang lebih sehat di tengah kota, juga menambah kenyamanan penghuni baik lewat bangunan, fasilitas, maupun lanskap.
“Kami punya kewajiban untuk menciptakan lingkungan hidup yang lebih kondusif dan bersahabat. Salah satu upaya ke sana yaitu menciptakan produk yang efisien, termasuk untuk kualitas hidup penghuninya. Kami ciptakan kenyamanan dari sisi apartemennya mulai dari lokasi strategis hingga kemudahan akses transportasi,” jelas dia.
Samara Suites memiliki akses transportasi memadai di kawasan Gatot Subroto, tidak jauh dari jalan tol, transportasi publik, pintu tol dua arah, jalur Trans Jakarta, dan ke depannya akan dilalui oleh LRT (Light Rapid Transit).
Di sisi lain, penggarapan transportasi publik LRT oleh pemerintah terus berjalan. Menurut pihak pemerintah, progres pengerjaan konstruksi hingga Februari 2020, konstruksi LRT Jabodebek sudah menyentuh angka 70,26%. Menurut pihak terkait, seluruh lintasan itu ditargetkan akan rampung pembangunannya pada pertengahan 2022.
“Banyak pakar transportasi dan perkotaan yang mengungkapkan bahwa properti di sekitar transportasi publik terutama yang dekat dengan MRT (Mass Rapid Transit) dan LRT (Light Rapid Transit) pasti akan mengalami kenaikan. Oleh karena itu, kalau LRT sudah mulai beroperasi, bisa dipastikan nilai investasi Samara Suites akan ikut mengalami kenaikan,” pungkas David.
GENCAR diwartakan developer kelas utama yang membangun apartemen mentereng di lokasi strategis metropolitan dipailitkan konsumen. Sederet developer juga divonis pailit hanya karena gagal serah unit apartemen tepat waktu yang diperjanjikan. Tidak hanya melanda apartemen premium, pengembang apartemen kelas menengah-bawah pun tidak luput dari ancaman Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) bahkan kepailitan.
Ujung-ujungnya, konsumen pun ikut terkena getahnya, karena acapkali hanya bermodalkan surat pemesanan dan izin menghuni saja. Ya, jurus pailit/ PKPU belum tentu aman bagi konsumen. Sebab, meski unit apartemen telah dikuasai dan dihuni, namun statusnya bukan kepemilikan. Alhasil tidak ada jaminan perlindungan terhadap aset konsumen.
Developer jelas di tengah sebuah dilema. Bagaimana tidak, hanya gara-gara gagal serah terima dua unit saja langsung bisa diajukan PKPU ke Pengadilan Niaga. Padahal, developer itu tidak sedang kesulitan dana dan bukan dalam tekanan neraca keuangan yang akut atau financial distress.
Layakkah gagal serah apartemen bisa dikualifikasi sebagai utang? Pantaskah dua utang jatuh tempo menjadi alasan orang tergopoh-gopoh ke Pengadilan Niaga? Bagaimana perlindungan konsumen terutama yang hanya bermodalkan PPJB (Perjanjian Pendahuluan Jual Beli)?
Berikut wawancara tim redaksi Koridor.Onlinedengan Muhammad Joni SH, MH, Praktisi Hukum Perumahan/Properti dari Law Office Joni & Tanamas yang juga Sekretaris Umum Housing and Urban Development (HUD) Institute di Jakarta, akhir pekan lalu.
Tiba-tiba ramai dan marak sekali fenomena developer diajukan pailit dan PKPU, apa penyebabnya?
Hemat saya, fenomena ini bertumpu pada persoalan hukum dan kepatuhan hukum. Jadi bukan hanya gejala tekanan perkonomian. Analisis saya, ekologi hukum properti belum utuh terbangun, ada celah akrobat hukum, dan ini beresiko. Padahal industri realestat terkait lebih 170-an bidang usaha lain, sehingga efek kepailitan dan PKPU ini menjadi tema sentral yang harus diatasi secara terstruktur dan utuh sampai ke akar persoalannya.
Anda katakan tema sentral, sehebat apa pengaruhnya dan kepada siapa saja?
