SELAMA pandemi ini, saya banyak dimintakan pendapat hukum tentang rencana pembelian saham perusahaan properti yang merupakan nasabah bank. Pengembang properti tadi bermaksud mengalihkan sahamnya kepada investor lain. Pengambilalihan saham pengembang properti oleh investor baru diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan properti dan memitigasi risiko perbankan.
Nah, tulisan ini akan menguraikan lebih lanjut bagaimanakah transaksi legal agar akusisi pengembang properti nasabah bank berlangsung dengan risiko hukum pengembang, investor dan bank tetap termitigasi?
Istilah akuisisi lebih populer disebut dengan take over atau ambil alih. Akuisisi perusahaan secara sederhana dapat diartikan pengambilalihan perusahaan dengan cara membeli saham mayoritas perusahaan sehingga menjadi pemegang saham pengendali. Akuisisi saham berbeda dengan pembelian saham biasa karena dalam akuisisi saham jumlah saham yang dibeli relatif banyak sehingga dapat mengubah posisi pemegang saham pengendali. Untuk akuisisi saham perusahaan yang sudah terbuka (go public) harus mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Investor yang membeli saham pengembang properti senantiasa mengharapkan dapat menjadi pengendali pada perusahaan. Kedudukan sebagai pengendali hanya dapat dilakukan apabila porsi kepemilikan saham lebih besar dibandingkan dengan porsi pemegang saham lainnya. Dengan menjadi pengendalimereka merasa aman terhadap keuntungan investasi yang diharapkannya. Kalau disimak lebih lanjut maka kita akan menemukan adanya 2 (dua) mekanisme pengambilalihan saham (pasal 125 ayat 1 UUPT). Pengambialihan saham dapat dilakukan melalui Direksi Perseroan atau secara langsung dari Pemegang Saham.
Dalam UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas,disebutkan bahwa pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut (Pasal 1 ayat 11). Investor yang mengambil alih dapat berupa badan hukum atau dapat pula perorangan. Sedangkan pengembang properti yang akan diambilalih haruslah berbentuk Perseroan Terbatas.
Pengembang properti di perbankan bukan hanya dalam bentuk Perseroan Terbatas tetapi ada juga yang berbentuk Koperasi, CV bahkan perorangan. Mekanisme pengambilalihan saham atau akuisisi tidak mungkin dilakukan terhadap pengembang yang bukan dalam bentuk Perseroan Terbatas.Kepemilikan dalam bentuk saham hanya dikenal dalam badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas.
Dalam praktek perbankan terdapat beberapa alasan pengembang properti yang merupakan nasabah bank mengalihkan sahamnya kepada investor. Pertama, adanya kesulitan cashflow yang dihadapi pengembang sehingga pengembang mengalami kesulitan untuk melanjutkan usaha dalam membangun dan mengelola proyek properti. Kedua, sebagai solusi atas konflik yang terjadi antara perusahaan dengan pihak lain seperti pemilik tanah, kontraktor atau supplier.
Ketiga, bagian dari upaya pemegang saham secara pribadi untuk menghindar dari kewajiban menyelesaikan utang kepada bank. Bankir sebelum memberikan persetujuan terhadap permohonan pengalihan saham kepada pihak lain sebagaiknya mengidentifikasi alasan-alasannya.
Transaksi Legal
Transaksi akuisisi pengembang properti nasabah bank harus harus dilakukan secara aman dan bijak. Secara aman artinya transaksi akuisisi dilakukan setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh (due dilligence) dan patuh (compliance) kepada kesepakatan dalam perjanjian yang dibuat antara nasabah dan bank dan tunduk pada peraturan perundang-undangan lainnya. Undang-undang No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas sudah mengatur secara eksplisit mekanisme perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.
Sedangkan secara bijak, transaksi akusisi harus pula memperhatikan hal-hal lain terkait kepada kelangsungan penyelesaian proyek dan pengelolaan properti serta penyelesaian kewajiban kepada bank. Perusahaan yang bermaksud mengambil-alih saham pengembang properti nasabah bank perlu menyadari apabila kolektibilitas nasabah sudah bermasalah (Kurang Lancar, Diragukan dan Macet) yang akan berdampak kepada perusahaan dan diri pribadi dalam dukungan pembiayaan bank.
