Hukum

  • KUR Perumahan Hampir Rampung, Menteri PKP Targetkan Finalisasi Akhir Juli 2025

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE — Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, menyampaikan bahwa penyusunan Peraturan Menteri (Permen) terkait Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan telah mencapai 90 persen dan ditargetkan rampung pada akhir Juli 2025.

    “Progres penyusunan Permen KUR Perumahan semakin positif dan sudah mencapai 90 persen. Kami berkomitmen menyelesaikannya minggu depan agar bisa segera diimplementasikan,” ujar Maruarar usai mengikuti Rapat Koordinasi Terbatas di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jumat (25/7).

    Maruarar menegaskan, KUR Perumahan merupakan terobosan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat kesejahteraan rakyat sekaligus mendorong pertumbuhan UMKM sektor perumahan.

    “KUR Perumahan ini adalah yang pertama di era Presiden Prabowo. Saya yakin program ini akan menjadi penggerak ekonomi yang signifikan, mendorong masyarakat naik kelas, dan memperluas basis usaha rakyat,” jelasnya.

    Permen tersebut akan memuat skema menyeluruh: dari kriteria penerima manfaat, jenis profesi yang memenuhi syarat, batasan plafon, hingga durasi dan mekanisme pembiayaan.

    Dalam rapat yang dipimpin Menko Perekonomian, Menteri PKP juga mengusulkan sejumlah kebijakan strategis perumahan lainnya. Ia menegaskan pentingnya sinergi antarinstansi, khususnya dengan Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan, serta pihak perbankan dan pengembang.

    “Kolaborasi sangat krusial. Dukungan dari perbankan untuk penyaluran KPR FLPP dan dari para pengembang dalam penyediaan rumah subsidi harus terus diperkuat,” ujarnya.

    Ia juga menyampaikan apresiasi atas peningkatan kuota KPR FLPP tahun ini menjadi 350.000 unit. Menurutnya, sosialisasi KUR Perumahan ke depan harus dilakukan secara masif dan tepat sasaran.

    “Kami ingin program ini menjangkau masyarakat yang benar-benar membutuhkan, dengan risiko kredit yang terkelola baik. Seperti pesan Ibu Menteri Keuangan, program ini harus mampu mendorong masyarakat meloncat naik kelas secara ekonomi,” pungkas Maruarar.

  • Aduh..Proyek Rusun di Sumatera Utara Diduga Dikorupsi. Ini Daftarnya

    MEDAN, KORIDOR.ONLINE — Dalam rangka pelaksanaan Program SeKop! (Serahkan Koruptor!), Inspektorat Jenderal Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) kembali menunjukkan komitmennya dalam pemberantasan korupsi. Pada pukul 11.00 WIB, Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian PKP secara resmi menyerahkan berkas dugaan tindak pidana korupsi kepada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, yang diterima langsung oleh Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus).

    Kasus yang diserahkan mencakup tiga proyek rumah susun di wilayah Provinsi Sumatera Utara, yaitu:

    1. Rumah Susun Yayasan Maju Tapian Nauli (Tapanuli Tengah)
      Nilai proyek: Rp13,1 miliar

    2. Rumah Susun Yayasan Akademi Keperawatan (Tapanuli Utara)
      Nilai proyek: Rp18,7 miliar

    3. Rumah Susun Poltekes Deli Serdang (Kabupaten Deli Serdang)
      Nilai proyek: Rp28,05 miliar

    Berdasarkan hasil audit investigatif, diduga kuat YM—mantan Kepala Satuan Kerja P2P Provinsi Sumatera Utara—berperan sebagai pelaksana proyek secara tidak sah dan meminta imbalan kepada pihak penyedia jasa (PT STM) dengan skema pembagian hasil sebesar 70% dari nilai proyek. YM mengakui telah menerima uang sebesar Rp6,5 miliar dari JM selaku pemilik PT STM. Dalam aksinya, YM dibantu stafnya berinisial IL.

    Penyerahan kasus ini menjadi bukti konkret atas keseriusan Kementerian PKP dalam mendukung Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya poin ke-7 mengenai pemberantasan korupsi dan penguatan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.

    Inspektur Jenderal Kementerian PKP, Heri Jerman, menyatakan: “Sebagaimana perintah Presiden Prabowo Subianto, tidak boleh ada tempat bagi korupsi di kementerian manapun. Dengan dukungan penuh dari Menteri PKP Bapak Maruarar Sirait, Inspektorat Jenderal akan terus menindaklanjuti setiap dugaan penyimpangan. Komitmen ini demi menjaga kepercayaan rakyat terhadap pemerintah,” ungkapnya dalam rilis yang diterima koridor.online.

