Headline

REI: Stimulus Melimpah, Perizinan Masih Menghambat Investasi Properti

Potensi investasi yang tertunda akibat hambatan perizinan di 37 DPD REI bisa mencapai Rp55,5 triliun.

JAKARTA, KORIDOR.ONLINEReal Estat Indonesia (REI) mengapresiasi berbagai stimulus yang diberikan pemerintah bagi sektor properti, namun menegaskan bahwa persoalan perizinan masih menjadi hambatan terbesar investasi. Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto menyatakan dukungan pemerintah—mulai dari program 3 Juta Rumah, perpanjangan PPN DTP, penyaluran KUR Perumahan, hingga tambahan kuota FLPP—telah memberi optimisme pasar, sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029.

“Kami sangat mengapresiasi akomodasi pemerintah yang begitu besar bagi sektor properti. Stimulusnya bahkan surplus, dan pasar merespons dengan positif,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (19/11).

Selain itu, kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang mendorong penempatan dana pemerintah di Bank Indonesia untuk kemudian disalurkan ke perbankan dinilai membantu pergerakan sektor usaha. Termasuk bergulirnya KUR Perumahan yang saat ini tengah diakses sekitar 700 anggota REI, dan jumlahnya diprediksi terus meningkat.

306 Proyek Mandeg Akibat Perizinan

Namun di balik deretan insentif tersebut, sektor properti masih terganjal persoalan perizinan yang menghambat realisasi investasi. Berdasarkan laporan dari 16 DPD REI, terdapat 306 proyek yang terhenti akibat kendala OSS, Amdal, tata ruang, hingga isu Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Total lahan yang terdampak mencapai 6.178 hektare dengan potensi investasi sekitar Rp34,5 triliun.

Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto

“Ini baru dari 16 DPD. Masih ada 21 DPD lain yang sedang dipetakan. Jika seluruhnya dihitung, potensi investasi yang tertunda bisa mencapai Rp55,5 triliun,” tegas CEO Buana Kassiti Group tersebut.

Dari sisi tenaga kerja, setiap pengembangan proyek rata-rata menyerap 100 pekerja. Artinya, terdapat potensi lapangan kerja bagi 30.600 orang yang tertahan akibat hambatan perizinan ini.

REI telah menyampaikan laporan resmi kepada 7 kementerian/lembaga terkait untuk meminta percepatan penyelesaian kendala tersebut. Menurut Joko, penyederhanaan perizinan properti sangat penting karena sifatnya yang lintas sektor.

| Baca Juga:   Asosiasi Bentuk Presidium Pengembang, Ada Apakah Gerangan?

Riset REI bersama Lembaga Manajemen UI juga menunjukkan bahwa setiap Rp112 triliun investasi properti berkontribusi sebesar 0,56% terhadap perekonomian nasional—angka yang akan meningkat bila tata kelola perizinan lebih terkoordinasi.

Penyerapan KUR dan FLPP Terpengaruh Perizinan

Joko menambahkan bahwa penyelesaian hambatan perizinan akan berdampak langsung pada penyerapan KUR Perumahan sebesar Rp130 triliun pada 2025, serta realisasi kuota FLPP sebanyak 350.000 unit tahun ini.

REI telah menjalin komunikasi dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait, yang menyatakan siap membantu percepatan perizinan bagi 306 proyek anggota REI tersebut. Koordinasi juga dilakukan dengan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid terkait tata ruang dan revisi kebijakan LSD. Pemerintah berencana membuka kembali perizinan LSD di 140 kota.

“Kami mendukung ketahanan pangan melalui kebijakan LSD, namun persoalan ini tetap harus diharmonisasi dengan kebutuhan perumahan rakyat,” ujar Joko.

Arah Ekspansi ke Desa

Selain perizinan, REI menyoroti tantangan besar berupa backlog 9,9 juta unit, 26 juta rumah tidak layak huni, dan proyeksi bahwa 56% penduduk akan tinggal di perkotaan pada 2035.

Terkait penyerapan FLPP yang baru sekitar 60% per September 2025, REI mendorong optimalisasi kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan, mengingat 76% penerima FLPP adalah peserta BPJS dengan pendapatan tetap. REI juga mendorong pembangunan 2 juta rumah di pedesaan dan pesisir sebagai bagian dari Program 3 Juta Rumah. Dengan pembiayaan angsuran sekitar Rp14,4 triliun, potensi pergerakan ekonomi yang tercipta bisa mencapai Rp160 triliun, merambah 84.000 desa.

“Kalau setiap desa tumbuh dua pelaku usaha pendukung properti, akan lahir 160.000 wirausahawan baru. Ini menjadi motor ekonomi desa sekaligus memperluas jaringan perbankan hingga ke pelosok,” jelasnya.

| Baca Juga:   Kang Emil Bicara Soal Silicon Valley di Koridor Timur Jakarta-Bandung

Dengan rumah layak sebagai aset agunan, masyarakat desa dapat mengakses kredit usaha formal sehingga terhindar dari rentenir. Pada saat yang sama, desa-desa yang berkembang akan menjadi pasar baru bagi produk properti nasional.

“Bank akan berlomba masuk desa, ekonomi desa tumbuh, dan pada akhirnya memperluas pasar properti,” pungkas Joko Suranto.

Erfendi

Penulis dan penikmat informasi terkait industri properti dan turunannya dengan pengalaman lebih dari 20 tahun. Email: exa_lin@yahoo.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button