AktualHeadline

Pakar Hukum Perumahan Desak Pemerintah Segera Bentuk UU Perkotaan

Indonesia Perlu Kota Yang Ditata Moderen Dan Berbasis Hukum Yang Kokoh

JAKARTA,KORIDOR—Praktisi hukum perumahan dan perkotaan, Muhammad Joni, mendesak Pemerintah dan DPR untuk segera melahirkan Undang Undang Perkotaan. Masalah perkotaan di Indonesia sudah akut,  dan mendesak di atasi. Tak hanya tambal sulam namun mendasar,  berkeadilan dan pasti. Termasuk soal Secure Tenure (keamanan bermukim) untuk memastikan hunian yang berkeadilan dan tentu layak ditinggali bukan hanya terjangkau dibeli.

Jika aturan Secure Tenur dinilai tak ada, menurutnya itu bukan salah UU Pokok Agraria (UUPA). UUPA  orisinal intennya itu cenderung ke agraris, bukan cenderung ke kota. Tak ada konsep dan diksi kota dalam UUPA. UUPA hanya menjamin hak atas tanah, dan peruntukannya untuk “abc-fgh”. Namun tidak ada persediaan, peruntukan, penggunaan untuk perumahan, permukiman dan perkotaan dalam UUPA.

“Padahal kua teknis dan historis, perumahan adalah mosaik utama pembentuk kota.  Beda dengan peruntukan bagi, misalnya perkebunan, pertanian, yang dibunyikan eksplisit sebagai norma aturan dalam Pasal 14 ayat 1 UUPA,” ujarnya.

Apalagi mesin ekonomi tumbuh di kota menjadi urban economics yang riuh dan menjanjikan.  Kota tak hanya jalan panjang dan pangkalan hunian. Kota tak hanya layanan (services) namun episentrum segala pertumbuhan.

“Namun, ajaibnya kita masih betah bertahan tanpa UU Perkotaan. Lebih lagi kita lupa, dulu Belanda dan rezim awal negeri ini dibangun telah ada gagasan RUU Bina Kota yang mengatur hal ikhwal kota, tak hanya soal organisasi kuasa kota belaka,” tambah Sekretaris The HUD Institute itu.

Di Era moderen, pada saat  Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaannnya pada  2045,  Indonesia perlu kota yang ditata moderen dan berbasis hukum yang kokoh. Sehingga tidak ada lagi kritik soal penanganan kawasan kumuh perkotaan. Membangun kota lanjut Joni, bukan hanya penjumlahan bangunan. Bangunan bukan pula hanya fisiknya saja. Kota harus dibangun dengan visi,  paradigma dan ilmu bahkan  profesinya demi memanusiakan manusia.

| Baca Juga:   TEKA Dukung Produk Lantai Kayu Yang Sustainable

“Apalagi watak serta cara kerja birokrasi yang (hanya) bekerja berdasarkan apa yang ada diaturan. Birokrasi selama ini bukan bekerja atas apa yang boleh dan tak dilarang. Begitu kaidah bekerjanya birokrasi walau ada diskresi atau freis ermessen dengan syarat rechtmatigeheid dan doelmatigeheid,” ujar Ketua Kornas Pera ini.

Karena diisi manusia dan warga, dimana perumahan sebagai mosaik utama pembentukan kota,  bukan hanya perkantoran, pasar, dan jalan saja.  Kota bukan hanya otoritas kota. Sebab itu kota dan warganya, juga masyarakat, dunia usaha, pemerintah, membutuhkan UU Perkotaan. Yang melengkapi  UU No. 1 Tahun 2011 (UU PKP) dan UU Rumah Susun,”

“Membangun kota perlu paradigma, ilmu, teknik, teknologi dan profesional  serta melindungi konsumen dan masyarakat.  Sebab itu UU PKP, UU Rumah Susun, UU Bangunan Gedung, UU PA, bahkan UU Cipta Kerja, tidak memadai,” pungkasnya.

Erfendi

Penulis dan penikmat informasi terkait industri properti dan turunannya dengan pengalaman lebih dari 15 tahun. Email: exa_lin@yahoo.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button