    Sejak menjabat lima bulan lalu, Irjen Heri Jerman telah menyerahkan lima kasus korupsi ke aparat penegak hukum, antara lain:

    • Proyek Rumah Khusus di Ambon, Maluku (Rp2,8 miliar)

    • Rumah Swadaya BSPS di Sumenep (Rp109 miliar)

    • Rumah Khusus eks Pejuang Timor-Timur di Kupang (± Rp470 miliar)

    • Penyalahgunaan perjalanan dinas oleh eks Kepala Balai Perumahan Sulawesi Selatan (Rp1,1 miliar)

    • Dan terbaru, tiga proyek rumah susun di Sumatera Utara.

    Kementerian PKP menegaskan bahwa integritas adalah fondasi utama dalam menjalankan mandat negara untuk menyediakan hunian yang layak bagi rakyat Indonesia.

  • Kementerian PKP Ajukan Pembukaan Blokir Anggaran Rp1,8 Triliun, Ini Daftar Proyeknya

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE — Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, meminta dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI agar dapat mendorong Kementerian Keuangan untuk membuka blokir anggaran sebesar Rp1,8 triliun. Anggaran tersebut dinilai krusial untuk mendukung kelanjutan sejumlah proyek strategis bidang perumahan yang menyasar kawasan prioritas nasional dan daerah tertinggal.

    “Mohon kiranya Komisi V DPR dapat memberikan dukungan agar blokir anggaran DIPA Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp1,8 triliun dapat dibuka. Ini sangat penting untuk kesinambungan proyek-proyek yang telah dimulai,” ujar Ara dalam pembukaan blokir anggaran tersebut akan sangat membantu dalam mencapai target pembangunan hunian yang inklusif dan berkeadilan, terutama di wilayah prioritas dan 3T

    Ara merinci, dari total anggaran tersebut, sebesar Rp910,30 miliar akan dialokasikan untuk melanjutkan proyek rumah susun (rusun) di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang bersifat kontrak tahun jamak (multi years contract/MYC). Selain itu, sekitar Rp86,83 miliar akan digunakan untuk merevitalisasi Wisma Atlet Kemayoran agar dapat difungsikan kembali sebagai hunian yang layak.

    Tak kalah penting, anggaran sebesar Rp136,92 miliar akan dialokasikan untuk pembangunan Rumah Susun di wilayah Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua. Ara menegaskan bahwa kelanjutan proyek ini akan tetap mempertimbangkan aspek keamanan. “Untuk yang Papua, kami rencanakan pertemuan dengan Kepala BIN pada tanggal 21 atau 22 Juli untuk memastikan kesiapan dan keamanan pelaksanaannya,” imbuhnya.

    Sementara itu, berdasarkan data Kementerian PKP, pagu anggaran efektif tahun 2025 tercatat sebesar Rp3,446 triliun. Hingga 30 Juni 2025, realisasi anggaran baru mencapai Rp970,46 miliar atau sekitar 28,2%, terdiri dari belanja pegawai Rp134,25 miliar, belanja barang Rp325,99 miliar, dan belanja modal Rp510,21 miliar.

    Ara menegaskan bahwa pembukaan blokir anggaran tersebut akan sangat membantu dalam mencapai target pembangunan hunian yang inklusif dan berkeadilan, terutama di wilayah prioritas dan 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

  • Pemerintah Matangkan Aturan KUR Perumahan

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE  — Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tengah mempercepat penyusunan Peraturan Menteri (Permen) sebagai dasar pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor perumahan. Langkah ini merupakan tindak lanjut atas instruksi Badan Pengelola Investasi (BPI) kepada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk menyalurkan kredit dalam rangka merealisasikan program pembangunan 3 juta rumah yang diusung Presiden Prabowo Subianto.

    Menteri PKP, Maruarar Sirait atau akrab disapa Ara, menegaskan bahwa pihaknya kini sedang menggodok draf aturan tersebut bersama kementerian dan lembaga terkait.

    “Hari ini saya memimpin rapat pembahasan draf Permen KUR Perumahan. Ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya bersama Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan,” kata Ara dalam keterangan tertulis, Jumat (4/7).

    Meski belum merinci seluruh substansi aturan, Ara menyebut beleid ini akan memuat ketentuan mengenai siapa saja yang berhak menerima fasilitas KUR Perumahan, baik dari sisi pengembang maupun masyarakat perorangan.

    “Detail lengkapnya akan kami umumkan setelah proses pembahasan selesai, agar tidak menimbulkan polemik,” tambahnya.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa pemerintah telah resmi mengalokasikan KUR untuk sektor perumahan. Skema ini menyasar dua kelompok utama: pengembang dan masyarakat.

