Aktual

  • Mayoritas Tinggal di Apartemen, Pengelola Siapkan Layanan Asyik Bagi Milenial

    JAKARTA, KORIDOR – Keinginan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk terus mendorong pembangunan hunian vertikal di kawasan perkotaan, terutama untuk generasi milenial mendapat respon positif dari pelaku pasar. Pelaku usaha properti pun terus berupaya menyesuaikan selera hunian dari kalangan milenial. Tidak hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga menyuguhkan konsep yang menarik dan layanan pengelolaan yang baik.

    Direktur Operasional Inner City Management (ICM) Krisdiarto Adi Pranoto mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, tren kaum milenial tinggal di apartemen terus mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya dapat dilihat dari tren pertumbuhan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) perbankan oleh generasi milenial (usia 26-35 tahun) terus menunjukan angka positif, terutama periode 2014 – 2017.

    Saat ini saja, dari 45 site apartemen yang dikelola ICM, sekitar 70 persen dihuni oleh generasi milenial. “Itu keseluruhan, baik yang dibeli sendiri oleh milenial, maupun milik orang tuanya yang ia huni,” kata Krisdiarto.

    Di luar itu, lanjut Kris, ada juga generasi milenial yang hanya sebagai penyewa. Milenial seperti ini umumnya punya mobilitas yang tinggi untuk jangka waktu tertentu, sehingga mengharuskan dia tinggal sementara di suatu lokasi. “Ada juga yang ingin membeli, namun ketersediaan unit di lokasi tersebut sedang tidak ada, sehingga dia memilih sewa. Jadi banyak faktor kaum milenial memilihi tinggal di apartemen,” jelas Krisdiarto.

    Oleh karenanya, dukungan pemerintah untuk mendorong kaum milenial tinggal di apartemen, terutama di kota-kota besar sangat positif. Hal itu untuk menyiasati keterbatasan lahan dan harga yang sesuai kemampuannya. “Milenial ini usia produktif, aktivitas atau mobilitas yang mereka lakukan itu dapat mendorong roda perekonomian. Sehingga ada dampak positifnya terhadap produktivitas negara ini,” katanya.

    Menurut Krisdiarto, ICM sebagai perusahaan konsultan pengelolaan properti, pihaknya turut berupaya meningkatkan layanan agar penghuni apartemen dari kaum milenial merasa nyaman. Sebagai konsultan pengelola, ICM tidak hanya dituntut profesional dalam mengelola fisik gedung, tetapi juga harus pandai mengelola dinamika sosial para penghuninya.

    “Untuk itu kami mendukung serta memfasilitasi penghuni dalam melakukan hobi atau kesenangan lainnya secara bersama-sama hingga membentuk berbagai komunitas di lingkungan apartemen-apartemen yang dikelola,” ujar Krisdiarto.

    Manager Community Care ICM Rusli Usman menambahkan, saat ini ada banyak komunitas yang sudah terbentuk. Mulai dari komunitas di bidang musik, komunitas berbasis kesehatan seperti basket, pilates, Zumba, hingga komunitas berbasiskan hobi kuliner. “Ada juga komunitas yang berbasiskan untuk meningkatkan kemampuan atau skill penghuni, seperti komunitas Bahasa Inggris,” kata Rusli.

    Komunitas-komunitas ini, lanjut Rusli, disediakan secara gratis oleh pengelola sebagai bagian dari layanan kepada penghuni. “Fasilitas yang kami sediakan ini juga untuk menghemat waktu serta biaya apabila penghuni ikut komunitas fitness/senam di luar lingkungan apartemen. Di sini para anggota tidak perlu mengeluarkan biaya tapi bisa mempererat hubungan sebagai satu keluarga serta menambah wawasan pengetahuan dari penghuni lainnya,” terangnya.

    Selain aktifitas yang lengkap, layanan lain yang juga disediakan ICM antara lain keamanan hunian yang baik, layanan internet berkecepatan tinggi, dan sistem pembayaran nontunai di lingkungan apartemen.

    Dengan berbagai dukungan dari pemerintah, Krisdiarto yakin ke depan akan semakin banyak milenial yang memilih tinggal di apartemen, terutama di kota-kota besar. Salah satunya yaitu Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan untuk memulihkan sektor properti akibat pandemi Covid-19. Pasar penghuni dari milenial pun masih cukup besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah generasi milenial saat ini ada sekitar 80 juta jiwa.

    Sebelumnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyatakan keinginan pihaknya mendorong pembangunan hunian vertikal di kawasan perkotaan agar generasi milenial memiliki hunian yang sehat, berkualitas, nyaman dengan harga yang terjangkau melalui fasilitas pembiayaan dari pemerintah. Hal tersebut merupakan bentuk perhatian dan kesungguhan pemerintah dalam menyediakan rumah sehat dan berkualitas bagi generasi milenial.

    Selanjutnya, pembangunan hunian berkonsep Transit Oriented Development (TOD) ini juga akan dilakukan pada kawasan terminal bus. “Sebenarnya tidak hanya pada integrasi moda transportasi, nanti arahnya juga ke pengembangan kawasan dan kota (urban development) sekaligus untuk pengurangan kawasan kumuh perkotaan,” ujar Basuki beberapa waktu lalu.

    Reporter: Reza Gantara
    Editor: Erlan Kallo

  • IAP DKI Dorong Kebijakan Berbasis Data Spasial

    JAKARTA, KORIDOR – Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) DKI Jakarta sebagai satu-satunya asosiasi profesi perencana kota di Jakarta belum lama ini telah menandatangani perjanjian MoU kerjasama dengan PT ESRI Indonesia selaku perusahaan analitis spatial dan pemetaan.

    “Kerjasama ini ditargetkan untuk meningkatkan kemampuan perencana kota dan kualitas produk perencanaan tata ruang di Jakarta” ujar Dhani Muttaqin, Ketua IAP DKI Jakarta dalam siaran persnya.

