
JAKARTA,KORIDOR.ONLINE—Bukan main girangnya Irawan (38 tahun), pemilik warung makan di kawasan Perumahan Permata Mutiara Maja, Tangerang. Ia dan keluarga kecilnya sudah menempati rumah yang dicicilnya saban bulan Rp 1 jutaan.
“Tidak pernah terbayang mas, mimpi saya punya rumah diwujudkan Bank BTN, (PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk,red). Padahal saya hanya pedagang kecil. Kepercayaan BTN ini memacu semangat saya untuk berusaha lebih giat,” ujar bapak 1 orang anak ini, ketika bercakap dengan Koridor.online, akhir tahun lalu.
Tak kalah riangnya, ditempat lain. Ratusan kilometer jaraknya, di kawasan Perumnas Samesta Jeruksawit, Karanganyar, Jawa Tengah. Donny Eko Prasetyo dan Alexander Hogiono Yogo Kusuma, secara simbolis menerima kunci rumah. Duo mitra driver Gojek, itu berhasil mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari Bank BTN.
“Memiliki rumah adalah impian saya dan Istri. Kurang lebih 10 tahun menunggu buah hati sampai akhirnya anak kami lahir, dan di tahun yang sama kami juga mendapatkan rumah, mungkin ini rezeki Arron, anak kami,” ungkap Alex, didampingi istrinya.
Seksinya Pekerja Informal
Mengutip dataindonesia.id, hingga Agustus 2022, tenaga kerja Indonesia masih didominasi oleh segmen pekerja informal. Ada 80,24 juta orang yang bekerja di sektor informal. Jumlah tersebut setara dengan 59,31% dari jumlah orang bekerja dalam negeri, sebanyak 135,3 juta orang. Sisanya sebanyak 55,06 juta bekerja disektor formal (40,69%).

Nah, bagi bank penyalur KPR semacam Bank BTN, ceruk pasar segmen pekerja infomal inilah yang kemudian cukup seksi untuk digarap. Walaupun tantangannya juga banyak. Tidak semudah membalik telapak tangan.
Menurut Piter Abdullah Redjalam, Direktur Eksekutif Segara Institute, improvisasi BTN menyalurkan KPR bersubsidi ke segmen informal seperti ke abang ojol dan pedagang pasar, bisa dinilai sebagai extra effort menekan angka backlog. Namun, jika dilakukan pada saat yang tepat, kerja keras tersebut justru bisa menjadi berkah tersendiri bagi BTN.
Walapun saat ini pasar pembiayaan properti diliputi kekhawatiran inflasi, bunga tinggi, dan penurunan daya beli. Sehingga pertumbuhan kredit diproyeksikan bakal melambat, termasuk KPR. BTN mungkin mengalami perlambatan pertumbuhan kredit, tetapi relatif lebih baik dibandingkan rata-rata industri.
Kok bisa? “Karena target pasar utama BTN adalah masyarakat yang belum memiliki rumah. Bukan kelompok masyarakat yang membeli rumah untuk investasi (spekulasi),” ungkapnya, dalam tulisan opini yang dikutip katadata.com
Kolaborasi Bersama Komunitas
Seperti diketahui, kemampuan Bank BTN dalam menyalurkan KPR sudah tak perlu diragukan. Statusnya sebagai pemimpin pasar KPR tidak pernah terkalahkan. Sejak 1976 hingga 2022, Bank BTN telah menyalurkan KPR untuk lebih dari 5 juta rumah di Indonesia.
Dalam banyak kesempatan, Direktur Utama Bank BTN, Haru Koesmahargyo terus menyebutkan keseriusan Bank BTN untuk mewujudkan mimpi pekerja segmen informal dalam memiliki rumah.