    Untuk mendukung sisi suplai, plafon KUR bagi pelaku usaha pengembang skala kecil dan menengah dinaikkan hingga Rp5 miliar—naik signifikan dari batas sebelumnya sebesar Rp500 juta. Dana tersebut diproyeksikan mampu membiayai pembangunan 38 hingga 40 unit rumah subsidi tipe 36 m², dengan tenor pembiayaan mencapai 4 hingga 5 tahun.

    “Tambahan plafon sebesar Rp117 triliun kami siapkan untuk sektor konstruksi skala kecil dan menengah,” ujar Airlangga.

    Sementara itu, di sisi permintaan, pemerintah juga mengalokasikan dana sebesar Rp13 triliun bagi masyarakat umum yang ingin mengakses kredit renovasi rumah, termasuk rumah yang digunakan untuk kegiatan usaha.

    KUR Perumahan ini akan mendapatkan subsidi bunga dari pemerintah sebesar 5%, sehingga beban bunga yang ditanggung debitur hanya berkisar 6% hingga 7%.

    “Kredit ini bisa digunakan untuk renovasi rumah pribadi maupun yang difungsikan sebagai tempat usaha,” jelas Airlangga.

    Kebijakan KUR Perumahan menjadi salah satu instrumen penting dalam mendukung percepatan penyediaan rumah layak dan terjangkau, sekaligus mendorong sektor konstruksi sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.

  • Soal Aturan Minimal Luas Tanah dan Bangunan, Ini Jawaban Kementerian PKP

    JAKARTA,KORIDOR.ONLINE – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, merespons adanya pro dan kontra terkait draft Peraturan Menteri PKP tentang batasan luas lahan dan lantai rumah umum tapak. Ia menyatakan bahwa dinamika tersebut adalah hal yang wajar dalam proses penyusunan regulasi.

    “Pro kontra itu biasa. Sekarang masih dalam tahap pengumpulan masukan. Yang penting tujuannya baik, yakni agar semakin banyak masyarakat mendapat manfaat,” ujar Maruarar saat bertemu sejumlah Ketua Umum Asosiasi Pengembang di Bandung, Senin (2/6/2025).

    Menteri menegaskan keterbukaan Kementerian terhadap kritik dan saran dari berbagai pihak. Menurutnya, hal ini akan membuat proses penyusunan aturan menjadi lebih transparan dan akuntabel.

    “Saya sangat terbuka terhadap kritik. Justru lebih baik kalau dikritik di awal, agar hasilnya lebih matang dan nyaman dijalankan,” tambahnya.

    Maruarar menjelaskan bahwa rancangan peraturan ini bertujuan untuk mendorong pembangunan rumah subsidi di kawasan perkotaan dengan lahan terbatas. Ia optimistis, dengan adanya aturan ini, para pengembang akan terpacu menciptakan desain rumah yang lebih kreatif dan sesuai kebutuhan konsumen.

    “Nantinya masyarakat punya lebih banyak pilihan rumah subsidi di kota. Ini juga tantangan positif bagi pengembang agar tidak menjual gambar saja, tapi membangun dulu rumahnya sebelum ditawarkan,” jelasnya.

    Ia juga menyampaikan arahan dari Presiden Prabowo Subianto agar Kementerian PKP melindungi konsumen dari pengembang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, regulasi ini disusun agar semua pihak memiliki dasar hukum yang adil dan kuat.

    “Tujuan saya jelas, supaya makin banyak masyarakat yang bisa merasakan manfaatnya. Saya yakin, aturan ini tidak merugikan konsumen karena mereka tetap punya pilihan,” ujarnya.

    Maruarar menambahkan bahwa rumah subsidi dengan lahan terbatas tetap bisa dibangun secara vertikal atau bertingkat, selama desainnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi perkotaan.

    “Banyak pembeli rumah subsidi itu adalah pasangan muda atau individu. Tanah makin mahal, jadi harus ada solusi desain yang inovatif. Jangan sampai kita kalah dari masalah. Saya akan tampilkan desain-desain baru yang lebih baik,” kata Menteri.

    Ke depan, setelah aturan rumah subsidi (FLPP) selesai, Kementerian PKP juga akan menyiapkan regulasi untuk rumah komersil yang mencakup aspek lahan, pembiayaan, desain, ukuran, dan harga.

    “DPR juga mendorong implementasi hunian berimbang segera dijalankan oleh para pengembang,” imbuhnya.

