OpiniTrending

Amandemen UU BI: Jangan Nihilkan Mandat Konstitusi Independensi BI

Oleh: Muhammad Joni, SH., MH,. Advokat dan Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia/MKI

JAKARTA,KORIDOR–Imbas kontraksi ekonomi, sontak parlemen menyiapkan RUU amandemen UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia (UU BI) yang bakal mencecah aras kebijakan moneter –yang menjadi urusan Bank Indonesia.

Setelah kebijakan berbagi beban (burden sharing) pemerintah dengan BI, RUU inisiatif DPR –yang bergerak cepat dan menerobos daftar program legislasi nasional— dikritik menggerus independensi BI.

Independensi BI wajib dipatuhi karena mandat konstitusi. Pasal 23D UUD 1945 yang berbunyi “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang”.

Merujuk konstitusi, bahwa bank sentral yang independen dikaitkan dengan Negara, bukan pemerintah sahaja. Konstitusi adalah hukum tertinggi.

Diwartakan, draf RUU Amandemen UU BI dalam Pasal 9A dan 9B hendak bangkitkan Dewan Moneter (“DM”). Dulu, DM era orde baru berkuku menggawangi kebijakan moneter dengan pangkalan UU No.13/1968. DM era orde baru itu kemudian hablur ketika era reformasi. Dengan UU BI yang menormakan watak independen BI yang berasal dari mandat konstitusi. BI pun berubah. Bukan lagi bagian jajaran kabinet.

Tepat ekonom senior INDEF Fadhil Hasan berpendapat, jika bangkit lagi DM maka BI tidak lagi independen menilai apakah kondisi ekonomi dalam keadaan instabilitas keuangan. Betapa tidak, menurut RUU Amandemen UU BI itu, Pemerintah bisa melenggang sendiri jika BI tak menyetujui beleids moneter yang dibahas DM.

Ikhwal watak independensi terkontraksi jika terjadi disparitas bahkan kontras dua garis kebijakan yang dipegang kokoh dua aras kekuasaan: Pemerintah dan BI –jika DM benar bangkit lagi.

Sebab itu RUU Amandemen UU BI itu menjadi polemik paradigmatik. Dialektika independensi BI, kini menjadi tonggak penting bagaimana bangsa dan negara gigih mengiati amanat konstitusi bersamaan menghadapi kontraksi ekonomi. Kemana diayunkan bandul sejarah ketatanegaraan kini? Menjadi sejarah dinamika hubungan BI dengan pemerintah!

| Baca Juga:   Begini Cara Pengembang Eksis di Tengah Pandemi

Independensi-Akuntabel

Independensi bank sentral mencakup aspek yang kompleks. Berkaitan sistem pemerintahan. Berkitan mekanisme pemberian mandat atau wewenang kebijakan moneter dan alasan pemberian independensi bank sentral.

Dalam konteks Indonesia, hanya dengan amandemen UUD 1945 yang memasukkan norma bahwa negara memiliki suatu bank senral yang independen.

Merujuk Stanley Fisher dalam “Modern Central Banking”, umumnya bank sentral diberikan wewenang dan tanggungjawab menjaga kestabilan sistem keuangan dengan menjalankan fungsi pengawasan perbankan dan lembaga keuangan nonbank, bertindak sebagai lender of the last resort, menyelenggarakan asuransi deposito, pengaturan devisi, bahkan –pada banyak negara bank sentral menjadi penasihat ekonomi dan keuangan pemerintah.

Independensi bank sentral tidak lepas dari konstelasi dalam negeri dari negara yang menerapkan bank sentral dan keterikannya dengan mekanisme atau instrumen tertentu. Negara-negara di Eropah misalnya, terikat mengimplementasikan Perjanjian Maastricht (Masstricht Treaty) yang mensyaratkan independensi bank sentral.

Dalam tahun 1998, status hukum dari independensi bank sentral pada beberapa negara EMU (Europen Monetary Unions) sudah ditingkatkan, dan isu yang paling utama dalam peningkatan status bank sentral adalah menghilangkan adanya fasilitas finansial bagi Pemerintah. Dalam wacana kemandirian bank sentral, masalah signifikan adalah hubungan bank sentral dengan eksekutif dan legislatif (parlemen). Menjadi indikator apakah bank sentral dikualifikasikan mandiri (independent) atau justru tergantung (dependent) dari kekuasaan politik.

Suatu bank sentral yang mandiri dapat diindikasikan dari ada atau tidaknya intervensi politik dan menciptakan implikasi yang lebih luas bagi masuknya pengaruh lembaga politik ke dalam bank sentral.

