Finansial

  • Dongkrak Market Share KPR Non Subsidi, BTN Resmikan Sales Center KPR

    JAKARTA,KORIDOR.ONLINE—PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) meresmikan Sales Center KPR Jakarta, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan penguasaan pasar (market share) KPR Non Subsidi. Sales Center KPR ini dikhususkan untuk melayani penyaluran KPR  segmen emerging affluent.

    Direktur Utama Bank BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan, peresmian Sales Center KPR BTN merupakan bagian dari proses transformasi untuk mendukung terwujudnya visi menjadi The Best Mortgage Bank di Asia Tenggara pada tahun 2025.

    Direktur Utama Bank BTN, Nixon LP Napitupulu

    “Ini merupakan transformasi yang kami lakukan dalam rangka Expand to New Business Area. Kami ingin memperbesar market share KPR segmen emerging affluent dengan ticket size di atas Rp1 miliar yang potensinya masih sangat besar,” jelas Nixon saat meresmikan Sales Center KPR Jakarta, di Kantor Cabang Bank BTN Kelapa Gading, Jakarta, Jumat (16/6).

    Menurut Nixon, sejalan dengan profil dan persaingan di segmen emerging affluent yang maka diperlukan langkah-langkah strategis, antara lain adalah menyediakan  layanan dan program khusus untuk segmen tersebut. Untuk mendukung langkah strategis dimaksud Bank BTN bekerjasama dengan 27 developer papan atas seperti Adhi Karya, Agung Sedayu, Ciputra dan Agung Podomoro.

    “Sales Center KPR Bank BTN secara eksklusif hanya memproses berkas KPR yang berasal dari 27 Top Tier Developer di Indonesia,” jelasnya.

    Nixon mengungkapkan, selain di Jakarta,  Sales Center KPR BTN juga akan diresmikan di Tangerang, dan Surabaya. Hal ini dikarenakan potensi penyaluran KPR segmen tersebut di daerah tersebut masih sangat besar.

    Untuk mendukung launching Sales Center KPR tersebut, Bank BTN menawarkan berbagai promo menarik seperti suku bunga kredit yang rendah dan kompetitif mulai dari 2,99%. Selain itu, Sales Center KPR BTN juga memberikan Priority Lane serta Dedicated Processing Person sehingga berkas developer menjadi prioritas untuk diproses terlebih dahulu dengan service level agreement (SLA) proses yang lebih cepat.

  • Beleid Kenaikan Harga Jual Rumah Subsidi Terbit, Pengembang Tancap Gas

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE— Setelah beberapa tahun tertunda, akhirnya Pemerintah  menerbitkan beleid terkait penyesuaian harga jual rumah bersubsidi. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 60 Tahun 2023 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa Dan Pelajar, Serta Rumah Pekerja Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tertanggal 9 Juni 2023. Beleid itu juga mencantumkan besaran kenaikan harga rumah subsidi untuk tahun 2024 mendatang.

    “Besaran harga jual rumah bersubsidi naik menjadi kisaran Rp 162.000.000 di zona I hingga Rp 234.000.000,- di zona V. Selain itu akan mengalami kenaikan secara otomatis mulai tahun 2024 yaitu Rp 166.000.000,- untuk zona I hingga Rp 240.000.000,- di zona V,” seperti dikutip dari beleid tersebut, Jumat, 16 Juni 2023.

    Tabel Zonasi Harga Jual Rumah Subsidi

    Dwi Nurcahya, Ketua Dewan Pengurus Daerah Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Apernas) Jaya Kalimantan Tengah menyambut baik terbitnya PMK tersebut. Nantinya PMK akan segera diiukuti oleh aturan kementerian teknis dalam hal ini adalah Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kepmen PUPR) yang mengatur tentang batasan Harga Jual Rumah Sejahtera Tapak Yang Diperoleh Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Bersubsidi.

    Menurutnya ada yang menarik dari PMK baru, yaitu calon debitur KPR single 18 tahun ke atas sudah bisa membeli rumah subsidi, tidak dibatasi umur 21 tahun sebagaimana aturan PMK sebelumnya.

    “Draft Kepmen PUPR sudah ada. Sambil nunggu Kepmen PUPR, sambil juga siapkan taksasinya. Temen temen pengembang segera ajukan Taksasi KJPP untuk naikan harga jual di sistem BTN. Sesuai dengan harga jual maksimal tiap zona,” sarannya.

    Begitu Kepmen PUPR terbit lanjut Dwi, maka pengembang tinggal jalan dengan harga jual baru. Dari pengalaman sebelumnya, Dwi menyarankan,  jika SP3K lama belum dieksekusi ajukan back track untuk harga baru. Sehingga SP3K yang belum akad bisa pakai harga baru, dengan mekanisme back track di sistem ELO,” pungkasnya.

    Harga Baru Sesuai Zona 

    Berdasarkan PMK, harga baru rumah subsidi untuk wilayah Jawa (kecuali Bodetabek) dan Sumatera (kecuali Kep Riau, Bangka Belitung, Kep Mentawai) atau zona I, dari sebelumnya Rp 150.500.000,- menjadi Rp 162.000.000,- dan menjadi Rp 166.000.000,-.

    Untuk zona II meliputi wilayah Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Mahakam Ulu) dari 164.500.000,- menjadi Rp 177.000.000,- dari sebelumnya yaitu Rp 164.500.000,- dan akan naik sebesar Rp 182.000.000,- di tahun 2024.

    Berikutnya, zona III yang mencakup Sulawesi, Babel, Kep Mentawai, dan Kep Riau (kecuali Kep Anambas) dari semula Rp 156.500.000,- menjadi Rp 168.000.000,- dan akan naik menjadi Rp 173.000.000,- mulai tahun 2024.

    Untuk wilayah atau zona IV, mencakup Maluku, Maluku Utara, Bali, dan Nusa Tenggara, Jabodetabek dan Kep Anambas, Kab Murung Raya, dan Kabupaten Mahakam Ulu dari sebelumnya Rp 168.500.000,- menjadi Rp 181.000.000,- dan akan naik lagi menjadi Rp 185.000.000,- di tahun 2024.

    Terakhir, untuk zona V mencakup Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Papua Barat Daya naik dari Rp 219.000.000,- menjadi Rp 234.000.000,- dan akan naik lagi tahun 2024 menjadi Rp 240.000.000,-

     

     

  • REI, Apersi dan Himperra: Penundaan Penyesuaian Harga Rumah Subsidi Justru Merugikan MBR

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE—Tiga asosiasi pengembang yang menyumbang pasokan rumah subsidi terbesar di Indonesia yakni Realestat Indonesia (REI), Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) serta Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) menyesalkan sikap pemerintah yang terus menunda penyesuaian harga rumah subsidi, bahkan justru membuat banyak regulasi baru.