    Dia menambahkan saat ini baru 65 produk Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang sudah di-perda-kan, dan masih banyak ribuan RDTR yang akan disusun dalam tiga tahun ke depan. Tantangan perencanaan pada skala detail, kata Dhani, menuntut kemampuan pemetaan yang lebih detail.

    “Kerjasama ini diharapkan dapat menjawab tantangan tersebut dan memudahkan Pemerintah untuk mengambil kebijakan berbasis data spatial,” ungkap dia.

    Achmad Istamar selaku CEO dari PT ESRI Indonesia berharap kerjasama pihaknya dengan IAP DKI Jakarta ini akan mendorong penyusunan kebijakan berbasis data spatial scientific.

    “Ditengah pandemi Covid-19 kebutuhan penyusunan kebijakan yang tepat dan berbasis data sangat dibutuhkan oleh Pemerintah untuk dapat cepat bangkit dari dampak negatif pandemi inidan mewujudkan lingkungan perkotaan yang berkelanjutan, “ ucap Achmad menyambut penandatanganan nota kesepahaman tersebut.

    Ketua Umum Pengurus Nasional IAP, Hendricus Andy Simarmata, yang menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman antara IAP DKI dan PT ESRI Indonesia juga menyambut baik kerjasama tersebut dan berharap Provinsi DKI Jakarta dapat menjadi pilot project kerjasama digital spatial dan meningkatkan kualitas produk perencanaan kota di Indonesia.

    Sementara Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta, Heru Hermawanto mengungkapkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pengguna sistem informasi geospasial mengungkapkan harapannya terhadap penandatanganan nota kesepahaman ini.

    “Pemprov DKI Jakarta berharap ke depan pemanfaatan perangkat sistem informasi geospasial akan mendorong kolaborasi perencanaan antar seluruh aktor pembangunan. Termasuk juga mendorong peran serta masyarakat dalam penataan ruang”, kata Heru.

    Terlebih dengan visi Jakarta 4.0, ungkap dia, Pemprov DKI selalu berupaya mendorong kolaborasi antar Pemerintah selaku penyedia platform dengan warga sebagai co-creator, sehingga terwujud Jakarta sebagai kota yang maju dengan warganya yang terlibat dalam pembangunan.

    Acara penandatanganan perjanjian MoU kerjasama antara IAP DKI Jakarta dengan PT ESRI Indonesia yang berlangsung Kamis (3/9/2020) itu dilanjutkan dengan Webinar bertemakan “Modern GIS dalam Merancang Kota yang Berkelanjutan” dengan pemateri antara lain Agung Wahyudi (Praktisi GIS dari Entura Australia) dan Soraya Rizki Keumala (PT Esri Indonesia) yang diikuti oleh 200 peserta.

     

     

  • 1.000 Pengembang Tuntaskan Pelatihan REI-BTN

    JAKARTA, KORIDOR –  PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk dan  Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI) bekerjasama menggelar pelatihan virtual bagi para developer tingkat pemula. Kegiatan yang digagas Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) DPP REI bersama Bank BTN ini diikuti sebanyak 1.000 developer dari seluruh Indonesia.

    “Kolaborasi REI dan Bank BTN ini diharapkan dapat membangkitkan kembali industri properti di tengah situasi serba sulit pada masa pandemi Covid-19, selain dapat menggairahkan kembali industri properti sebagai garda terdepan penggerak ekonomi nasional,” ungkap Ketua Umum DPP REI, Paulus Totok Lusida,saat sambutan penutupan pelatihan bertajuk Zoom Course REI-BTN  “Menjadi Developer yang Tangguh”, melalui telekonferensi yang diadakan di Jakarta, Kamis (10/9/2020) .

    Zoom course ini dilakukan dalam tiga seri pelatihan, yakni pelatihan di Regional 1 pada 25-27 Agustus 2020, meliputi anggota REI se-Sumatera. Selanjutnya, pelatihan di Regional 2 mencakup anggota REI di Pulau Jawa dan Kalimantan yang diadakan pada 1-3 September. Serta yang terakhir, di Regional 3 mencakup anggota REI di Pulau Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat pada 8-10 September 2020.

    Menurut Totok, pelatihan virtual ini bertujuan mencetak anggota REI menjadi pelaku usaha pembangunan perumahan yang tangguh dan berkualitas. Program ini sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab organisasi REI untuk mencetak pengembang yang mumpuni dalam menghasilkan rumah yang berkualitas sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan pemerintah.

    Dari tempat terpisah, Direktur Utama Bank BTN Pahala Nugraha Mansury menyatakan, kolaborasi dengan REI selaku mitra kerja utama merupakan bentuk tanggung jawab sosial bank pelat merah. Menurut dia, upaya peningkatan kapasitas (capacity building) sumber daya manusia pelaku usaha pembangunan perumahan sebagai mitra kerja utama Bank BTN adalah hal yang mutlak diperlukan.

    “Apalagi menghadapi situasi pandemic, dimana kondisi perekonomian nasional menunjukkan tren penurunan,” kata Pahala.

    Bagi bank pelat merah ini, kehadiran REI memberikan makna sangat besar mengingat organisasi ini adalah pemangku kepentingan dengan jumlah anggota terbesar yang mampu menggerakkan roda bisnis utamanya dalam hal bisnis pembiayaan perumahan. Dikatakan Pahala, untuk mengatasi kendala defisit penyediaan perumahan, maka kolaborasi yang produktif antara perbankan bersama REI diyakini dapat membantu program pemerintah dalam penyediaan perumahan yang layak huni bagi masyarakat.

    “Kami berterimakasih sekali dengan REI yang selalu siap bekerjasama dalam meningkatkan kapasitas pengembang untuk memenuhi kebutuhahan penyediaan hunian layak bagi MBR,” papar Pahala yang sekaligus menutup zoom course tersebut.