Bukan hanya developer yang mungkin keliru dalam perencanaan, tidak disiplin keuangan dan pemasaran sehingga gagal mengelola kelancaran cash-flow. Namun arsitektur hukum yang mengatur properti juncto realestat harus dibangun guna mengatur tatanan industri ini. Mitigasi harus dilakukan, misalnya dengan lembaga penjaminan pembangunan dan penyerahan.
Developer yang meminjam uang bank untuk kredit konstruksi misalnya diwajibkan mitigasi resiko proyek dengan klausula tertentu. Dengan menset-up peraturan OJK, sehingga tidak ugal-ugalan dalam pembiayaan. Jadi tindakan aktif-positif mendeteksi resiko ini secara dini. Karena jika salah kelola, maka proyek apartemen bisa stagnan, kepercayaan konsumen pun menukik tajam.
Yang rugi juga banyak. Tidak hanya reputasi developer rusak dan cash flow-nya tersendat, tetapi konsumen yang mungkin saja nasabah KPA di bank yang sama juga akan berimbas.
Lalu apa yang bisa dilakukan?
Karena perlindungan konsumen bank adalah domein OJK, maka sangat beralasan untuk mendesak OJK mengatur mitigasi, deteksi dini dan proteksi nasabah bank, bisa konsumen bisa pula developer.
Karena begini, walau pun sudah membayar uang muka dan cicilan, konsumen paling rentan karena belum dilakukan akta jual beli (AJB), belum ada penyerahan yuridis, apalagi proses terbitnya sertifikat masih jauh. Sehingga status hukumnya belum pemilik barang, sebab belum ada penyerahan secara hukum (yuridish levering).
Hemat saya harus ada terobosan hukum untuk melindungi konsumen. Perlu disusun konsep hukumnya, apakah dengan skim penjaminan atas penyerahan, atau penemuan hukum yang memaknai status PPJB lunas sebagai pemilikan.
Jadi selain developernya harus tangguh dan prudent, konsumen harus juga dilindungi, misalnya dengan “back to back legal protection”. Saya mengingatkan bahwa transaksi properti bukan transaksi biasa, tidak bersisi dua namun jamak sisi dan sangat unik.
Maksudnya?
Pembayaran uang muka dan cicilan yang dilakukan konsumen kepada bank misalnya dengan skim KPA, dikonversi menjadi pelunasan sebagian dan pemilik sebagian dengan kalkulasi dan rasio tertentu. Bisa pula di-back up dengan skim penjaminan pihak ketiga semacam asuransi wanprestasi gagal serah. Ketika gagal serah, konsumen bisa klaim uang kembali dan pinalti.
Intinya, siklus mitigasi resiko jangan terputus, tetapi harus tersambung utuh. Jangan mismatch. Hal itu yang tidak memadai dengan undang-undang yang berlaku saat ini. Menurut saya, perlu dibangun secara utuh dengan undang-undang tersendiri guna menata industri properti-realestat. Itu yang harus didorong, sehingga industri ini sehat dan pasarnya terjaga dari “arus pendek” yang mengakibatkan kegagalan sistem industri properti-realestat.
Nah, kembali ke pertanyaan Anda tadi, maraknya kepailitan/PKPU maupun lemahnya status hukum konsumen jika developer gagal bangun dan serahterima unit adalah bentuk dari “arus pendek” kegagalan sistem yang ada. Ini tidak bisa dibiarkan berlarut, karena jika tidak ditata akan melumpuhkan kesehatan industri properti.
Muhammad Joni
Soal sangat mudahnya konsumen mengajukan developer pailit ke Pengadilan Niaga, apa komentar Anda?
Coba periksa fenomena hukum ini secara obyektif dan jernih. Apakah hal itu sebab atau akibat? Dari mana membacanya? Jika membacanya dari status konsumen yang lemah, ya bisa jadi hal itu sebagai pemicunya. Konsumen pasti mencari cara apapun melindungi haknya walaupun beresiko bagi konsumen lain yang jumlahnya tidak sedikit pula. Sehingga menjadi dilema baik bagi konsumen maupun developer.