Bank BTN katanya akan all out, terus mengoptimalkan seluruh kanal distribusi untuk menyalurkan KPR bersubsidi bagi pekerja segmen informal. Misalnya menggalang kerjasama dengan komunitas pengemudi online, pedagang pasar, organisasi nelayan dan komunitas naungan bagi pekerja informal lainnya.
Beberapa waktu lalu misalnya, Bank BTN juga berkolaborasi dengan sejumlah komunitas pekerja informal untuk menggagas proyek terkait layanan jasa perbankan bagi komunitas pekerja informal. Langkah awalnya, ditandatangani nota kesepahaman bersama asosiasi sektor informal berbasis komunitas tentang Proyek Layanan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Pinjaman Kepada Segmen Informal Berbasis Komunitas.
Kesepakatan itu ditandatangani oleh Ketua Umum Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (HIPMIKINDO), Syahnan Phalipi, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Abdullah Mansuri, Ketua Umum ASMI Women Empowerment, Jurika Fratiwi dan Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Riza Damanik.
Para ketua umum tersebut berharap dengan kerjasama ini, masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya pedagang pasar mendapat akses permodalan untuk pembiayaan perumahan, bahkan bisa sampai 0 persen bagi pekerja dengan penghasilan di bawah Rp 8 juta perbulan.
Gandeng BP Tapera
Pada kesempatan yang berbeda, Bank BTN juga bekerjasama dengan Badan Pengelola Tabungan Perumahan (BP Tapera).
“Kami baru-baru ini juga bekerjasama dengan BP Tapera untuk mengkaji program pembiayaan perumahan yang tepat bagi mereka,” kata Haru.
Kajian tersebut diharapkan memberikan rincian mengenai isu utama pembiayaan perumahan bagi para pekerja informal. Seperti karakteristik dari penghasilannya, kemampuannya untuk membayar angsuran dan menabung sehingga menghasilkan skema yang tepat untuk program pembiayaan perumahan melalui jalur mandiri di BP Tapera.
Dikonfirmasi terkait hal itu, Komisioner BP Tapera, Adi Setianto membenarkannya.
“Fokus tahun 2023 untuk informal, khusus kita layani nanti semua komunitas. Kemarin-kan dari BP2BT sudah ada pedagang pasar, gojek. Tahun 2023 ini kita lakukan secara masif bersama BTN (juga),” ungkapnya, disela-sela acara undian pemenang Gelegar Rejeki Tapera, akhir Januari lalu di Jakarta.

Konsepnya, BP Tapera bekerja sama dengan perbankan untuk pengumpulan dana peserta dan penyaluran bantuan FLPP. Jika iuran tabungan peserta dilakukan lancar dan terbukti bankable maka peserta dapat menerima manfaat FLPP tersebut.
Lebih lanjut, Adi menerangkan dengan bantuan Kemenaker lewat BPJS Ketenagakerjaan, maka penyaluran FLPP untuk pekerja non-fixed income akan lebih teratur. Pasalnya, selama ini penyaluran FLPP dari 1 juta yang disalurkan hanya 10 persen yang menyasar pekerja informal yaitu sekitar 100.000 pekerja.
“Teknisnya adalah kami pakai saving plan, jadi kalau MBR itu UM (upah minimum) sampai Rp8 juta, kami coba bagi-bagi UM. Misal yang Rp4 juta itu 3 persen, (iuran) Rp120.000. Menabungnya bisa harian, mingguan, bulanan lewat perbankan,” jelasnya.
Piter Abdullah mengingatkan, dari sudut pandang manajemen risiko, penyaluran kredit ke sektor informal terbilang berani. KPR adalah jenis pembiayaan bertenor panjang, lebih dari 15 tahun. Sementara tipe debiturnya adalah para pekerja informal. Segmen informal tidak hidup dari gaji yang nilainya selalu stabil serta serba pasti. Sebaliknya, penghasilan mereka tidak menentu dan berfluktuasi setiap hari. Keputusan BTN menyalurkan KPR ke segmen bankable tapi undeserved ini, manajemen tentu telah berhati-hati menganalisis potensi risiko.
“Apapun pertimbangan dan strategi antisipasinya, saya melihat ada tiga manfaat bagi BTN dari keberaniannya menyalurkan KPR ke sektor informal. Pertama, diversifikasi target pasar. Kedua, potensi dana murah (current account and saving account/CASA). Ketiga, pintu masuk BTN menggarap pasar kredit mikro,” pungkasnya.