    Wakil Ketua Umum DPP REI Bidang Kemitraan Pengembangan Nasional dan Daerah, Hervian Tahier mengatakan, di tengah penurunan kondisi bisnis properti ternyata tidak membuat semangat pengembang muda menjadi surut. Hanya dengan meningkatkan kapasitas maka bisnis ini bisa diselamatkan. Bahkan kembali menjadi lokomotif perekonomian Indonesia.

    Dia berharap Bank BTN senantiasa bergandengan tangan dengan REI dalam menjalankan tanggung jawab sosial untuk memberikan pelatihan bagi anggota REI. “Bagi peserta yang telah menuntaskan pelatihan ini juga diharapkan didukung permodalannya oleh Bank BTN,” kata Hervian.

    Sementara Ketua Badan Diklat DPP REI, MR Priyanto menyebutkan kegiatan pelatihan ini menggunakan metode berbagi pengalaman dari para narasumber yang merupakan pelaku bisnis.

    “Para narasumber ini sudah menghadapi beragam situasi bisnis. Bahkan, bisa dibilang mereka sudah mengalami jatuh bangun dalam menjalankan bisnis properti,” ucap dia.

    Materi yang diberikan dalam pelatihan ini mencakup seluruh aspek yang harus dimiliki oleh developer. Mulai dari pemilihan lokasi, perizinan, perpajakan, pembiayaan, pelaksanaan proyek, manajemen risiko, marketing, hingga simulasi program perhitungan bisnis bagi pengembang yang aplikatif.

     

     

  • Dorong Program Sejuta Rumah, PUPR Anggarkan Rp 8,093 Triliun

    JAKARTA, KORIDOR– Kementerian PUPR mengalokasikan anggaran program perumahan pada 2021 mendatang sebesar Rp 8,093 Triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk mendorong pelaksanaan Program Sejuta Rumah di seluruh wilayah Indonesia.

    “Berdasarkan rekapitulasi total pagu anggaran Ditjen Perumahan Tahun 2021 mendatang adalah Rp 8,093 Triliun,” ujar Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid saat Rapat Dengar Pendapat antara Kementerian PUPR dengan Komisi V DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa (8/9/2020).

    Anggaran tersebut, imbuh Khalawi nantinya akan dibagi menjadi dua yakni untuk pelaksanaan Program Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) sebesar Rp 7,813 Triliun dan Program Dukungan Manajemen sebesar Rp 0,28 Triliun.

    Berdasarkan data yang dimiliki Ditjen Perumahan, alokasi anggaran PKP tersebut akan digunakan pada pembangunan Rumah Susun sebesar Rp. 4,117 Triliun. Anggaran tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk pembangunan sebanyak 9.705 unit akan dibangun wilayah di Jabar, Jateng, Jatim, Kalsel dan Kalbar, Papua dan termasuk penambahan Rusun Kawasan Industri di Batang, Jawa Tengah dan Subang, Jawa Barat sebanyak 1.428 Unit atau 14 Tower.

    Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid beserta jajarannya saat Rapat Dengar Pendapat antara Kementerian PUPR dengan Komisi V DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa (8/9).

    Selain itu, Ditjen Perumahan Kementerian PUPR juga akan melaksanakan penyaluran Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) sebesar Rp. 2,507 Triliun untuk membedah 83.712 unit rumah tidak layak huni (RTLH) tersebar di 33 provinsi. Selanjutnya adalah pembangunan bantuan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) rumah umum sebesar Rp. 0, 406 Triliun untuk 40.000 unit rumah bersubsidi.

    “Kami juga mengalokasikan anggaran untuk pembangunan rumah khusus sebesar Rp 0,606 Triliun untuk 2.631 unit. Selain itu anggaran yang ada juga digunakan untuk Setditjen, Perencanaan dan Kepatuhan Intern sebesar Rp 0,458 Triliun,” terangnya.

    Kementerian PUPR, imbuhnya juga siap kerangka program untuk melaksanakan visi Presiden yang disusun menyesuaikan kondisi masyarakat di tengah pandemi Covid-19 ini. Berdasarkan data yang ada, kelima visi Presiden yaitu mempercepat dan melanjutkan pembangunan infrastruktur, pembangunan sumber daya manusia, undang investasi seluas-luasnya untuk buka lapangan pekerjaan, reformasi birokrasi dan APBN yang fomus dan tepat sasaran.

    “Pandemi Covid-19 di Indonesia berdampak pada pertumbuhan ekonomi menurun, investasi melambat, kemiskinan meningkat, pengangguran meningkat/ lapangan kerja menurun. Maka fokus program 2021 yaitu peningkatan ketahanan pangan, pengembangan konektivitas, peningkatan kesehatan lingkungan dan masyarakat, peningkatan investasi, penguatan jaring pengaman nasional, peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim,” terangnya.

    Khalawi menerangkan, salah satu tujuan Program Perumahan Kementerian PUPR adalah untuk meningkatkan pemenuhan rumah layak huni terutama untuk kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Salah satunya dengan meningkatkan pembangunan Rusun, rumah khusus, rumah swadaya, dan Bantuan PSU.

    “Program Sejuta Rumah akan tetap dilanjutkan karena sangat bermanfaat bagi masyarakat. Kami juga membutuhkan dukungan dari Pemda, masyarakat, sektor swasta dan DPR untuk mensukseskan Program Sejuta Rumah ini,” harapnya. (*)

  • Ini Langkah Pemerintah Bangkitkan Industri MICE Domestik

    JAKARTA, KORIDOR – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) mendukung penyelenggaraan kegiatan Indonesia Corporate Travel and Mice (ICTM) 2020, sebagai salah satu upaya untuk menggerakkan kembali perekonomian dengan memanfaatkan kegiatan Meeting, Incentive, Convention, Exhibition (MICE) nasional di era adaptasi kebiasaan baru.

    Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan (Events) Kemenparekraf, Rizki Handayani mengatakan sesuai arahan Presiden Joko Widodo bahwa sektor pariwisata harus membangun pariwisata yang berkualitas. Maka dari itu, salah satu bentuk implementasinya adalah kegiatan MICE yang diharapkan dapat mampu menyumbang devisa bagi negara.

    Mengingat hal tersebut Kemenparekraf bekerjasama dengan PT. Biztrips Teknologi Multimedia Solusi dan PT. Global Mediacom Tbk menginisiasi kegiatan ICTM  2020 untuk para buyers dan sellers di Indonesia.

    “Kegiatan ini bertujuan agar dapat memberikan motivasi positif kepada industri MICE Indonesia untuk terus berkarya di tengah keterbatasan yang ada,” kata Rizki Handayani saat “Press Conference dan Sosialisasi ICTM” di Jakarta (1/9/2020).

    Pelaksanaan ICTM diharapkan dapat menjadi ajang untuk membangun kapasitas dan kapabilitas stakeholders MICE dengan saling berdiskusi dan memperluas networking untuk mendapatkan insight baru. Sehingga, sektor MICE kembali bangkit serta menjadikan Indonesia sebagai destinasi MICE yang aman, nyaman dan memiliki value proposition yang dapat menjangkau persaingan di dunia internasional.

    ICTM akan diselenggarakan di 5 kota, yaitu Jakarta, Bogor, Bali, Yogyakarta, dan Malang. Mulai pertengahan September sampai dengan akhir Desember 2020. Terdapat lima program utama, yang terdiri dari talkshow, seller workshop, buyers meet sellers, buyers exchange forum, gala dinner, dan post tour.

    Namun, pada pelaksanaan tahun ini, fokus utama ICTM lebih kepada program business to business yang akan mempertemukan 30 buyer dari korporasi besar di Indonesia dengan 30 sellers penyedia jasa MICE di Indonesia. Kegiatan ini akan dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

    Direktur Wisata Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran, Masruroh mengatakan pariwisata adalah sektor yang paling terdampak pandemi COVID-19. Karena, inti bisnis dari pariwisata adalah bisnis perjalanan.

    “Apalagi bidang MICE, fokus utama bisnisnya adalah pertemuan. Ketika tidak ada perjalanan yang dilakukan, berarti tidak ada interaksi bisnis yang terjadi,” ujar Masruroh.

    Dijelaskan, saat ini terdapat dua hal yang membuat buyer ragu untuk melakukan perjalanan. Pertama, karena memang sangat terdampak pandemi sampai dengan permasalahan ekonomi, sehingga tidak bisa melakukan perjalanan atau memberikan insentif trip kepada karyawannya. Kedua, karena fear to travel, takut untuk melakukan perjalanan.

    “Dua hal ini yang sedang kita hadapi di sektor pariwisata. Untuk itu melalui kegiatan ini, kami juga terus melakukan sosialisasi destinasi-destinasi yang bisa dikunjungi dan aman sesuai dengan standar protokol kesehatan berbasis Cleanliness, Healthy, Safety, and Environmental Sustainability (CHSE),” kata Masruroh.

    Founder & Event Director, Indonesia Corporate Travel and MICE, Johanes Chang mengatakan dukungan dan kerja sama dari pihak Kemenparekraf serta MNC Media selaku official media partner di Indonesia sangatlah penting dan berarti untuk platform dan program ini dan juga bagi seluruh rekan-rekan di Industri MICE.

    “Besar harapan kami agar ICTM dapat menjadi platform yang baik bagi semua key stakeholders untuk saling terhubung, saling berbagi, mengakselerasi kembalinya pertumbuhan ekonomi di sektor pariwisata Indonesia,” kata Johanes.

     

  • Harga Perkantoran Baru di Jakarta Tertekan hingga 2021

    JAKARTA, KORIDOR – Situasi di tengah pandemi menjadi pukulan berat bagi perekonomian Indonesia, tidak terkecuali di sektor properti.  Di subsektor perkantoran, koreksi harga yang dilakukan pengembang gedung perkantoran baru di Jakarta dalam beberapa bulan terakhir ini sudah berada di titik terbawah, dan diperkirakan akan tertekan hingga akhir 2021.

    Monica Koesnovagril, Director Advisory Services Colliers International Indonesia mengingatkan pengembang gedung perkantoran lebih berhati-hati mengenai harga tersebut dan melihat dahulu lokasi dan produk yang akan ditawarkan.

    “Harga ini sangat sensitif dan sangat sulit menentukan soal equilibrium harga. Ditambah lagi, properti di Indonesia terkendala dengan anggapan kalau harga properti tidak pernah turun,” jelas Monica.

    Merujuk data Colliers, di sektor perkantoran di Jakarta beberapa gedung baru perkantoran telah menurunkan harga jual untuk meningkatkan penyerapan. Namun, beberapa perkantoran lama tetap memberikan harga yang sama meskipun dengan beragam kemudahan di dalam pembayaran.

    Perkantoran di area kawasan pusat bisnis atau central business district/CBD Jakarta misalnya harganya akan terus turun hingga akhir 2021. Trennya sudah terlihat dimana pada kuartal IV 2019 harga ruang kantor di CBD mencapai Rp 55 juta per meter persegi, namun pada kuartal II 2020 harganya turun menjadi Rp 51 juta per meter persegi.

    Colliers memprediksi kalaupun harga akan kembali naik, maka harga ruang kantor tidak akan kembali ke harga pada akhir 2019, yakni paling tinggi di posisi Rp 53 juta per meter persegi. Sedangkan harga ruang kantor di luar CBD bertahan di posisi Rp 35 juta setiap meter perseginya.

    “Harga yang disebut di sini adalah harga penawaran dari pengembang dan juga land lord. Tapi pada kenyataannya harga di lapangan bisa jadi lebih rendah dari penawaran tersebut, karena saat ini harga sangat bergantung pada konsumen,” ungkap Ferry Salanto, Senior Associate Director Colliers International Indonesia.