    Pertemuan tersebut turut dihadiri Ketua Umum REI Joko Suranto, Ketua Umum Himperra Ari Tri Priyono, Ketua Umum Apersi Junaidi Abdullah, Ketua Umum Asprumnas, Ketua Umum Apernas Jaya, serta Komisioner BP Tapera.

    Sementara itu, Ketua Umum REI Joko Suranto mengingatkan pentingnya penyesuaian dengan standar SNI dalam penyusunan aturan ini. “Kami harap peraturan ini sejalan dengan SNI yang berlaku,” ujarnya.

  • Stakeholder Perumahan Bahas Perumusan Aset Negara Dukung Program Perumahan 3 Juta Rumah

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE – Sebagai tindak lanjut dari perumusan kebijakan di sektor perumahan, BP Tapera bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) serta para pemangku kepentingan menggelar rapat pembahasan pada Selasa (27/5) di Kementerian Keuangan. Agenda utama rapat adalah pemaparan aset negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan Bank Tanah sebagai potensi lahan untuk pembangunan perumahan subsidi.

    Rapat dihadiri oleh Menteri PKP Maruarar Sirait, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjowiharjo, pejabat dari Kemendagri dan Kementerian Keuangan, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho, perwakilan Bank Tanah, bank penyalur FLPP, asosiasi pengembang, serta perusahaan properti.

    Menteri Maruarar menegaskan bahwa ekspose aset ini merupakan peluang besar bagi pengembang untuk memperluas pilihan lahan. Ia menyampaikan bahwa pembahasan akan dilanjutkan pada minggu kedua, khusus untuk aset yang berada di bawah BUMN.

    “Kami ingin program 3 juta rumah benar-benar menjadi karpet merah bagi rakyat,” ujarnya.

    Ia juga menekankan bahwa kebijakan pemerintah tidak boleh menjadi penghambat.

    “Jika ada kendala, sampaikan kepada kami. Selama niatnya baik untuk rakyat, kami siap membantu,” lanjutnya.

    Wamen BUMN Kartika menyatakan bahwa pihaknya telah mengidentifikasi aset BUMN di kawasan urban maupun TOD dan siap menindaklanjuti pembahasan lanjutan.

    Dukungan juga disampaikan oleh Irjen Kemendagri Sang Made Mahendra Jaya yang menjamin pengawasan implementasi kebijakan hingga ke daerah.

    Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengingatkan pentingnya dukungan semua pihak untuk merealisasikan target 350 ribu unit rumah, khususnya dari bank-bank BUMN sebagai penyalur utama dana FLPP. Ia berharap kebijakan yang dirumuskan mampu memperkuat komitmen dan kinerja bank penyalur.

    Menutup rapat, Dirjen Kekayaan Negara Rional Silaban menyatakan pentingnya akurasi dalam penyerapan target unit rumah dan menyambut kesiapan bank BUMN dalam mendukung program nasional 3 juta rumah.

  • Terkait Proses Hukum Fasilitas Kredit kepada PT Sritex, Begini Sikap Bank DKI

    KORIDOR.ONLINE, JAKARTA — Menyusul pernyataan resmi dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengenai proses hukum yang sedang berjalan atas pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (PT Sritex) pada tahun 2020, Management Bank DKI menyampaikan sejumlah pernyataan sebagai bentuk komitmen terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas di sektor jasa keuangan.

    Dalam Siaran Persnya, yang diterima Redaksi, Kamis, 22 Mei 2024, Bank DKI menyatakan menghormati dan mendukung sepenuhnya proses hukum yang tengah berlangsung. Sebagai bagian dari penegakan hukum dan perwujudan tata kelola yang baik, Bank DKI berkomitmen untuk bekerja sama secara penuh dengan Aparat Penegak Hukum, termasuk dalam hal penyediaan data dan informasi yang diperlukan guna memastikan kelancaran serta objektivitas proses penyidikan.

    “Bank DKI senantiasa menjunjung tinggi prinsip Good Corporate Governance (GCG), integritas, dan kepatuhan terhadap regulasi. Kami terus melakukan evaluasi serta penguatan sistem pengendalian internal untuk meminimalkan risiko dan menjaga kepercayaan seluruh pemangku kepentingan,” ujar perwakilan manajemen Bank DKI dalam pernyataan resminya.

    BACA JUGA: Sistem Berangsur Pulih, Layanan Transfer Antar Bank Real Time Online (RTOL) Melalui JakOne Mobile Kembali Dapat Digunakan

    Bank DKI menegaskan bahwa seluruh layanan dan kegiatan operasional perseroan tetap berjalan normal dan tidak terdampak oleh proses hukum ini. Dana nasabah tetap aman, dan seluruh layanan perbankan tetap tersedia sebagaimana mestinya. Pelayanan kepada masyarakat dan mitra usaha tetap menjadi prioritas utama perseroan.