    Hal tersebut terungkap pada diskusi media bertajuk “Akhir Cerita Program Sejuta Rumah?” yang diselenggarakan Indonesia Housing Creative Forum (IHCF) bekerjasama dengan Real Estat Editors Community (RE2C) di Jakarta, Jumat (19/5).

    diskusi media bertajuk “Akhir Cerita Program Sejuta Rumah?” yang diselenggarakan Indonesia Housing Creative Forum (IHCF) bekerjasama dengan Real Estat Editors Community (RE2C) di Jakarta, Jumat (19/5).

    Wakil Ketua Umum DPP REI, Maria Nelly Suryani menegaskan selama masih ada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan Pemerintah Indonesia memiliki keberpihakan kepada MBR, maka Program Sejuta Rumah (PSR) terutama penyediaan rumah bersubsidi seharusnya dapat terus berkelanjutan. Pengembang juga masih berkomitmen tinggi untuk membantu tugas pemerintah dalam “merumahkan” MBR.

    Tetapi diakuinya, pembangunan rumah bersubsidi yang berbasis pada Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) saat ini mengalami berbagai masalah. Selain tidak ada kenaikan patokan harga jual sejak 2020,  pengembang malah dituntut untuk meningkatkan kualitas rumah yang persyaratannya terlalu teknis seperti halnya kontraktor.

    “Tidak apa sih dituntut kualitas dengan spek yang tinggi asal harga berimbang. Ada barang, ada harga! Jika syarat itu tetap dipaksakan dampaknya pasti semakin banyak pengembang rumah subsidi yang tumbang atau beralih ke rumah komersial,” tegasnya.

    Menurut Maria, pengembang tidak bisa membangun hanya dengan modal tanah saja, tetapi juga butuh bahan material. Sementara setiap tahun harga material pasti naik, dan kenaikan tersebut harus diikuti oleh pengembang. Sebagai contohnya harga besi yang sudah naik 90% sejak 2020.

    Kawasan Perumahan Bersubsidi

    REI menilai, pemerintah sepatutnya lebih peduli dengan fakta tersebut. Tapi kenyataannya, dalam tiga tahun terakhir harga tidak ada penyesuaian dengan berbagai alasan. Alih-alih menaikkan harga, justru peningkatan kualitas rumah dengan berbagai syarat teknis yang dipaksakan pemerintah.

    Maria juga mengkritik proses harmonisasi ketentuan kenaikan harga rumah subsidi yang berbelit-belit. Padahal, pemerintah pernah menerbitkan PMK yang mengatur besaran kenaikan harga rumah subsidi, khususnya terkait pembebasan biaya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) per 5 tahun pada 2013 dengan terukur dan jelas. Sebagai barometer pemerintah mengacu pada proyeksi kenaikan inflasi.

    “Saat itu harmonisasi di Kemenkeu tidak serumit sekarang. Terakhir tahun 2020, dimana setelah itu harmonisasi harga rumah subsidi ditetapkan setiap tahun. Seharusnya, bagaimana pun kondisi negara tetap rumah itu kebutuhan dasar,” katanya.

    Penegasan yang sama disampaikan Ketua Umum DPP Apersi, Junaidi Abdillah. Menurutnya, pasca pandemi Covid-19 pengembang sebenarnya cukup bersemangat untuk kembali membangun rumah subsidi. Tetapi harga material dan tanah yang semakin melambung tinggi tanpa ada penyesuaian harga jual membuat banyak pengembang kesulitan.

    “Situasi ini sangat memberatkan pengembang. Akibatnya banyak pengembang sudah beralih meninggalkan rumah bersubsidi. Karena untuk membangun kembali sudah sulit terutama akibat harga bahan material yang sudah naik berlipat-lipat kali,” ungkapnya.

    Perumahan Bersubsidi. Foto: Ist.

    Apersi meminta keseriusan dan perhatian pemerintah terhadap program rumah bersubsidi ini dengan menyeimbangkan antara kepentingan pemerintah, MBR, pengembang dan perbankan. Dikatakan Junaidi, banyak masyarakat yang masih butuh rumah. Namun jika pengembang tidak lagi mau memproduksi maka MBR akan dirugikan.

    Sebenarnya, pemerintah tidak perlu “menguji” pengembang setiap tahun dengan tarik ulur penyesuaian harga jual. Hal itu karena inflasi pasti terjadi setiap tahun, sehingga penyesuaian kenaikan dapat mengacu pada besaran inflasi.

    Lewat cara itu, pengembang tidak harus pusing menunggu-nunggu peraturan menteri keuangan atau keputusan menteri seperti sekarang ini. Pemerintah juga tidak perlu pusing melakukan pembahasan dan proses harmonisasi yang sangat panjang lebar seperti ini.

    “Atau memang pemerintah menunggu banyak pengembang bertumbangan? Sudah harga tidak naik, malah ada aturan-aturan yang banyak sekali. Kami sepakat kualitas harus ditingkatkan, tapi harga ayo disesuaikan. Kalau harga kedelai naik, pasti harga tahu pun naik,” sebut Junaidi.

    Ketua Umum DPP Himperra, Endang Kawidjaja juga menyoroti soal penurunan pasokan rumah bersubsidi di awal tahun ini berdasarkan informasi dari BP Tapera jadi berkurang dari target sehingga memengaruhi realisasi KPR bersubsidi.

    “Terakhir, kami asosiasi pengembang justru diminta menandatangani perjanjian soal peningkatan kualitas rumah. Kami sebenarnya tidak masalah,  asal ada kepastian setiap tahun harga bisa naik 6-7 persen atau kalau bisa 10 persen. Dengan begitu kami mampu menjamin kualitas dapat ditingkatkan,” tegas Endang.

    diskusi media bertajuk “Akhir Cerita Program Sejuta Rumah?” yang diselenggarakan Indonesia Housing Creative Forum (IHCF) bekerjasama dengan Real Estat Editors Community (RE2C) di Jakarta, Jumat (19/5).

    Dia menyebutkan, segmen rumah subsidi membutuhkan aturan khusus yang mengikat dari hulu ke hilir, dari suplai hingga pembiayaan kepada konsumen. Menurut Endang, PP No 64 tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah memiliki spirit yang baik dalam pelaksanaan pembangunan rumah subsidi. Tetapi semangat itu hilang pasca terbitnya PP Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta PP Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

    “Dimana dengan kedua regulasi tersebut, tidak ada lagi kekhususan. Banyak aturan, tapi kurang spesifik. Kami mendesak adanya penerus PP 64/2016 yang secara khusus memprioritaskan pembangunan,” kata Endang.