    Negosiasi Tarif

    Colliers juga merekomendasikan kepada pengembang atau pengelola ruang kantor sewa di Jakarta untuk memberikan ruang negosiasi untuk tarif sewa. Pasalnya, prioritas utama adalah meningkatkan okupansi dulu. Selain itu, maksimalkan protokol kesehatan untuk meningkatkan kepercayaan dan rasa aman bagi para penyewa.

    Kondisi yang sama terjadi di sektor ritel, yang akibat pandemi membuat banyak penyewa (tenant) pusat belanja menutup permanen atau sementara menyusul anjloknya tingkat hunian dan pengunjung. Merujuk data Colliers, tarif sewa mall di Jakarta masih stabil sejak 2019.

    Menurut Ferry, pandemi saat ini memang cukup berpengaruh pada tingkat hunian pusat belanja, namun sejauh ini penurunan tingkat hunian tersebut lebih disebabkan bertambahnya pasokan ruang ritel baru.

    “Pengelola sekarang akan banyak menawarkan insentif sewa untuk menarik minat penyewa seperti penundaan atau pembebasan bayar sewa atau memberikan harga yang lebih kompetitif,” jelas Ferry.

    Secara rinci, tarif sewa mall di Jakarta berkisar Rp 550 ribu hingga Rp 590 ribu per meter persegi per bulan. Harga tertinggi yang pernah dicapai adalah Rp 630 ribu per meter persegi per bulan yang terjadi pada kuartal IV 2019.

    Colliers pun merekomendasikan kepada pemilik dan pengelola mall untuk tetap membatasi jumlah pengunjung sehingga meningkatkan kepercayaan dan rasa aman pengunjung, serta tetap mengutamakan protokol kesehatan termasuk teknologi touchless seperti dalam penggunaan elevator, pintu, dan alat pembayaran.

    “Kami menyarankan pemilik atau pengelola mal agar menunda dulu rencana kenaikan biaya pemeliharaan (service charge) gedung dan membuka ruang diskusi dan negosiasi dengan penyewa. Fokus pada mengurangi lebih banyak kerugian atau berbagi risiko dengan penyewa mengingat situasi pandemi belum dapat diprediksi kapan berakhir,” ujar Ferry.

    Penurunan aktivitas sewa perkantoran juga terjadi secara global. Berdasarkan riset Jones Lang LaSalle (JLL), aktivitas sewa perkantoran secara global menurun 22% pada kuartal I-2020 dibandingkan periode yang sama tahun lalu setelah banyak transaksi yang dibatalkan atau ditunda. Sedangkan tingkat kekosongan di Asia Pasifik turun 10,9% dibandingkan dengan kuartal akhir 2019.

    CEO JLL Asia Pasifik Anthony Couse menambahkan, situasi pandemi Covid-19 telah menimbulkan gangguan dan tantangan untuk bisnis perkantoran. Cara orang melihat dan menggunakan perkantoran untuk perusahaan akan berubah.

    “Namun, kita berharap perkantoran akan tetap menjadi bagian utama dari strategi kerja para pebisnis di Asia Pasifik dalam jangka menengah hingga panjang,” kata Anthony.

  • Ikuti Zoom Course, Anggota REI Se-Sumatera Siap Menjadi Pengembang Tangguh

    KORIDOR, JAKARTA- Badan Diklat DPP Realestat Indonesia (REI) bekerjasama dengan BTN Housing Finance Center (HFC) untuk pertama kalinya menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan daring atau zoom course selama tiga hari dari 25-27 Agustus 2020. Pelatihan online yang diikuti ratusan pengembang anggota REI se-Sumatera itu mengusung tajuk “Menjadi Developer yang Tangguh”.

    Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida mengatakan melalui pelatihan ini para pengembang anggota REI diharapkan menjadi lebih profesional dan dapat terus meningkatkan kualitas rumah yang dibangun khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

    “Semangat diklat ini juga sekaligus merespons harapan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono pada acara pembukaan pameran Indonesia Property Virtual Expo beberapa waktu lalu yang mengingatkan pentingnya pengembang untuk meningkatkan kualitas bangunan rumah yang dibangun,” kata Totok saat pembukaan zoom course, Selasa (25/8).

    Dia mengajak seluruh anggota REI untuk mendukung imbauan tersebut dengan terus menjaga bahkan meningkatkan kualitas rumah yang dibangun. Banyak hal yang dapat dipelajari dan dibagi bersama dalam zoom course ini, sehingga kualitas pengembang anggota REI semakin baik dan mampu menjadi pengembang yang tangguh termasuk dalam situasi pasar yang kurang kondusif saat ini.

    Totok juga menyampaikan terimakasih dan apresiasi tinggi kepada Bank Tabungan Negara (BTN) yang selalu mendukung kegiatan REI terlebih dalam upaya REI untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan. Kerjasama ini diharapkannya dapat terus berlanjut secara berkesinambungan.

    Kerjasama Stakeholder

    Pahala N Mansury, Direktur Utama Bank BTN dalam sambutannya mengungkapkan bahwa salah satu tantangan utama pemerintah di bidang perumahan adalah mengurangi angka backlog perumahan, dimana saat ini masih memiliki defisit kurang lebih 7,6 juta unit rumah.

    “Tantangan itu perlu disikapi dan melibatkan semua pihak, sehingga Bank BTN bermaksud mengajak seluruh stakeholder di bidang perumahan untuk bekerjasama guna menurunkan angka backlog perumahan sesuai target pemerintah,” ungkap Pahala dalam sambutan yang dibacakan Hirwandi Gafar, Direktur Consumer&Commercial Lending Bank BTN, yang sekaligus membuka zoom course  tersebut.

    Menurut dia, Bank BTN selalu ambil bagian dalam mendukung pertumbuhan sektor properti baik dari sisi supply and demand melalui produk dan jasa layanan perbankan Bank BTN.