    Sebagai bagian dari komitmen terhadap transformasi kelembagaan yang berkelanjutan, Bank DKI terus memperkuat manajemen risiko yang prudent serta tata kelola yang solid guna mendukung pertumbuhan usaha yang sehat dan berkelanjutan.

    Bank DKI mengajak seluruh pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan menyerahkan penanganan perkara ini sepenuhnya kepada otoritas yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. ***

  • Kementerian PKP Siapkan Skenario Strategi Untuk Capai Program 3 Juta Rumah

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE- Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tengah mematangkan penyusunan peta jalan (road map) Program Tiga Juta Rumah. Dengan alokasi APBN yang terbatas, Kementerian PKP tengah menyiapkan sejumlah skenario untuk dapat mencapai target Program Tiga Juta Rumah untuk rakyat.

    Menteri PKP Maruarar Sirait mengatakan, sekenario yang disiapkan tersebut merupakan rencana kerja yang nantinya akan disampaikan dalam rapat bersama DPR RI.

    “Selanjutnya kita agendakan bertemu dengan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia) untuk memperjelas target kerja yang harus dicapai Kementerian PKP beserta rencananya,” kata Menteri PKP Maruarar Sirait.

    Dalam rapat kali ini, Jumat (17/1/2024), Kementerian PKP juga mengundang sejumlah perwakilan asosiasi pengembang sebagai bagian dari ekosistem perumahan untuk menyiapkan skenario Program Tiga Juta Rumah.

    Skenario yang disiapkan Kementerian PKP di antaranya dengan memanfaatkan anggaran APBN Tahun 2025 yang telah ditetapkan serta mendorong ekosistem perumahan dalam pembangunan perumahan bagi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Skenario lainnya adalah dengan realokasi APBN dan dukungan ekosistem perumahan. Skenario terakhir adalah dengan tambahan APBN-P dan dukungan ekosistem perumahan

  • Pemerintah Janji Tindak Tegas Penyelewengan Program BSPS

    IKN, KORIDOR.ONLINE– Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Perumahan siap memastikan pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang disalurkan kepada masyarakat tepat sasaran dan bebas dari pungutan dari pihak manapun. Kementerian PUPR juga meminta masyarakat dan pihak manapun segera melaporkan apabila ditemukan adanya pelanggaran prosedur atau penyelewengan bantuan perumahan pro rakyat tersebut.

    “Kami minta jangan main – main dalam penyaluran Program BSPS untuk masyarakat yang membutuhkan bantuan perumahan ini. Kami siap tindak tegas siapapun yang melanggar prosedur atau penyelewengan dalam penyaluran bantuan pemerintah ini,” ujar Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto di Ibu Kota Nusantara, Jum’at (27/9/2024).

    Menurut Iwan, Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) ini adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas rumah masyarakat yang tidak layak huni. Dengan adanya rumah yang layak huni diharapkan masyarakat khususnya mereka yang berpenghasilan rendah bisa lebih sejahtera dan hidup sehat bersama keluarganya.

    Kementerian PUPR, imbuh Iwan, juga meminta masyarakat atau siapa saja yang menemukan adanya penyelewengan bantuan BSPS untuk melaporkan melalui kanal pengaduan yang disediakan pemerintah seperti Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) Lapor. Dalam penyaluran bantuan, Kementerian PUPR juga menerjunkan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) Program BSPS untuk mendampingi kelompok masyarakat dalam membangun rumah sesuai dengan syarat rumah sehat.

    Sebagai informasi, kanal pengaduan SP4N Lapor adalah sebuah platform nasional yang memfasilitasi pengaduan dan aspirasi masyarakat terkait pelayanan publik. Platform ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong partisipasi publik dalam pengawasan dan peningkatan kualitas pelayanan publik di seluruh daerah.

    “Kami siap menindaklanjuti apabila ada pengaduan masyarakat terkait program perumahan. Hal ini juga menjadi salah satu upaya mitigasi kami dalam manajemen risiko Program BSPS,” tandasnya

    Lebih lanjut, Iwan menambahkan, dalam Program BSPS Kementerian PUPR menyalurkan dana stimulan senilai Rp 20 juta untuk pembelian bahan bangunan Rp 17,5 juta dan upah tukang Rp 2,5 juta. Masyarakat penerima bantuan juga harus memiliki keswadayaan maupun semangat untuk memperbaiki rumahnya dan menentukan toko bangunan yang ditunjuk untuk menyediakan bahan material bangunan yang diperlukan dalam proses pembangunan.