    Sebagai contoh aturan di Permen LHK No 4 tahun 2021 terkait Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) dimana tidak jelas batasan luas lahan perumahan yang harus memiliki Amdal. Padahal dalam PP 64/2016 cukup jelas bahwa untuk lahan di bawah 5 hektar cukup pernyataan saja, 5-25 hektar cukup UKL/UPL (Upaya Kelola Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) dan di atas baru diwajibkan mengantongi Amdal. Sementara berdasarkan permen, semua jenis perumahan mendapat perlakuan sama termasuk rumah sederhana subsidi yang memiliki luas hanya 5 hektar.

    “Butuh regulasi yang seperti PP 64/2016 atau penerusnya yang jelas mengatur apa saja syarat untuk membangun rumah subsidi. Yang simple dan tidak multitafsir,” kata Endang.

    Maria juga sependapat bahwa PP 64/2016 adalah aturan yang sudah bagus termasuk aturan turunannya yakni Permendagri Nomor 55 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Perizinan dan Non-perizinan Pembangunan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Daerah.

     Itu saja dilanjutkan karena detail sekali termasuk untuk perizinan di daerah. Namun pasca UU Cipta Kerja enggak tahu bagaimana jadi lebih banyak peraturan yang berbenturan,” ungkapnya.

    Merugikan MBR

    Tiga asosiasi pengembang yang menyumbang pasokan rumah subsidi terbesar di Indonesia tersebut sepakat bahwa penundaan penyesuaian harga rumah subsidi pada akhirnya akan merugikan konsumen yakni MBR.

    “Yang kami khawatirkan justru dampaknya kepada MBR. Kalau harga tidak naik dan pengembang terus dihantam oleh aturan yang banyak, maka banyak pengembang rumah subsidi yang tumbang dan berkurang. Ini yang rugi ya MBR karena suplai dan pilihannya menjadi sedikit,”  ujar Endang.

    Junaidi mengatakan saat ini memang banyak pengembang yang mengubah rumah subsidi menjadi rumah komersial. Hal itu karena mereka lelah disuruh menunggu harga baru dan ditambah lagi dengan berbagai aturan yang menyulitkan.

    “Tapi efeknya akan dirasakan masyarakat juga karena angsuran KPR-nya menjadi lebih mahal,” sebutnya.

    Pendapat senada dikatakan Maria. Menurutnya, MBR tetap akan dirugikan, karena mereka tidak diberi kesempatan untuk memilih dan memiliki rumah. Sementara rumah merupakan kebutuhan dasar manusia. Penyediaan rumah juga merupakan kewajiban pemerintah, sedangkan pengembang hanya membantu.

    “Mohon dipertimbangkan situasi pengembang termasuk jangan terus menerbitkan aturan yang seperti air hujan yang turun deras,” pungkas Maria. (**)

     

  • Rumah Tapera Ciptakan Ekosistem Perumahan Berkelanjutan Antar Pemangku Kepentingan

    Jakarta,JPI—Sesuai dengan visi mewujudkan kepemilikan rumah yang layak dan terjangkau bagi peserta Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui pembiayaan dana murah berkelanjutan berlandaskan gotong royong, BP Tapera mewujudkan melalui program “Rumah Tapera”. Rumah Tapera dibangun dengan sistem kontrol Close Loop yang mengubah Supply Driven menjadi Demand Driven sehingga diharapkan mampu menciptakan ekosistem yang ideal antara Customer, Developer dan Bank sehingga tujuan dalam mewujudkan Kualitas, Keterhunian dan Ketepatan Sasaran dapat tercapai.

    Bersama dengan 18 Asosiasi Pengembang Perumahan dan Perumnas, BP Tapera menyelenggarakan diskusi dengan tema,”Rumah Tapera, Rumah Tepat Kualitas dan Tepat Sasaran” di penghujung Minggu kedua Mei di Tangerang Selatan. Rumah Tapera bertujuan untuk menciptakan ekosistem yang berkesinambungan antara BP Tapera dengan para Pengembang dan bank penyalur, dimana diharapkan dengan pembangunan rumah oleh Pengembang yang memenuhi demand dari MBR, tingkat keterhunian rumah bisa meningkat karena rumah yang dibangun tepat sasaran dan kualitas sesuai dengan spesifikasi, luas, lokasi dan bangunan rumah yang memperhatikan kebijakan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

    “Rumah Tapera itu adalah rumah yang dibiayai oleh BP Tapera, diharapkan menjadi top of mind dari MBR dalam mencari hunian dan memenuhi ketentuan green building dan memiliki benefit bagi pengembang yang ingin membangunnya,” ujar Deputi Komisioner BP Tapera bidang Pengerahan Dana, Eko Ariantoro yang juga didampingi oleh Direktur Pembiayaan Perumahan, Hari Sundjojo dan Direktur Kepesertaan BP Tapera, Rio Sanggau serta Praktisi Desain Grafis, Muhamad Kausar.

    Direktur Pembiayaan Perumahan BP Tapera, Hari Sundjojo yang ikut hadir sebagai nara sumber menyampaikan bahwa pengembang yang akan membangun Rumah Tapera mendapatkan benefit yang menarik. Diantaranya adalah Akses informasi ke data demand yang terdiri dari lokasi kebutuhan, profiling dan preferensi rumah MBR. Selain itu adalah pengembang akan mendapatkan akses ke modal kerja yang bersumber dari dana yang dikelola oleh BP Tapera. Modal kerja yang akan diperoleh dari bank dan sumber dananya dapat berasal dari penempatan dalam bentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) tanah untuk pengadaan tanah, KIK konstruksi untuk pembangunan unit rumah dan berkesempatan untuk mengakses KPR belum siap huni yang sedang disiapkan oleh BP Tapera saat ini.

    “Selain benefit di atas, kami juga akan memberikan privileges kepada pengembang yang membangun rumah tapera dengan pencantuman (flagging) pada aplikasi Si Kumbang, Si Kasep dan Tapera Mobile. Akses demand, rating kualitas bangunan serta kegiatan pemasaran bersama dengan corporate identity (CI) dan branding difasilitasi oleh BP Tapera,” ungkap Hari Sundjojo lebih gamblang.

    Dalam diskusi sehari itu, BP Tapera mengajukan kriteria pengembang yang akan digandeng dan meminta masukan dari asosiasi atas usulan tersebut. Persyaratan tersebut dimana pengembang yang akan membangun Rumah Tapera telah membangun rumah subsidi selama 3 tahun terakhir minimal 500 unit. Pernah menerima fasilitas pembiayaan perumahan dari bank minimal Rp10 miliar dengan kualitas lancar, tidak masuk dalam perusahaan yang menjadi temuan dari pihak eksternal serta memiliki rencana pembangunan rumah subsidi minimal 100 unit sedang bagi pengembang baru cukup dengan mengajukan proposal proyek penyediaan #rumah tapera.