    Sebagai integrator dari Program Sejuta Rumah, ujar Pahala, dari sisi supply BTN turut mendukung dengan membuka Housing Finance Center yang ditujukan untuk merintis para developer yang memiliki kemampuan dan ketangguhan dalam industri properti.

    Lewat zoom course yang pertama kali diselenggarakan secara online itu, BTN mengharapkan peserta mendapatkan banyak pembekalan terutama mengenai bagaimana meningkatkan kualitas perencanaan, tata ruang, fasos fasum serta teknis bangunan yang dibangun.

    BTN menyampaikan terimakasih kepada seluruh pengembang di Indonesia khususnya anggota REI atas kerjasama dan sinergi selama ini sehingga BTN dapat  tumbuh dan berkembang terutama dalam mendukung pemerintah menyediakan pembiayaan perumahan bagi masyarakat Indonesia. (*)

  • Masa New Normal Diharapkan Dongkrak Properti Sumsel

    JAKARTA, KORIDOR – Pelaku usaha properti di Sumatera Selatan berharap  masa adaptasi kebiasaan baru (new normal) ini bisa menjadi titik awal kebangkitan kembali pasar properti di Bumi Sriwijaya.

    Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Sumatera Selatan, Bagus Pranajaya Salam, mengatakan di daerah itu hampir tidak ada kendala dalam proses perizinan, sehingga pengembang cukup terbantu untuk melakukan pembangunan kembali di era new normal.

    Kendala perizinan yang kerap menjadi masalah di beberapa daerah, kata dia, tidak terjadi di Sumsel terutama di Kota Palembang. Mayoritas daerah sudah menerapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2016 tentang Kemudahan Pembangunan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

    Bagus menambahkan, ada dua kota dengan kontribusi pembangunan rumah terbesar di Sumsel yakni Palembang dan Banyuasin.

    “Iklim perizinan sangat kondusif, kemarin memang ada masalah dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) namun sudah ditemukan jalan tengah dan win win solution, baik bagi pengembang dan juga bagi PLN,” jelas Bagus.

    Bagus Pranajaya Salam

    Dengan kondisi yang kondusif tersebut, dia sangat berharap pada era new normal ini pasar properti di Sumsel bisa kembali membaik terutama untuk segmen rumah menengah bawah. Selama beberapa tahun terakhir, pencapaian pembangunan rumah di Sumsel memang cukup tinggi, meski di tahun ini diperkirakan hanya sebanyak 3.400 unit saja yang berasal dari segmen komersial maupun subsidi.

    “Biasanya, di paruh pertama setiap tahunnya pengembang di Sumsel bisa mencatatkan pembangunan 7.000 unit rumah. Tapi hingga semester I-2020 pembangunan sudah terkoreksi setidaknya 50%,” papar dia.

    Aturan Perbankan

    Meski tidak ada kendala dalam proses perizinan dan pembangunan, namun diakui kendala dengan perbankan cukup menganggu.

    REI Sumsel, ungkap Bagus, sudah melakukan dialog dengan perbankan di daerah tersebut, namun diperoleh jawaban kalau perbankan di daerah hanya mengikuti aturan dari pusat. Bagus pun akan membawa persoalan ini ke DPP REI dalam waktu dekat.

    Pengembang di Sumsel sangat berharap perbankan bisa ikut merelaksasi peraturan pada era new normal ini, apalagi untuk segmen subsidi saat ini kuota sangat banyak. Sayangnya, kuota itu tidak bisa diserap jika perbankan tidak melonggarkan aturan yang diberlakukan.

    Menurut Bagus, konsumen sudah mulai banyak yang berdatangan dan ingin segera akad kredit, namun karena perbankan masih ketat seperti harus ada rekening koran enam bulan terakhir dan beragam peraturan baru lain sejak masa pandemi, akhirnya konsumen tetap sulit mendapatkan rumah.

    “Kami tentu menghargai perbankan harus hati-hati, namun pasar di Sumsel paling banyak non-fixed income dan kalau hanya mengandalkan ASN dan BUMN, maka sampai kapan pasar properti akan kembali normal di Sumsel?,” tanya Bagus.

    Kekurangan pasokan (backlog) rumah di Sumsel mencapai 580.000 unit dan kalau selama pandemi ini semua diketatkan maka jumlah backlog dikhawatirkan akan terus bertambah. Padahal, menurut Bagus, upaya mengurangi angka backlog merupakan tanggungjawab pemerintah pusat dan daerah termasuk stakeholder terkait.

    REI Sumsel masih berharap bisa mencapai realisasi pembangunan setidaknya 8.000 unit rumah kalau saja perbankan bisa merelaksasi aturannya. Kalau tidak, maka 7.000 unit saja sudah sangat baik.

    Sejak 2015-2016, setidaknya di Sumsel anggota REI mampu membangun sebanyak 8.000 rumah setiap tahunnya. Pada 2017, dari target 8.000 rumah, realisasi yang dicapai adalah 11 ribu rumah dan pada 2018 tercapai pula 11 ribu rumah sesuai yang ditargetkan REI Sumsel.

     

  • IAP Usulkan Perbaikan Sistem Perencanaan Tata Ruang di RUU Cipta Kerja

    JAKARTA, KORIDOR- Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja bertujuan untuk meningkatkan kemudahan berusaha dan memperbaiki ekosistem investasi sehingga nantinya bermuara pada penambahan lapangan kerja. Selama ini, inefesiensi proses dan birokrasi perizinan yang panjang dinilai sebagai salah satu faktor penghambat aktivitas investasi di Indonesia.

    “IAP sangat mendukung perbaikan menyeluruh terhadap sistem perizinan yang masih belum ringkas, independen, dan ramah terhadap investasi,” ujar Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Dr Hendricus Andy Simarmata dalam siaran persnya, baru-baru ini.