    “Kami menegaskan bahwa Program BSPS ini tidak ada pungutan biaya oleh pihak nanapun. Jadi jangan percaya apabila ada pihak-pihak yang melakukan tekanan ataupun menjanjikan sesuatu misalnya komisi jika ingin mendapatkan Program BSPS,” tandasnya.

  • Pemilik Rusun Dan Apartemen Tegas Menolak IPL Kena PPN

    JAKARTA, KORIDOR.ONLINE— Para penghuni dan pemilik rumah susun (rusun) dan apartemen se-Jabodetabek menolak keras rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)  pada Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL). Meski sudah melayangkan protes kepada Direktur Jenderal Pajak, namun tak kunjung mendapat tanggapan. Padahal Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) sudah melakukan berbagai upaya guna menyampaikan keresahan para penghuni rusun.

    “Jika masalah ini belum juga mendapat perhatian dari pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pajak, PPPSRS yang merupakan warga rumah susun/apartemen akan melakukan demostrasi di depan Kantor Direktur Jenderal Pajak, Jl. Gatot Subroto, Jakarta,” tegas Adjit Lauhatta, Ketua Umum DPP P3RSI, pada awak media di acara Press Conference P3RSI, bertajuk: PPPSRS Bersatu Tolak IPL Rumah Susun/Apartemen Kena PPN!”, di Jakarta, Selasa, 24/9.

    Press Conference P3RSI, bertajuk: PPPSRS Bersatu Tolak IPL Rumah Susun/Apartemen Kena PPN!”, di Jakarta, Selasa, 24/9

    Sebelumnya menurut penuturan Adjit,  dalam Talk Show P3RSI akhir Juli lalu, pihaknya meminta pemerintah melalui Tunjung Nugroho, narasumber yang mewakili Dirjen Pajak, agar IPL rumah susun/apartemen tidak dikenakan PPN. Saat itu, Tunjung pun berjanji akan mengajak P3RSI berdialog untuk bahas hal ini. Namun surat Permohonan Audensi yang terkirim sejak tanggal 30 Agustus 2024, hingga kini belum direspon Kantor Dirjen Pajak.

    Alih-alih berdialog dahulu dengan pemangku kepentingan utama (pemilik dan penghuni rumah susun), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Barat malah sudah melayangkan surat Sosialisasi Pengelola Apartemen kepada seluruh rumah susun di Jakarta Barat, yang ujung-ujung “memaksa” pengenaan PPN atas IPL yang menurun “urunan” warga rumah susuh untuk membiayai pengelolan dan perawatan apartemen.

    “Selain karena Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) merupakan badan nirlaba yang kegiatannya  bidang sosial kemasyarakatan yang setara RT/RW, juga karena banyak kondisi apartemen yang mengalami defisit biaya pengelolaan,” kata Adjit

    Adjit mengatakan, pemerintah tak sepantasnya membeban pajak yang dapat menyusahkan, bahkan menyengsarakan rakyatnya. Seperti yang dialami pemilik dan penghuni rumah susun yang akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen atas “biaya urunan” Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL).

    Defisit anggaran pengelolaan ini, lanjut Adjit, juga diperbesar oleh adanya tunggakan IPL pemilik/penghuni yang jumlahnya cukup besar. Hampir dipastikan semua apartemen di Indonesia mengalami tunggakan pembayaran IPL yang ada mencapai miliaran rupiah. Tak sedikit warga, terutama rumah susun menengah bawah (subsidi) yang ekonominya sedang tidak baik-baik saja, malah merasa berat bayar IPL. Apalagi ditambah beban PPN 11 persen, pasti hal ini akan makin memberatkan.

    “Keluhan ini sudah kami sampaikan di Dirjen Pajak saat acara Talk Show, namun tidak ada kepedulian dari pemerintah. Sikap P3RSI yang beranggotakan  54  PPPSRS dengan puluhan ribu pemilik dan penghuni tegas menolak IPL Rumah Susun/Apartemen Kena Pajak!,” tegasnya.

    Kalau pemerintah tetap memaksakan, kata Adjit, P3RSI akan turun ke jalan berdemonstrasi dengan ribuan anggota (PPPSRS) se-Jabodetabek, dan mengajak semua pemilik dan penghuni rumah susun/apartemen se-Indonesia, tolak kebijakan yang tidak kreatif ini.

    Ketua PPPSRS Kalibata City Musdalifah Pangka menegaskan, PPPSRS merupakan perwakilan warga sebagai pemilik unit apartemen yang ditunjuk untuk merawat apartemen, agar terpelihara dengan baik.