    “Kami menunggu respon dari Asosiasi Perumahan setelah diskusi ini. Sehingga kami harapkan ke depan ada kesepakatan antara BP Tapera dan Asosiasi Pengembang Perumahan mengenai hal ini,” ujar Direktur Pembiayaan Perumahan menjelaskan.

    Ke depan Asosiasi Pengembang Perumahan akan mendata anggotanya yang berminat dan memenuhi persyaratan. Selanjutnya Asosiasi Pengembang Perumahan akan mengajukan secara resmi kepada BP Tapera. Tahapan berikutnya adalah BP Tapera akan melakukan verifikasi syarat-syarat yang harus dipenuhi pengembang. Jika syarat sudah terpenuhi maka akan dilakukan pembahasan mengenai skema pembiayaan yang akan dibutuhkan oleh pengembang dan selanjutnya akan dilaksanakan penandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Asosiasi Pengembang Perumahan dengan BP Tapera.

    Dalam waktu dekat BP Tapera akan melaksanakan pilot project #Rumah Tapera di Kabupaten Brebes. Penyelenggaraan Rumah Tapera ini akan melibatkan stakeholder ekosistem perumahan diantaranya adalah Ditjen Pembiayaan Infrastruktur, Badan Bank Tanah, Perumnas, BTN dan SMF. 18 Asosiasi Pengembang Perumahan yang hadir adalah REI, APERSI, HIMPERRA, Apernas, Pengembang Indonesia, Appernas Jaya, Asprumnas, Asperi, Perwiranusa, Apperindo, Deprindo, Perpesma, Parsindo, Perkumpulan Apersi, Ap2ersi, Apsi, Hipnu dan Srideppi serta Perumnas.

  • Pengembang: “Bisnis Kita Sudah Megap Megap”

    JAKARTA,KORIDOR.ONLINESudah 3,5 tahun pengembang menanti kenaikan harga rumah bersubsidi, namun kabar baik itu tak kunjung tiba. Pengembang rumah bersubsidi yang berada di daerah yang 99% adalah usaha kecil dan menengah (UMK) pun kini mulai hampir kehabisan nafas. Tinggal menunggu kolaps.

    Pengembang rumah subsidi di seluruh Indoneia saat ini berharap-harap cemas menunggu janji pemerintah terkait kenaikan harga rumah subsidi yang sejak 2019 tidak pernah disesuaikan. Padahal, inflasi dalam 3,5 tahun terakhir sudah naik dua digit,serta harga bahan bangunan yang terus meroket.

    “Kami pengembang-pengembang UMK dari seluruh Indonesia yang selama ini membantu pemerintah untuk membangun rumah subsidi mendesak pemerintah segera menetapkan kenaikan harga rumah bersubsidi. Kalau bisa April ini juga sudah naik,” tegas Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Sumatera Utara, Andi Atmoko Panggabean kepada wartawan di sela-sela buka puasa bersama Keluarga Besar REI di Jakarta, , Rabu (12/4).

    Menurutnya, mayoritas pengembang rumah subsidi di seluruh Indonesia saat ini sudah megap-megap kehabisan nafas. Jika harga tidak segera naik maka dipastikan akan menganggu ketahanan cashflow pengembang yang tetap berjuang bertahan selama 3,5 tahun termasuk di masa pandemi Covid-19.

    Dalam situasi sulit itu, ujarnya, pengembang terus berupaya membangun meski dengan margin yang tipis. Hanya demi niat mempertahankan usaha dan membantu pemerintah dalam menjalankan tanggung jawab penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

    “Faktanya setiap tahun ada inflasi dan kenaikan harga material. Di Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) setiap tahun rencana anggaran belanja (RAB) untuk berbagai proyek konstruksi dan infrastruktur di kementerian tersebut yang notabene dibiayai APBN itu selalu mengalami kenaikan. Lho, pengembang rumah subsidi ini juga di bawah koordinasi PUPR. Tapi kok beda perlakuan?,” tanya Moko, demikian dia akrab disapa.

    Dia menambahkan, material dasar yang dipakai kontraktor proyek pemerintah dengan developer hampir sama seperti besi, semen, dan lain-lain. Tetapi anehnya, harga rumah subsidi justru dibuat tidak naik, padahal pengembang membiayai pembangunan dengan modal sendiri, dan bukan dibiayai negara

    “Sungguh kami merasa diperlakukan tidak adil. Kami pengembang di daerah ini kadang merasa kok seperti anak tiri di Kementerian PUPR,” tegasnya.

    Dia juga mengkritik pemerintah yang justru mendahulukan insentif fiskal untuk mobil listrik baru. Padahal, mobil bukan kebutuhan dasar seperti halnya rumah. Moko berharap pemerintah tidak buta dan tuli untuk merespon berbagai persoalan perumahan rakyat.

    Pengaruhi Pasokan

    Hal senada diungkap Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Kalimantan Selatan, Ahyat Sarbini. Menurutnya, tanggungjawab menyediakan rumah bagi MBR adalah beban tugas negara dalam hal ini Kementerian PUPR. Amanat konstitusi itu jangan pernah dilupakan pemerintah. Sementara pengembang hanya membantu tugas tersebut.

    Ketua DPD REI Kalimantan Selatan, Ahyat Sarbini

    “Patut juga dipertimbangkan bahwa sektor properti ini berkaitan dengan 174 industri ikutan di sektor riil. Kalau sekto ini stagnan, maka ekonomi terganggu. Sekarang banyak pengembang wait and see dan di bawah dilema karena menunggu harga naik dan itu pasti akan memengaruhi pasokan dan realisasi rumah MBR di tahun ini,” sebutnya.

    Di sisi lain, pengembang rumah subsidi di seluruh Indonesia juga memiliki karyawan dan tukang yang harus tetap memiliki pekerjaan yang jumlahnya mencapai ratusan ribuan bahkan jutaan orang. Ahyat meminta pemerintah mempertimbangkan hal ini dengan adil dan realistis.

    Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Banten Roni H. Adali menilai alasan harmonisasi yang selalu disampaikan pemerintah berkaitan dengan keputusan kenaikan harga rumah subsidi tidak realistis. Kalau ada niat baik, seharusnya 1-2 minggu harmonisasi sudah selesai, karena masalah ini tidak serumit membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu).

    “Seharusnya pemerintah ada target waktu kapan ini selesai. Jadi tidak menunggu tanpa kejelasan seperti sekarang. Pengembang juga tidak merasa terus di PHP-in. Kami di perusahaan saja ada timeline pekerjaan, ini kok pemerintah tidak ada,” tegasnya.