Kuatnya implikasi dari masuknya pengaruh politik pada kebijakan dijelaskan Rosa Maria Lastra bahwa; “Independence indicates the absence of political interference and implies the widest possible room for manoeuvre in the conduct of the policies delegates to the central bank”.

Diskursus independensi bank sentral memberikan fokus pendelegasian kekuasaan (power delegates) kepada bank sentral dan menggerakkan kemandirian mencapai berbagai tujuan sebagai bank sentral. Pendelegasian dari negara itu yang dalam konteks bank sentral di Indonesia tertuang dalam mandat konstitusi: Pasal 23D UUD 1945.

| Baca Juga:   BTN Rilis KPA Smart Living Bunga 3% untuk Proyek The Oak Tower Apartment

Sebab itu independensi bank sentral dalam koridor accountability atas mandat kekuasaan dari konstitusi. Konstitusi Indonesia menegaskan Negara memiliki bank sentral cq. BI yang independen, sehingga mandatnya bersumber dari konstitusi –yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya diatur dengan UU.

Karenanya UU BI maupun RUU Amandemen UU BI hanya memiliki validitas dan legitimated (meminjam istilah Hans Kelsen) jika mengacu Pasal 23D UUD 1945 –yang eksplisit memandatkan independensi. Analog dengan kekuasaan kehakiman yang merdeka –untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (vide Pasal 24 ayat 1 UUD 1945) –yang imparsial dan tidak bisa diintervensi— demikian pula bank sentral yang independen merujuk mandat Pasal 23D UUD 1945.

Namun, bank sentral tidak bisa berjalan sendiri dan melepaskan hubungan dengan Pemerintah dan parlemen. Dalam keadaan demikian, Rosa Maria Lastra menyebutkan independensi bank sentral sebagai “accountable independence”, atau dengan “instrumental independence”, atau “operational independence”, dan istilah “independence within government”.

Independensi yang akuntabel menjadi pilar yang tepat menjaga independensi bank sentral dan bertemali dalam hubungan yang akuntabel dengan pemerintah dan parlemen. Mahkamah Agung RI dan Mahkamah Konstitusi RI tetap merdeka menjalankan kekuasaan kehakiman, walaupun dibiayai APBN yang disusun pemerintah dan DPR.

Secara umum, urgensi pemberian wewenang kebijakan moneter dengan adanya independensi bank sentral dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang dilakukan dengan menjaga stabilitas moneter, yakni stabilitas harga, inflasi, dan nilai tukar mata uang nasional.

Jika merujuk Rosa Maria Lastra, manifestasi independensi bank sentral diwujudkan dalam tiga bentuk. Pertama, Independensi organik bank sentral yang memberikan jaminan hukum bagi organisasi bank sentral dan hubungan dengan pemerintah dan parlemen. Kedua, Independensi fungsional bank sentral dengan jaminan hukum menjalankan fungsi dan wewenang sebagai bank sentral. Ketiga, Independensi profesional bank sentral yang berarti independensi bank sentral secara professional merumuskan kebijakan moneter.

| Baca Juga:   Pemerintah Alihfungsikan Hotel untuk Lokasi Isolasi Mandiri

Merujuk kepada Lastra –yang memberi rambu independensi: organik, fungsional, dan profesional)– majelis pembaca dapat menilai RUU Amandemen UU BI yang membangkitkan Dewan Moneter –yang menyertai BI dan memasuki aras kebijakan moneter– mencecah soal indendensi bank sentral cq. BI yang merupakan mandat konstitusi. Bisa jadi perihal cetak uang yang pernah ditolak BI, pun BI yang siaga untuk pembelian utang pemerintah sebagai garis kebijakan burden sharing, menjadi fakta dan latar –yang dalam bacaan publik terkait amandemen UU BI– yang diajukan sontak.

Ketika terjadi disparitas bahkan kontras kebijakan moneter yang diusung BI dengan pemerintah dalam DM, bagaimana BI yang melekat mandat konstitusi itu menjamin watak profesionalitasnya?

Akankah kontras garis kebijakan antara BI dengan pemerintah, walau keduanya berargumentasi dengan dalil profesional?

Kiranya, hal itu menjadi ujian independensi BI menjaga mandat konstitusi –yang masih mengikat dan belum dicabut. Bukan hanya bagi BI namun juga pemerintah dan DPR.
Rakyat-cum-masyarakat sipil sahih didengarkan.

Tidak valid jika dinihilkan pandangannya ikhwal mandat konstitusi. Pembuat UU wajib lugas mematuhi bahwa kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut konstitusi.

Demi merawat kepercayaan publik. Demi menjaga mandat konstitusi yang otentik. Tabik.

 

Erfendi

Penulis dan penikmat informasi terkait industri properti dan turunannya dengan pengalaman lebih dari 15 tahun. Email: exa_lin@yahoo.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button