    Dr Hendricus Andy Simarmata

    IAP menyoroti setidaknya ada tiga faktor utama di bagian hulu perizinan yang harus diperbaiki yaitu sistem tata ruang dan perencanaan sektor yang masih berdiri sendiri, pengelolaan dampak investasi yang tidak efektif dan efisien, serta ketiadaan komite independen untuk menyelesaikan perbedaan atau konflik perizinan.

    Oleh karena itu, IAP mengusulkan lima poin masukan dalam perbaikan RUU Cipta Kerja.

    Pertama, pembangunan yang berkelanjutan harus menjadi asas dalam penyelenggaraan RUU Cipta Kerja. Karena tujuan peningkatan ekosistem investasi bukan hanya untuk memudahkan investasi ekonomi, tetapi memastikan investasi sosial dan investasi lingkungan hidup bekerja secara simultan untuk kepentingan umum.

    Kedua, penyederhanaan perizinan berusaha harus dimulai dari perbaikan sistem tata ruang (di hulu) sampai kepada dijitalisasi prosedur perizinan (di hilir).

    “Di hulu, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus dijadikan tempat konsolidasi berbagai rencana sektor yang memanfaatkan ruang dengan pertimbangan keberlanjutan pembangunan atau one map-one data-one plan,” jelas Andy.

    Ketiga, konsolidasi rencana tersebut termasuk me-reset ulang waktu berbagai jenis perencanaan (RTRW, RPPLH, RPB, RUE, PPRK, RIPPAR, dan lain-lain) baik pusat maupun daerah mengikuti waktu dimulainya Rencana Pembangunan Jangka Menengah/Panjang (RPJM/P) untuk memudahkan integrasi pemrograman, efisiensi dan efektifitas pembiayaan pembangunan serta kepastian berinvestasi.

    Keempat, Pemerintah Pusat menetapkan kerangka struktur dan pola ruang wilayah nasional dan Peraturan Zonasi nasional yang berbasis pada batas wilayah ekosistem (eco-region). Sedangkan Pemerintah Daerah wajib menjabarkan dan mengoperasionalisasikan ke dalam rencana sub-struktur dan pola ruang sesuai dengan batas administratif kewenangannya.

    “Pemerintah daerah juga wajib mengadopsi ketentuan Peraturan Zonasi Nasional ke dalam narasi dan peta zonasi (zoning map dan text) sesuai dengan karakteristik wilayah dan lokalitas setempat,” papar dia.

    Kelima, IAP mendesak agar debirokratisasi, independensi dan profesionalisme menjadi pilar utama dalam tata laksana penilaian kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, pengaturan zonasi, pengawasan dan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang.

    “Atas dasar lima poin tadi, IAP menegaskan bahwa RUU Cipta Kerja harus berasaskan pembangunan berkelanjutan,” ungkap Andy.

    Selain itu, kemudahan berusaha bisa dicapai dengan perbaikan sistem perencanaan tata ruang yang terkonsolidasi dalam satu peta (one plan) melalui prinsip debirokratisasi, independensi dan profesional.

     

  • Gagal Serah Properti: Kepailitan Developer atau Wanprestasi?

    Logiskah  pesepakbola terkenal  ‘R’ yang dibanderol selangit, sengaja gol bunuh diri?   Logiskah ‘R’ pebalab ekstra-mahal yang branded –ugal-ugalan di arena sirkuit— membiarkan diri diganjar diskualifikasi? Lapangan hijau pun sirkuit balap itulah  mesin “bisnis” yang menjumbokan  pundi-pundi ‘R&R’.

    Kalau pasar itu  lapangan hijau sepak bola, vonis kepailitan itu bukan hanya kartu merah tanpa ampun plus titik putih dua belas pas pinalti, namun pensiun dan gantung sepatu.  Literatur mendefenisikan kepalitan  sebagai  keluar dari pasar: exit from market.  Ekologi pasar dimulai dari entry to market sebagai  eksisnya kelahiran badan hukum korporasi. Investor  seperti  aliran air  ke tempat  rendah. Berani mahal membayar asal bisa memasuki cum menguasai rantai pasar.

    Logis jika pintu exit from market  atau dikeluarkan dari pasar itu tidak diumbar. Sedapatnya dihindari.  Diperketat. Hanya situasi kondisional berat. Hanya ketika kondisi keuangan korporasi membelit akut. Yang dikenal dengan  upaya  terakhir (ultimum remidium). Dari pengalaman empiris Indonesia, kepailitan mencuat karena  krisis moneter.

    Dari dinamika lapangan dan jamak kasus, akankah kepalitan  tergopoh dipakai sebagai jurus pembayaran belaka? Hanya debt collective proceeding?  Kalau exit from market  itu dibiarkan leluasa,  konsumen akhir yang  terimbas juga. Karena norma  dua utang  jatuh tempo dengan  pembuktian sederhana. Patut ditimbang dampak resiko kerusakan ekosistem pasar, demi menjaga sistem hukum yang adil dan pasti  –yang menjadi asas hukum universal.

    Lagi pula,  sejarah kelahiran UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tak lepas dari setting krisis  moneter. Marilah menimbang prinsip adil dan pasti, yang melekat pada hukum kepailitan (M. Hadhi Subhan, 2008). Logiskah,  eksistensi suatu norma hukum kepailitan jika utang  satuan 100 dari aset satuan 100 juta (1:1.000.000),  lantas  segera  mendaftar ke Pengadilan Niaga?  Jika gagal serah 2 unit apartemen pada proyek kota mandiri dengan perumahan skala besar dalam  kawasan permukiman, patutkah  developernya segera dipailitkan pada kesempatan pertama?

    Dalam perjalanan penerapan hukum kepailitan, disadarikah adanya  dilema hukum misalnya perihal syarat 2 (dua) utang kreditor cum developer skala besar  versus kepentingan hukum konsumen akhir (end user) yang sudah membayar cicilan –namun hanya  berbekal  surat pemesanan dan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) saja? Hanya karena frasa norma utang dengan  pembuktian sederhana. Soal hukum lain, mencakup tak adanya insolvensi test kepada korporasi yang masih segar bugar. Namun kepailitan  diperlakukan tidak sebagai upaya terakhir (ultimum remidium). Seringkali  malah upaya pertama (premium remidium).