    Roni berharap pemerintah menghilangkan semua ego sektoral terkait permasalahan yang dihadapi pengembang rumah subsidi ini. Upaya itu untuk menjaga pasokan rumah rakyat tetap terpenuhi, termasuk dengan dukungan skim pembiayaan guna membantu keterjangkauan masyarakat. (**)

     

     

  • Lewat Konsep Rumah Tapera, BP Tapera Pastikan Kualitas Rumah & Ketepatan Sasaran

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE— Untuk memastikan kondisi rumah yang dibangun oleh para pengembang berkualitas baik dan tepat sasaran, sesuai dengan peraturan yang berlaku, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mensosialisasikan progam Rumah Tapera. Hal ini merupakan bentuk pelayanan prima kepada masyarakat, khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

    Hal tersebut dikemukakan oleh Komisioner BP Tapera, Adi Setianto dalam diskusi bersama media dengan tema: “Rumah Tapera, Rumah Tepat Kualitas dan Tepat Sasaran” di Jakarta, Selasa, 11/4. BP Tapera mengingatkan kembali terkait hal ini agar semua pelaku pembangunan rumah bagi MBR  merujuk kepada Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah nomor 403 tahun 2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat),  dan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021 Tentang Bangunan Gedung.

    Dalam diskusi bersama Media, Selasa (11/4), BP Tapera menghadirkan konsep Rumah Tapera

    Adi mengatakan, Rumah Tapera adalah pembiayaan perumahan yang diberikan oleh BP Tapera “untuk rumah pertama” meliputi Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR) dan Kredit Renovasi Rumah (KRR). Dimana ketentuan mengenai spesifikasi, luas, lokasi dan bangunan rumah memperhatikan kebijakan dibidang perumahan dan Kawasan permukiman.

    Menurut Adi, sesuai dengan visinya,  BP Tapera hadir untuk mewujudkan kepemilikan rumah yang layak dan terjangkau bagi Peserta MBR melalui pembiayaan dana murah berkelanjutan berlandaskan gotong-royong.  Salah satu tahapan untuk mewujudkan hal ini adalah melalui Rumah Tapera.

    “Rumah Tapera bertujuan untuk menciptakan ekosistem yang berkesinambungan antara BP Tapera, Peserta Tapera dengan para Pengembang dan bank penyalur, dimana diharapkan dengan pembangunan rumah oleh Pengembang yang memenuhi demand dari para Peserta Tapera, tingkat keterhunian rumah bisa meningkat karena rumah yang dibangun tepat sasaran dan kualitas rumah telah sesuai dengan yang diharapkan,” tegas Adi.

    Tentunya, sambung Adi, Rumah Tapera yang dibangun harus sesuai dengan spesifikasi, luas, lokasi dan bangunan rumah yang memperhatikan kebijakan pemerintah di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

    Pembiayaan Rumah Tapera

    Bukan hanya mengusung Rumah Tapera, BP Tapera hingga saat ini juga terus berusaha mewujudkan layanan prima kepada para Peserta dengan melakukan berbagai inovasi. Beberapa inovasi baru seperti Tabungan Rumah Tapera dan Tapera Mobile dikembangkan untuk membantu mempermudah jangkauan dalam penyaluran bantuan pembiayaan perumahan Rumah Tapera melalui  Kredit Pemilikan Rumah, Kredit Bangun Rumah, Kredit Renovasi Rumah, hingga skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan.

    Selain itu, semua fasilitas pembiayaan di Rumah Tapera ini, ditawarkan dengan bunga rendah, tetap sepanjang masa angsuran yaitu di 5% dengan batas penghasilan di angka Rp8 juta di luar domisili di Papua dan Papua Barat dan Rp10 juta untuk Papua dan Papua Barat. Dikatakan Adi, untuk Rumah Tapera jenis KPR uang mukanya bisa 0% dengan masa angsuran hingga 30 tahun. Sedangkan untuk KBR bisa dengan masa angsuran hingga 15 tahun  dengan limit pembiayaan hingga Rp150 juta.

    Sedangkan untuk KRR peserta Tapera bisa memanfaatkan dengan masa tenor 5 tahun dengan pembiayaan paling tinggi hingga Rp75 juta. Untuk FLPP uang muka ringan, bebas premi asuransi, bebas PPN, selama masa angsuran hingga 20 tahun. Dalam waktu dekat, BP Tapera bersama Perumnas akan menyiapkan pilot project Perumahan Tapera di Kabupaten Brebes.

    Seperti diketahui, target penyaluran dana FLPP tahun 2023 sebanyak 229.000 unit senilai Rp25,18 triliun sedangkan pembiayaan Tapera sebanyak 12.072 unit senilai Rp1,5 triliun. BP Tapera telah menyalurkan dana FLPP per 10 April 2023 sebanyak 51.261 unit senilai Rp5,72 triliun sedangkan Pembiayaan Tapera telah tersalurkan sebanyak 1.222 unit senilai Rp138,34 miliar.

     

  • BP Tapera Genjot Program Pembiayaan Perumahan Untuk PNS Muda

    JAKARTA,KORIDOR.ONLINE—Bagi PNS muda yang belum memiliki rumah bisa memanfaatkan program Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dalam memberikan manfaat pembiayaan perumahan melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Renovasi Rumah (KRR) dan Kredit Bangun Rumah (KBR) dan Rumah Tapera Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Semua fasilitas pembiayaan di Rumah Tapera ini, ditawarkan dengan bunga rendah, tetap sepanjang masa angsuran yaitu di 5% dengan batas penghasilan di angka Rp8 juta di luar domisili di Papua dan Papua Barat dan Rp10 juta untuk Papua dan Papua Barat.

    Hal itu diungkapkan Komisioner BP Tapera, Adi Setianto dalam sosialisasi melalui acara Webinar yang mengangkat tema,”Bagaimana Tabungan Pensiunan Perumahan Anda” pada hari Selasa (14/3) secara daring dan juga luring di Gedung Bapeten, Sekretariat KORPRI Pusat.  Acara tersebut merupakan kerjasama BP Tapera dengan Korps Pegawai Negeri Sipil (KORPRI).

    Lebih lanjut jelas Adi, untuk Rumah Tapera jenis KPR uang mukanya bisa 0% dengan masa angsuran hingga 30 tahun. Sedangkan untuk KBR bisa dengan masa angsuran hingga 15 tahun  dengan limit pembiayaan hingga Rp150 juta. Sedangkan untuk KRR peserta Tapera bisa memanfaatkan dengan masa tenor 5 tahun dengan pembiayaan paling tinggi hingga Rp75 juta. Untuk FLPP uang muka ringan, bebas premi asuransi, bebas PPN, selama masa angsuran hingga 20 tahun.