Akuisisi pengembang properti nasabah bank harus menempuh beberapa tahapan-tahapan. Pertama, penandatanganan memorandum of understanding (MOU) atau nota kesepahaman antara investor baru dengan manajemen perusahaan yang perusahaannya akan diambil alih sekaligus memuatNon Disclosure Agreement (NDA). Di dalam NDA dibuat kesepakatan untuk mengakui dan menyetujui bahwa informasi yang diberikan oleh masing-masing pihak bersifat ekslusif dan sangat rahasia.
Kedua, apabila antara pengembang properti nasabah bank sudah disepakati tentang rencana akusisi maka selaku nasabah wajib meminta persetujuan kepada bank tentang rencana pengalihan saham. Dalam perjanjian kredit yang disepakati terdapat beberapa larangan/pembatasan yang dilakukan pengembang properti selaku nasabah. Dalam praktek perbankan disebut dengan klausula Negative Covenant yang dituangkan dalam perjanjian kredit.Pengembang properti selaku nasabah bank dilarang atau dibatasi melakukan perubahan Anggaran Dasar perseroan mencakup perubahan pengurus, perubahan pemegang saham, pengalihan saham, menjadikan saham sebagai agunan, dan lain-lain tanpa sebelumnya mendapatkan persetujuan bank.
Ketiga, apabila sudah mendapatkan persetujuan dari bank maka selanjutkan dilaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), RUPS dalam transaksi akusisi harus dilakukan oleh perseroan yang mengambilalih, tentunya ini hanya berlaku dalam hal pihak yang mengambilalih adalah suatu Perseroan Terbatas karena bisa saja yang mengambil alih adalah perseorangan atau badan hukum asing.Dalam hal akuisisi dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan, Direksi melakukan transaksi berdasarkankeputusan RUPS.Selain perusahaan yang mengambilalih, perusahaan yang diambilalih juga harus melakukan RUPS.
Keempat, pembuatan Rancangan Pengambilalihan oleh Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan perseroan yang akan mengambil alih dengan persetujuan Dewan Komisaris. Rancangan Pengambilalihan dibuat apabila pengambilalihan dilakukan melalui Direksi. Rancangan pengambilalihan memmuat alasan-alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih serta hal-hal lain.
Kelima, pengumuman koran. Direksi perusahaan yang akan mengambil-alih wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari perseroan yang akan melakukan pengambilalihan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS. Kewajiban pengumuman di atas tidak hanya berlaku bagi jalur melalui Direksi tetapi juga berlaku bagi jalur langsung kepada pemegang saham.
Keenam, pembuatan akta pengambilalihan saham (akusisi).Akta pengambilalihan saham dibuat dalam bentuk akta notaris dan berbahasa Indonesia dari setiap mekanisme pengambilalihan baik dari jalur direksi maupun langsung dengan pemegang saham.
Ketujuh, pemberitahuan perubahan AD atau perubahan pemegang saham ke MenteriHukum dan HAM. Apabila perubahan AD bukan hanya menyangkut kepada perubahan pemegang saham tetapi juga melakukan perubahan terhadap nama perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan, jangka waktu berdirinya perseroan, besarnya modal dasar, pengurangan modal ditempatkan dan disetor, dan/atau status perseroan yang tertutup menjadi perseroan terbuka atau sebaliknya maka harus memintakan persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM.
Kedelapan, pengumuman koran kembali.Proses pengambilalihan saham tidak hanya dibuat 1 (satu) kali pengumuman saja. Pengumuman harus dilakukan kembali oleh Direksi perusahaan yang diambil alih kembali paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejaksejak terjadinya pengambilalihan saham. Pengumunan dilakukan dalam 1 (satu)surat kabar atau lebih.
Transaksi akuisisi pengembang properti nasabah bank harus dilakukan secara aman dan bijak. Di atas sudah diuraikan secara umum tentang akusisi serta 8 (delapan) tahapan untuk pelaksanaan transaksinya secara legal.Transaksi akusisi pengembang properti nasabah bank yang dilakukan secara ugal-ugalan ibarat menyimpan bara dalam sekam, suatu saat akan menimbulkan risiko termasuk risiko hukum yang semakin kompleks. Bagi pengembang properti nasabah bank serta para Bankir, aman dan bijaklah dalam berbisnis.
Semoga artikel ini bermanfaat.
*). Penulis adalah Praktisi Hukum Properti dan Perbankan
Email : kamiljuneidi@gmail.com.