    Atas dasar tersebut, kata Musdalifah, PPPSRS membentuk badan pengelola untuk menjalankan operasional dari iuran yang ditagihkan ke warga tanpa cari keuntungan. Ia mencontohkan, di Kalibata City, badan pengelola dibentuk oleh PPPSRS sendiri, bukan menunjuk badan hukum profesional. Sehingga bisa diibaratkan, badan pengelola adalah unit kerja dari PPPSRS itu sendiri.

    Menurut Musdalifah, jika merujuk pada SE (Surat Edaran) Dirjen Pajak No. SE – 01/PJ.33/1998, Tentang Perlakuan Perpajakan Bagi Perhimpunan Penghuni Dari Rumah Susun Yang “Strata Title”. Jelas pada point 5 disebutkan:

    Pengelolaan rumah susun yang dilakukan oleh Perhimpunan Penghuni atau Badan Pengelola yang dibentuk oleh Perhimpunan Penghuni yang merupakan unit di bawah Perhimpunan Penghuni sebagaimana pada butir 2.e. pada dasarnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh Perhimpunan Penghuni. Oleh karena kegiatan Perhimpunan Penghuni diserasikan dengan kegiatan RT/RW yang bergerak di bidang kemasyarakatan, maka atas jasa pengelolaan tersebut termasuk dalam pengertian jasa di bidang pelayanan sosial yang tidak terutang PPN.

    “Dari penjelasan tersebut cukup jelas bahwa kegiatan yg dilakukan PPPSRS adalah kegiatan dalam bidang kemasyarakatan, yaitu mengelola apartemen ini agar dapat terpelihara dengan dengan baik tanpa mencari keuntungan sedikitpun,” ujar Musdalifah.

    Dalam menjalankan pelayanan pengelolaan, imbuhnya, PPPSRS Kalibata City menjalin kerja sama dengan berbagai pihak,  dimana setiap mengadaan barang dan jasa itu telah dibebankan PPN, sehingga apabila IPL yang diterima dari warga juga dibebankan PPN, maka itu artinya telah memberikan kontribusi pajak sebanyak 2 kali.

    Makanya, lanjutnya,  sangat aneh jika iuran yang warga urunan membiayai pengelolaan dan perawatan gedung (IPL) itu dikenakan PPN. Karena itu, pengurus PPPSRS dan warga apartemen Kalibata City Menolak Keras, jika pemerintah tetap memaksakan IPL kenakan PPN, dan berjanji akan memperjuangkan keadilan untuk warganya.

    “Pemerintah harus ingat bahwa belasan tower di Kalibata City itu adalah rusun subsidi, dimana banyak pemilik dan penghuninya yang keuangannya pas-pasan. Kami akan kerahkan ribuan warga turun jalan (demonstrasi) protes, jika kebijakan yang menyusahkan warga kami tetap dipaksakan,” kata Musdalifah dengan tegas.

    Sementara itu, Ketua PPPSRS Thamrin Residences Bernadeth Kartika menyatakan, jika mengacu pada aturan yang ada, dana urunan warga (IPL) tidak sepantas dikenakan pajak. Sebab berdasarkan pasal 1, ayat (1) PP MenKum & HAM No. 6 tahun 2014, disebutkan PPPSRS adalah badan hukum yang merupakan kumpulan orang yang didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan & tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, dan tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya.

    “PPPSRS adalah perkumpulan yang berbentuk badan hukum yang tidak mencari keuntungan, dikarenakan meskipun ada dana yang dihimpun dari para anggota, namun dana terkumpul tersebut dipergunakan untuk membayar jasa para vendor outsoursing yang memberikan jasa pemeliharaan atas bagian bersama, benda bersama, tanah bersama dan penghunian,” kata Bernadeth, kepada wartawan.

    Bernadeth menjelaskan, dana yang dihimpun berupa IPL itu digunakan untuk membayar biaya listrik, air area publik, pemeliharaan gedung, biaya administrasi, gaji karyawan, jasa kebersihan, jasa keamanan, jasa receptionis dan lain-lain.

    Dimana terhadap jasa-jasa tersebut sudah terutang PPN pada saat pembayaran sebagian atau seluruhnya atas penyerahannya jasa atau pada saat diterbitkannya faktur atau tagihan atas jasa- jasa tersebut. Sehingga jika IPL-nya juga dikenakan PPN, maka beban pajaknya dikenakan dua kali.

    Ketua PPPSRS Royal Mediterania Garden Yohanes mengatakan, Pengenaan PPN atas IPL tidak tepat jika dikenakan. Pasalnya, IPL itu adanya iuran atau urunan bersama warga. Kemudian dana tersebut akan dibayarkan kepada vendor yang berkerja di lingkungan apartement sehingga operasional apartemen berjalan.