Sehebat apapun developer yang gagal serah pasti dia tidak akan nyaman. Karena dengan dua utang jatuh tempo saja, konsumen sudah bisa pergi ke Pengadilan Niaga, mengajukan PKPU bahkan kepailitan. Karena defenisi utang dan pembuktiannya sederhana sehingga menjadi celah atau penyebab bersegeranya developer diajukan ke Pengadilan Niaga.
Apakah gagal serah sama dengan utang?
Ini soal menarik dan sekaligus krusial, karena ada dua haluan dalam berbagai putusan pengadilan di Indonesia. Di satu sisi mendefenisikan utang sebagai semua prestasi yang belum dilaksanakan atau dibayarkan yang timbul dari perjanjian para pihak. Wanprestasi perjanjian apapun sama dengan utang.
Di sisi lain, utang yang dijadikan dasar kepailitan hanya utang yang terbit karena perjanjian utang piutang uang, berikut kewajiban bunganya. Sebab menurut sistem hukum Indonesia, keputusan hakim atas perkara serupa tidak mengikat hakim yang lain. Bisa diikuti, bisa juga tidak.
Soal pembatasan jumlah nominal utang?
Itu salah satu yang logis diusulkan. Berapa nilai nominal yang wajar dan jumlah kreditur yang patut sebenarnya? Selain itu, beralasan kalau membenahi hukum acaranya dengan diwajibkan menguji lebih dahulu apakah beralasan diajukan pailit dengan insolvency test.
Agar kepailitan tidak diajukan secara serampangan, maka harus disyaratkan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium), bukan upaya pertama (premium remidium). Saat ini hanya gagal serah 2 unit saja, langsung bisa tancap gas mengajukan PKPU atau bahkan pailit developer, padahal developer itu membangun belasan menara, ribuan unit bahkan skala kota mandiri. Kan tidak logis. Hukum itu normatif, dan sekaligus logis. Juga, mengandung kepatutan dan keadilan.
Saya kira, jangan sampai undang-undang apapun menjadi celah “membunuh” korporasi yang sehat secara tidak wajar. Tentu hal itu tidak menyehatkan masa depan industri properti-realestat yang berakibat pada ratusan mungkin ribuan konsumen. Efeknya juga bisa melebar, bukan hanya terhadap konsumen namun juga kontraktor, konsultan, pemasok, bahkan pekerja konstruksi.
Jadi sekali lagi, undang-undang apapun dibuat pasti melekat unsur kepastian, kemanfaatan dan keadilan. Hukum adalah instrumen perlindungan, bukan justru memberangus hak, baik developer maupun konsumen.
Apa solusi yang Anda tawarkan?
Harus ada langkah transformasi hukum skala besar, dengan membangun sistem hukum yang utuh, karena tidak memadai dengan UU Rusun yang sekarang ini. Opini hukum saya, pemerintah perlu segera mengajukan undang-undang yang mengatur industri properti-realestat, yang mampu menjawab daftar masalah aktual dan menjaga kesehatan industri ini.
Termasuk dengan menyehatkan relasi hukum yang rentan antara developer-konsumen. Arsitektur hukum baru itu nantinya bisa dikawal dengan profesional hukum yang kompeten, menyediakan pilihan forum (choise of forum) yang efektif, cepat dan sederhana.
Apakah UU kepailitan perlu diubah?
Bisa saja diusulkan, demi menjaga kesimbangan relasi developer dengan konsumen. Isu hukum soal kualifikasi utang, jumlah kreditur, nominal jumlah utang, diwajibkan pemeriksaan pendahuluan insolvency test, adalah beberapa hal saja.
Pendapat saya, selain butuh undang-undang baru yang mengatur industri realestat secara utuh, perlu kiranya mendorong perubahan UU Kepailitan dan PKPU. Jika tidak, ya bisa mengujinya ke Mahkamah Konstitusi. Yang pasti kita butuh haluan hukum yang baru. (*)
JAKARTA, KORIDOR – Di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini banyak keterbatasan yang dihadapi pengembang apartemen dalam menyelesaikan pembangunan fisik apartemennya. Namun tidak sedikit yang tetap berkomitmen menyelesaikan dan menserahterimakan unitnya yang dijanjikan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kepercayaan konsumen terhadap bisnis properti secara keseluruhan.