    Soal utamanya  terkait defenisi utang.  Hampir semua  korporasi  mempunyai utang jatuh tempo. Besar atau ataupun kecil. Lantas, patut dan adilkah hanya dengan dua utang tak seberapa dari aset dalam neraca,  korporasi dibangkrutkan? Logika pasti sanggup membedakan kapal yang terombang ambing badai  menuju karam,  dengan   kapal terkena efek rembes bocor tak seberapa  dan kemasukan sedikit air saja. Apakah gagal serah  unit apartemen itu konstruksi hukumnya sama seperti halnya  utang uang? Bukankah itu masih wanprestasi PPJB ataupun jual beli properti?

    Tak hanya membaca teks norma, soal ini patut dicerna dengan asas atau prinsip hukum. Sebab, asas-lah yang mengayam norma. Pada asasnya,  kepailitan  itu jika korporasi  dalam  belitan  masalah keuangan akut tak terselesaikan –yang  membutuhkan lembaga kepailitan sebagai  exit from financial distress.  Jika  posisi kewajiban utang yang jauh lebih besar daripada nilai  harta kekayaannya,  maka norma hukum dan praktik hukum musti  menarik garis tegas antara  balance sheet insolvency dengan cash-flow insolvency  (Sutan Remy Syahdeini, 2015).

    Sebab itu, kepalitian korporasi bukan premium remidium.  Patut didahului dengan insolvency test.  Mustinya dengan syarat yang berlogika sebab akibat yang ketat.   Jika hanya cash-flow insolvency, kiranya  itu masih utang biasa. Bukan alasan mengajukan  kepailitan. Sifatnya hanya perkara  perdata  cidera janji (waprestasi) biasa.  Tamsilnya,  logiskah ketika  lupa membawa dompet  ke pompa  bensin dan tak bisa membayar tagihan belanja di mini market, sontak pengusaha kedai pergi ke Pengadilan Niaga? Demi ekologi industri properti cum perlindungan hak konsumen,  perlu membuat jalan baru dengan menguji norma, tidak hanya menjalani norma.

    Kuantum Advokasi

    Soal lain? Relasi hukum antara konsumen dan developer terbilang unik, tak perikatan biasa. Produk belum jadi/ada namun bisa jualan, namanya pre project selling. Konsumen disyaratkan bayar uang muka (down payment/DP)  dalam jumlah tertentu dan melampaui Loan To Value (LTV). Namun, karena belum lunas dan bendanya belum ada, maka belum ada penyerahan juridis (yuridish-levering) atas barang/benda. Walau sudah ada Sertifikat Laik Fungsi (SLF), penyerahan kunci, bahkan konsumen sudah  menghuni unit, membayar management fee, dan bahkan konsumen terus membayar cicilan berjangka, atau cicilan keras-lunas.  Namun status kepemilikan properti by law belum beralih ke konsumen. Uangnya saja yang beralih sudah.

    Majelis pembaca juga maklum, jamak proyek properti tidak hanya satu-dua  menara, belasan bahkan puluhan dalam satu hamparan. Pun,  tak hanya hunian, namun perkantoran, dan pusat perbelanjaan. Tak jarang bahkan dengan kombinasi hunian berimbang  perumahan komersial dengan perumahan MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) yang bersubsidi karena berasal dari dana APBN. Ahasil, status asetnya menjadi semakin pelit.

    Menjadi kenyataan hukum dan bisnis ketika  proyek perumahan skala besar itu   tumbuh mengkota dalam satu kawasan. Menjadi kota mandiri baru. Kerapkali, developernya pun masih terikat dengan pembiayaan konstruksi dengan konsorsium lembaga perbankan. Jika sontak kepailitan didaftarkan, sebutlah karena gagal serah  2 unit apartemen atau sebab wanprestasi PPJB,  bukan tidak mungkin menjadi keadaan dramatis : “the city in the midle of insolvency case”.  Yang berimbas kepada konsumen dan ekologi industri properti.

    Sebab itu, apabila developer gagal serah, unit belum terbangun, lewat waktu waktu pembangunan dan penyerahan serta penghunian,  tidak serta merta idemditto didefenisikan utang yang developernya dalam status financial distress. Belum tentu balance sheet insolvency. Perlu dicatat,  kontra prestasi penjualan properti adalah penyerahan (levering), selagi perjanjian masih belum dibatalkan.

    Di titik ini, pembentukan hukum (rechtvorming) soal takrif  utang menjadi isu sentral.

    Apalagi masih adanya kesatuan paham  norma utang dalam yurisprudensi kepailitan. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU yang tidak memberikan syarat debitur dapat dipalitkan,  perlu dikaji ulang.  Perlu dibatasi dengan insolvency test. Bedakan  antara balance sheet insolvency dengan cash-flow insolvency. Apalagi hanya  gagal serah belaka –yang masih merupakan  wanprestasi penyerahan barang. Bukan  korporasi dalam situasi financial distress.

    Tak logis rasanya, pebalap mahal  yang serba “branded”   ugal-ugalan di  sirkuit. Sengaja hendak keluar gelanggang.  Pun demikian,  developer dan konsumen  mewaspadai ancaman insolvensi yang berujung kepailitan/PKPU.  Dengan regulasi  yang terus menerus diperbarui.  Nasihat opini ini perlunya  respon lawyering sistematis yang menjaga ekologi industri properti cum melindungi hak konsumen. Saya menyebutnya kuantum advokasi. Tabik.

    (Muhammad Joni, S.H., M.H., Advokat dan Sekretaris Umum Housing and Urban Development (HUD) Institute, opini ini pendapat pribadi penulis).

     

Back to top button