    Untuk Tahun 2023 ini BP Tapera ditargetkan untuk menyalurkan Rumah Tapera sebanyak 12.072 unit senilai Rp1,5 triliun, serta untuk Rumah Tapera FLPP sebanyak 229 ribu unit senilai Rp25,18 triliun.

    Hadir dalam acara tersebut, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat KORPRI Nasional (DPKN), Prof Dr. Zudan Arif Fakhrullah, Ketua IV Koordinator Bidang Kesejahteraan, Perumahan, dan Usaha, Marullah Matalli, Deputi Komisioner BP Tapera dan diikuti oleh 1.000 partisipan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di seluruh Indonesia serta diikuti oleh ribuan viewers melalui youtube BP Tapera.

    Berdasarkan Berita Acara Pengalihan Bapertarum-PNS ke BP Tapera per Desember 2020 dialihkan 5,04 juta peserta PNS (terdiri dari 1,02 juta peserta pensiun ahli waris dan 4,02 juta peserta aktif) dan dana sebesar Rp11,8 triliun (terdiri dari Rp2,89 triliun dana peserta pensiun dan Rp9,18 triliun dana peserta aktif) kepada BP Tapera.

    Ditegaskan oleh Komisioner BP Tapera terus berupaya keras untuk melakukan pengembalian dana pensiun tersebut. Tercatat Per 6 Maret 2023, tercatat sebanyak 3,9 juta Peserta ASN yang tercatat di Tapera, dengan status peserta aktif sebanyak 3,6 juta, dan 378 ribu peserta berstatus pensiun. Dimana 337 ribu peserta atau sebanyak 89,2% peserta pensiun telah dibayarkan dana tabungan pensiunnya. Dan sebanyak 40.797 peserta atau 10,8% belum dibayarkan dana pengembalian pensiunnya.

    Untuk kendala pengembalian dana tersebut, lebih disebabkan kurangnya data pendukung untuk pelaksanaannya. Dalam kesempatan ini, Komisioner BP Tapera mengajak seluruh PNS untuk peduli dan melakukan pemutakhiran data sehingga bisa melihat saldo tabungan serta dapat memanfaatkan program Tapera.

    Ketua Umum DPKN, Prof Dr. Zudan Arif Fakhrullah dalam sambutannya turut mengajak seluruh PNS untuk membantu melengkapi data dan informasi yang dibutuhkan BP Tapera sehingga lebih memudahkan dalam pengembalian dana pensiun. “Bagi PNS saya himbau untuk segera melakukan pemutakhiran data sehingga BP Tapera lebih mudah dalam  menyalurkan dana pensiun bagi PNS,” ujarnya.

    Prof Dr. Zudan Arif Fakhrullah juga menghimbau anggotanya di seluruh Indonesia untuk bisa menjadikan KORPRI sebagai kanal untuk menampung inspirasi dari PNS. Selain masalah pengembalian dana pensiun, PNS juga bisa memanfaatkan program yang dikelola oleh BP Tapera dalam membantu pembiayaan perumahan bagi PNS. Undang-undang nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat dinyatakan bahwa BP Tapera menjadi salah satu katalis percepatan penyediaan perumahan rakyat yang diharapkan mampu mendukung pemenuhan hunian bagi masyarakat.

    “KOPRI Pusat mendukung penuh program BP Tapera dan siap memfasilitasi program BP Tapera dalam memberikan solusi pembiayaan perumahan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) muda dan ASN seluruh Indonesia. Kita akan bekerja sama dengan Bank Penyalur untuk bisa merealisasikan program ini,” ungkap Prof. Dr. Zudan Arif Fakhrullah optimis.

    Selain itu dalam kesempatan yang sama Ketua IV, Koordinator Bidang Kesejahteraan, Perumahan dan Usaha KORPRI, Marullah Matalli juga menyampaikan kepada seluruh PNS yang mengikuti acara ini agar menyimak dengan baik sosialisasi yang dilakukan dan membantu melengkapi semua data yang dibutuhkan oleh BP Tapera untuk menyalurkan dana Pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil. Adapun data yang dibutuhkan adalah, dari pihak Pejabat Pemberi Kerja (PPK) melakukan perubahan status dari PNS menjadi “Pensiun” dan memberikan informasi Terhitung Mulai Tanggal (TMT) pensiun. Sedangkan dari pihak peserta dalam hal ini PNS yang bersangkutan harus memberikan data nomor rekening yang aktif dan di bank mana serta nomor telepon yang bisa dihubungi.

    PNS Muda Bisa Manfaatkan Rumah Tapera

    Bagi PNS muda, yang belum memiliki rumah bisa memanfaatkan program BP Tapera dalam memberikan manfaat pembiayaan perumahan melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Renovasi Rumah (KRR) dan Kredit Bangun Rumah (KBR) dan Rumah Tapera Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Semua fasilitas pembiayaan di Rumah Tapera ini, ditawarkan dengan bunga rendah, tetap sepanjang masa angsuran yaitu di 5% dengan batas penghasilan di angka Rp8 juta di luar domisili di Papua dan Papua Barat dan Rp10 juta untuk Papua dan Papua Barat.

    Untuk Rumah Tapera jenis KPR uang mukanya bisa 0% dengan masa angsuran hingga 30 tahun. Sedangkan untuk KBR bisa dengan masa angsuran hingga 15 tahun  dengan limit pembiayaan hingga Rp150 juta. Sedangkan untuk KRR peserta Tapera bisa memanfaatkan dengan masa tenor 5 tahun dengan pembiayaan paling tinggi hingga Rp75 juta. Untuk FLPP uang muka ringan, bebas premi asuransi, bebas PPN, selama masa angsuran hingga 20 tahun.

    Untuk Tahun 2023 ini BP Tapera ditargetkan untuk menyalurkan Rumah Tapera sebanyak 12.072 unit senilai Rp1,5 triliun, serta untuk Rumah Tapera FLPP sebanyak 229 ribu unit senilai Rp25,18 triliun.

    Hadir Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana, Eko Ariantoro dan Deputi Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana, Ariev Baginda Siregar sebagai Narasumber dalam webinar tersebut dengan moderator Peneliti SDM dan Teknologi Sekretariat KORPRI, Oni Bibin Bintoro.

     

  • BPK: Transaksi Keuangan BP Tapera TA 2022 Sudah Sesuai UU dan Peraturan

    JAKARTA,KORIDOR.ONLINE—Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dinilai mampu menerapkan Good Governance dan Clean Governance sebagai bentuk tanggung jawab dalam menerapkan fungsi pelayanan kepada publik. Hal ini dibuktikan dengan telah dilakukannya penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas pengelolaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) TA 2022 dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang diwakili oleh Anggota III BPK, Achsanul Qosasi kepada BP Tapera yang diwakili oleh Komisioner BP Tapera, Adi Setianto pada Kamis (9/3) di Jakarta.