Ciputra Group pada awal Oktober ini mulai hand over (menserahterimakan) unit apartemen The Newton 1, yang merupakan salah satu tower dari pengembangan kawasan Ciputra World 2 Jakarta. Serah terima unit apartemen ini akan berlangsung hingga 31 Desember yang dilaksanakan secara parsial (bertahap). Serah terima unit apartemen ini dilakukan dengan mengikuti protokol kesehatan sesuai anjuran Pemprov. DKI Jakarta dalam masa PSBB Transisi.
Menurut Andreas Raditya, General Manager Marketing Ciputra Group, berbeda dengan sebelum masa pandemi Covid-19, serah terima unit The Newton 1 saat ini dilakukan dengan teknis prosedur ketat diantaranya: setelah mendapat undangan serah terima unit pembeli diwajibkan konfirmasi kedatangan temu eksklusif minimal 3 hari kerja sebelum hari H.
Pembeli juga diminta datang tepat waktu dan alokasi waktu pertemuan tersebut tidak lebih dari 1,5 jam. Pendamping yang diijinkan mengikuti acara serah terima maksimal 1 orang untuk mencapai aturan pembatasan kuota 25% kapasitas total.
“Hal ini kami lakukan untuk mencegah penularan Covid-19. Jadi kami lakukan seaman mungkin. Pembeli yang akan datang sudah kami jadwalkan hingga mereka tidak datang bersamaan. Dalam kondisi sesulit apapun, Ciputra Group berupaya menepati komitmennya kepada konsumennya,” kata Raditya, Senin, 26 Oktober 2020, di Jakarta.
Serah terima unit The Newton 1 dilakukan dengan teknis prosedur kesehatan yang ketat. (Foto: Istimewa)
Setelah serah terima, para pemilik unit dapat langsung melakukan fit out atau mendesain ruangan sesuai keinginannya. Sebagian besar pembeli apartemen ini ingin unitnya cepat selesai. Disamping nyaman untuk ditinggali, juga sangat untung jika disewakan karena peminatnya cukup banyak. Lokasi Newton 1 berada Jl. Prof Satrio yang merupakan kawasan elite (pusat kota Jakarta) “Segitiga Emas” (Jl. Jenderal Sudirman – MH Thamrin, Jl. Prof. Satrio, dan Jl. HR. Rasuna Said). Kawasan ini paling prime di ibu kota sekaligus sebagai Central Business District (CBD) Jakarta.
New Normal New Deals
Di kawasan tersebut Ciputra Group sedang menawarkan apartemen The Newton 2 dengan harga mulai Rp1 miliaran. Dimana pada bulan Oktober hingga Desember 2020 menawarkan promo New Normal New Deals, khusus unit hadap Jl. Jend. Sudirman (Utara). DP (down payment) hanya 30% dan bisa dicicil mulai dari 6jt selama 36 kali. Tidak hanya itu, jika mendapatkan persetujuan KPA dari Bank konsumen akan mendapatkan voucher interior mulai dari Rp.25.000.000,-, Google Home, dan Robot Vacuum Cleaner.
The Newton 2 menawarkan tipe mulai dari 24 meter persegi hingga 60 meter persegi dengan pilihan tipe seperti studio, one bedroom, dan two bedroom. The Newton 2 dikembangkan dengan konsep yang cozy, memiliki fasilitas-fasilitas pendukung yang sesuai karakter milenial dan pasangan muda, area terbuka meeting point yang ditunjang dengan akses teknologi yang baik, kolam renang, convinient store, dan fasilitas gym.
CW2J merupakan proyek mixed used yang terintegrasi dengan CW1J yang telah beroperasi Ciputra World 1 Lotte Shopping Avenue, Raffles Residence, Raffles Hotel, dan DBS Bank Tower. CW2J terdiri dari Tokopedia Tower, Ascott Sudirman Jakarta, The Orchard Satrio, The Residence, The Suites, The Newton 1 dan Newton 2.