    “IPL bukan objek PPN, karena pada prinsipnya PPN dikenakan atas pertambahan nilai atas transaksi. Sementara IPL adalah pengumpulan dana dari warga lingkungan yang disetor kepada kasir/akun bank yang mengatasnamakan PPPSRS yang anggotanya terdiri dari seluruh warga lingkungan rumah susun. Jika pemilik menyetor dana IPL kepada rekening bersama milik penghuni, apakah atas penyetoran tersebut merupakan penyerahan terhutang PPN? Jika KPP mencari sumber baru untuk setoran negara, sebaiknya dipertimbangkan lagi atas pengenaan PPN atas IPL, karena tidak tepat,” gugat Yohanes.

    Yohanes menjelaskan, banyaknya tantangan dalam pengelolaan keuangan di rumah susun/apartemen, salah satunya, warga selalu protes dan menentang kenaikan IPL, sehingga tarif IPL stagnan. Sementara biaya operasional meningkat setiap tahunnya. Ditambah lagi kondisi apartemen yang sudah lama (umur diatas 10 tahun), dimana kondisi bangunan dan fasilitas umum perlu peremajaan yang memerlukan biaya yang banyak.

    “Jadi kalau pemerintah ingin bebankan PPN pada IPL sebaiknya dikaji lagi lebih dalam. Jangan sampai buat keresahan dan ketidaknyamanan tinggal di rumah susun/apartemen karena penurunan kualitas pengelolaan. Carilah sumber pendapatan pajak lain yang memang jelas-jelas mendapat nilai tambah dari transaksi barang dan jasa,” pungkasnya.

    Dana IPL Tak Mencukupi

    Ketua PPPSRS Mediterania Boulevard Residences Kian Tanto juga menyatakan keberatannya dan menolak jika pemerintah, dalam hal ini Dirjen Pajak  “memaksakan” dana urunan (IPL) untuk pengelolaan dan perawatan benda bersama, tanah bersama, dan bagian bersama dibebankan PPN.

    Kian mengaku, betapa sulitnya memenuhi kebutuhan operasional pengelolaan dan perawatan gedung apartemen Mediterania Boulevard Residences. Dimana dana IPL-nya tidak mencukupi untuk biaya operasional, sehingga pengurus harus mencari pendapatan lain-lain. Seperti menyewakan ruang-ruang bagian bersama, benda bersama, space-space area komerial, BTS, ATM  dan lain sebagainya.

    Kian mengatakan, karena dana tarikan IPL tak mencukupi, sehingga untuk operasional dan perbaikan gedung yang biasanya menggunakan dana sink fund, mereka sampai patungan dengan pemilik dan penghuni.

    “Kami hampir tak punya dana cadangan (sink fund) yang mencukupi, sehingga ketika harus dilakukan pengecatan gedung atau perbaikan-perbaikan yang butuh biaya besar, maka biaya harus dibagi rata dengan pemilik dan penghuni apartemen,” jelas Kian.

    Kian pun mengeluhkan, dalam beberapa tahun ini PPPSRS mengalami kesulitan mencukupi  biaya operasional pengelolaan apartemennya. Apalagi sejak pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi global. Banyak pemilik dan penghuni alami kesulitan ekonomi, sehingga tidak sedikit yang menunggak kewajiban bayar IPL.

    “Kami tak dapat bayangkan kalau pemerintah menambah beban pemilik dan penghuni apartemen. Jika IPL dibebankan PPN, hampir dipastikan pengelolaan dan perawatan gedung terancam, dan akan lebih menyulitkan pemilik dan penghuni. Di apartemen kami hanya sekitar 70 persen penghuni yang tertib membayar IPL,” ungkap Kian.

    Sedangkan sekitar 30 persen, lanjutnya, sering nunggak karena alasan ekonomi. Pemilik dan penghuni yang memiliki tunggakan IPL ini sangat sulit untuk ditagih. Hal ini tentu menghambat operasional gedung. Dampaknya, dalam 3 tahun ini, PPPSRS terpaksa melakukan pengurangan karyawan karena defisit keuangan pada pengelolaan.

    Karena itu, dia himbau pemerintah sebelum membebankan PPN kepada IPL, sebaiknya melihat dulu kondisi lapangannya. Kasihan rakyat  yang saat ini kondisi ekonominya banyak yang tidak baik-baik saja. Sehingga kalau IPL ini dibebankan PPN lagi, maka kesulitan warga rumah susun makin bertambah.

Back to top button