    Dalam sambutannya, Anggota III BPK, Achsanul Qosasi menyampaikan apresiasi kepada BP Tapera. “Di dalam LHP, jelas kami sampaikan bahwa transaksi keuangan yang dilakukan BP Tapera atas pengelola FLPP TA 2022 sudah sesuai dengan kepatuhan Undang-undang dan peraturan yang ada,” demikian disampaikan Anggota III BPK, Achsanul Qosasih. Dalam kesempatan yang sama, Anggota III BPK ini juga menyampaikan bahwa kunjungan yang dilakukan oleh BPK ke kantor auditi merupakan bentuk dukungan psikologis sebagai mitra transparansi dan akuntabilitas.

    Merujuk kepada amanah dari Undang – undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pasal 3 ayat (1) dimana dinyatakan bahwa Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan, BP Tapera telah menjalani kegiatan pemeriksaan terkait penyaluran dana FLPP TA 2022 oleh BPK sejak 18 Agustus – 18 November 2022 atau selama 65 hari kerja.

    Selama 65 hari kerja, BPK memeriksa empat hal meliputi : pengalihan dana FLPP, perencanaan dana FLPP, penyaluran dana FLPP dan monitoring serta pelaporan dana FLPP.

    Adi Setianto, Komisioner BP Tapera

    “Kami bersyukur atas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK kepada BP Tapera. BPK hadir sebagai mitra navigasi, menempatkan posisi sebagai fasilitator dan mitra kerja yang menemani proses pembelajaran dan implementasi tata pemerintahan yang baik di BP Tapera, dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan pengelolaan keuangan,”ujar Komisioner BP Tapera, Adi Setianto.

    Ditambahkan oleh Adi Setianto, BP Tapera menyadari akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara merupakan suatu wujud pertanggungjawaban atas kinerja pemerintahan. “Terkait rekomendasi yang disampaikan oleh BPK telah diselesaikan dengan baik, namun rekomendasi yang memerlukan perubahan kebijakan atau perlu penyusunan kebijakan baru akan segera diselesaikan,” janji Adi Setianto menegaskan.

    Achsanul Qosasih, Anggota III BPK

    Sebagai informasi, BP Tapera ditunjuk sebagai Operator Investasi Pemerintah (OIP) pada tahun 2022. BP Tapera mampu menjalankan amanah dengan pencapaian optimal 100% pada tahun 2022 sebanyak 226.000 unit senilai Rp25,15 triliun dan untuk pembiayaan Tapera sebanyak 5.380 unit senilai Rp804,82 miliar.

    Tahun 2023, BP Tapera ditargetkan untuk menyalurkan dana FLPP sebanyak 229.000 unit senilai Rp25,18 Triliun melalui 40 Bank Penyalur terdiri dari 7 Bank Nasional dan 33 Bank Pembangunan Daerah (BPD). Sedangkan untuk pembiayaan Tapera ditargetkan sebanyak 12.072 unit senilai Rp1,5 triliun melalui 22 Bank Penyalur yang terdiri dari 6 Bank Nasional dan 16 BPD.

    Tercatat, per 6 Maret 2023 telah disalurkan dana FLPP sebanyak 28.948 unit rumah senilai Rp3, 23 triliun dan Tapera dengan periode yang sama sebanyak 606 unit senilai Rp91, 42 miliar.

     

  • Pertahankan Citra Positif, Bank DKI Raih Indonesia Public Relation Awards 2023

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE – Prestasi membanggakan kembali ditorehkan oleh Bank DKI. Terbaru, lembaga riset dan media “Warta Ekonomi” mengapresiasi Bank DKI sebagai penerima penghargaan kategori “Best Public Relation in Company Management on Expanding Banking Access and Services Through Collaboration With Various Stakeholders, (Category: Regional Bank)”. Penghargaan tersebut diterima langsung oleh Direktur Utama Bank DKI, Fidri Arnaldy, dalam gelaran “Indonesia Public Relation Awards 2023”, di Jakarta pada Jumat (24/02/2023).

    Raihan penghargaan tersebut menambah rentetan apresiasi yang telah diterima Bank DKI pada awal tahun 2023. Sebelumnya, Bank DKI telah memperoleh sebanyak 15 (lima belas) kategori penghargaan. Diantaranya yang istimewa, Bank DKI dinobatkan sebagai The Best Regional Bank In Corporate Reputation 2023 oleh Infobank, dan Indonesia Best BUMD Awards 2023 in Innovation and Create Appropriate Strategy oleh Warta Ekonomi.

    Direktur Utama Bank DKI, Fidri Arnaldy mengucapkan terima kasih atas penganugerahan yang diberikan, “Penghargaan ini menjadi apresiasi yang berharga atas konsistensi penerapan strategi komunikasi Bank DKI dalam upaya menjaga citra positif Perseroan, yang kami wujudkan melalui inovasi strategi komunikasi dengan mengadaptasikan tren komunikasi terkini. Terlebih di tahun 2023, dengan tema Transformasi Menuju Ekosistem Digital & SDM Yang Profesional, Bank DKI berkomitmen untuk terus menghadirkan inovasi, termasuk upaya maksimal dalam mengkomunikasikan penerapan kolaborasi Bank DKI dengan berbagai entitas dalam rangka mendorong perluasan inklusi keuangan.” ujar Fidri.

    Sebagai informasi, Penghargaan Indonesia Public Relation Awards 2023 diberikan oleh Warta Ekonomi kepada public relation perusahaan (multi industri), yang memiliki peran dan fungsi yang sangat baik untuk meningkatkan kualitas perusahaan di tengah persaingan industri yang semakin ketat dan kondisi ekonomi Indonesia yang mulai membaik.

    Adapun aspek penilaian yang dilakukan dengan menggunakan metode desk research deskriptif kuantitatif untuk menilai kinerja keuangan perusahaan berdasarkan laporan keuangan publikasi tahun 2021-2022, terdiri atas pertumbuhan aset, pendapatan, laba, dan rasio keuangan penting diantaranya ROE, ROI, cash ratio, current ratio, rasio modal sendiri terhadap aset total, serta media monitoring kualitatif dengan menganalisis jumlah pemberitaan positif terkait kinerja perusahaan, meliputi media impression, social media shares and engagement, imroved brand awareness, dan expert panels.

    Sekretaris Perusahaan Bank DKI, Arie Rinaldi menambahkan penghargaan ini memotivasi Bank DKI untuk terus berinovasi dan meningkatkan daya saing produk dan layanan.

    ”Seiring implementasi Program Transformasi 5.0, Bank DKI semakin adaptif dalam menghadirkan solusi perbankan digital yang lebih personal, mobile dan handal, melalui aplikasi New JakOne Mobile yang hadir dengan tampilan yang lebih menarik, user friendly serta fitur yang semakin lengkap. Mulai dari bayar bermacam tagihan dan belanja online, transaksi scan dengan QRIS, top up saldo uang elektronik, bersedekah dan berdonasi, pembayaran pajak dan retribusi, hingga mengamankan dana darurat melalui pembukaan deposito dan pembukaan rekening tabungan secara online. Salah satu fitur terbaru, adalah fitur Mobile Cash untuk transaksi tarik tunai tanpa kartu di ATM Bank DKI maupun ATM bank lain yang bekerjasama, seperti Bank BCA, Bank BNI, Bank CIMB Niaga berlogo Prima.” imbuh Arie.

     Mencapai Kinerja Bisnis Membanggakan di tahun 2022

    Bank DKI menutup tahun 2022 dengan capaian kinerja keuangan yang sangat baik. Hal ini terlihat dari peningkatan penyaluran kredit sepanjang tahun 2022 tumbuh sebesar 23,53% menjadi Rp48,37 triliun pada Desember 2022, dari Rp39,16 triliun di tahun sebelumnya. Pertumbuhan kredit ini didukung dengan kualitas aset yang sangat baik, dengan membaiknya indikator rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) menjadi 1,75% pada Desember 2022 dari 2,98% pada Desember 2021.

    Sedangkan untuk Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 12,82% menjadi Rp65,10 triliun pada Desember 2022 dari Rp57,71 triliun pada Desember 2021. Berbagai pencapaian kinerja impresif tersebut mendorong peningkatan laba bersih Bank DKI pada Desember 2022 menjadi Rp939,11 miliar, yang merupakan pencapaian laba tertinggi Perseroan sejak berdiri.

    Laba tumbuh 29,11% dibandingkan periode Desember 2021 sebesar Rp727,36 miliar. Hal ini juga seiring didukung adanya peningkatan total aset sebesar 11,51% menjadi Rp78,88 triliun pada Desember 2022, dari Rp70,74 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

    Sebagai penutup, Arie menjelaskan seiring dengan pertumbuhan bisnis Bank DKI juga turut meraih prestasi gemilang dengan raihan total 34 (tiga puluh empat) penghargaan sepanjang tahun 2022, diantaranya sebagai 20 Bank terbaik di Indonesia tahun 2022 (World’s Best Banks) versi majalah Forbes; Direktur Utama Bank DKI Masuk ke dalam jajaran TOP 100 CEO 2022 versi majalah Infobank; TOP BUMD 2022 sebagai BPD Berpredikat “Excellent” pada kategori KBMI 2 Bank dengan Aset Rp50 Triliun s.d. Rp100 Triliun oleh Majalah Infobank; The Best Performance Bank Kategori Bank Pembangunan Daerah (BPD Aset > Rp30 Triliun) oleh Bisnis Indonesia; The Best Bank in Digital Services Kategori BPD Aset > Rp30 T oleh Majalah Tempo. ***

  • BTN Kolaborasi Bersama REI Genjot Pertumbuhan Ekonomi Lewat Sektor Properti

    MEDAN,KORIDOR.ONLINE – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, (BTN) siap berkolaborasi dengan Realestat Indonesia (REI) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui sektor properti, khususnya dari sektor pembiayaan perumahan di Indonesia.

    Direktur Consumer Bank BTN Hirwandi Gafar mengatakan, meski tahun 2023 masih banyak tantangan yang dihadapi seperti masalah krisis ekonomi global, Inflasi, kenaikan suku bunga dan BI Rate yang berdampak kepada suku bunga KPR. Namun dengan kolaborasi bersama pengembang atau developer anggota REI, perseroan tetap optimistis mampu memberikan kontribusi yang besar dalam pertumbuhan ekonomi nasional melalui sektor properti.

    “Pada tahun 2022 pertumbuhan kredit terus tumbuh dua digit, walaupun belum terlalu besar. Karena itu kita dorong bersama, mumpung kita kumpul saat ini kita dorong pertumbuhannya agar lebih besar lagi,” ungkap Hirwandi, di sela acara HUT REI ke-51 di Medan, Kamis (2/3/2023).

    Menurut Hirwandi, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui sektor properti, BTN berharap para developer terus membangun rumah. Apalagi permintaan rumah saat ini tetap tinggi, namun suplai yang ada masih terbatas.

    “Kinerja dari REI sangat luar biasa dan rumahnya sudah bagus-bagus dengan desain yang bagus walaupun rumah subsidi. BTN berharap anggota REI di seluruh Indonesia terus membangun rumah agar suplai rumah bisa mengimbangi permintaan yang tinggi,” katanya.

    Hirwandi menuturkan, sejak Bank BTN berdiri hingga saat ini sudah melakukan pembiayaan lebih dari 5 juta unit rumah bagi masyarakat Indonesia, baik subsidi maupun non subsidi. Adapun setiap tahunnya, perseroan memiliki kemampuan dan kapasitas untuk membiayai 200.000 untuk KPR Subsidi dan 60.000-70.000 unit rumah untuk KPR Non-Subsidi. “Ini bagian dari komitmen dalam mendukung sektor perumahan bagi masyarakat Indonesia,” tegasnya.

    Hirwandi menegaskan, pencapaian yang luar biasa tersebut, bukan hanya hasil semata dari Bank BTN, melainkan berkat kinerja dan kerjasama dengan developer termasuk REI. “Dengan dukungan yang luar biasa dari REI, kita kerjasama dengan hasil yang luar biasa,” paparnya.

    Ketua umum DPP REI Paulus Toto Lusida dalam acara HUT REI ke-51 mengatakan, REI akan akan terus bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan dan mitra kerja dalam pembangunan perumahan dan permukiman secara berkelanjutan, salah satunya bekerjasama dengan Bank BTN.

    “Kami melihat Bank BTN adalah porsi terbesar dari fasilitas untuk kredit di properti, jadi bukan hanya di KPR tapi juga di kredit konstruksi dan BTN merupakan bank terbesar untuk sektor properti,” ujar Paulus.

    Menurutnya, sektor properti memiliki multiplier effect bagi sekitar 174 industri terkait dengan pembangunan perumahan, sehingga dengan bangkitnya sektor properti, dampaknya akan terasa terhadap perekonomian nasional. Bank BTN menjadi salah satu institusi yang memiliki kontribusi besar terhadap kemajuan sektor properti khususnya pembiayaan perumahan di Indonesia.

Back to top button