Opini

Asset Manager, Senjata Baru Atasi Krisis Perumahan Nasional

Oleh: Prof. Ir. Harun Al Rasyid, M.Sc., Ph.D.*

JAKARTA – Indonesia saat ini menghadapi krisis perumahan yang bersifat multidimensi. Backlog masih berada di angka sekitar 15 juta unit, sementara terdapat lebih dari 26 juta rumah tidak layak huni. Kondisi ini semakin pelik karena 33% penduduk masih tergolong miskin dan rentan miskin, sehingga keterjangkauan rumah menjadi persoalan mendasar.

Di sisi lain, kapasitas produksi rumah nasional masih terbatas. Rata-rata hanya 220–240 ribu unit per tahun, jauh di bawah kebutuhan 700–800 ribu unit. Jika ingin mencapai zero backlog pada 2045, Indonesia perlu membangun setidaknya 1,3–1,5 juta rumah setiap tahun.

Lebih jauh lagi, banyak aset negara berupa rumah dinas, tanah, dan rumah susun lama yang tidak dimanfaatkan optimal. Aset-aset ini idle dan menjadi beban APBN, padahal bisa menjadi solusi backlog bila dikelola dengan tepat.

 Program 3 Juta Rumah: Lebih dari Sekadar Angka

Pemerintah telah meluncurkan Program 3 Juta Rumah sebagai agenda strategis nasional dengan alokasi Rp310 triliun. Program ini mencakup:

  • Renovasi lewat program BSPS (Desil 1-4)  dengan biaya Rp 21,8 juta per unit (APBN penuh) untuk 2 juta unit rumah masyarakat berpenghasilan rendah.
  • Peningkatan kawasan permukiman kumuh dengan biaya Rp 22,8 miliar per area (APBN + PPP) di 1.200 lokasi.
  • Pembangunan hunian vertikal (Desil 5-8) dengan biaya Rp 240 juta per unit (Swasta + subsidi) sebanyak 1 juta unit bagi kelompok menengah bawah.

Namun, capaian program ini tidak hanya bergantung pada jumlah unit yang terbangun. Lebih penting adalah reformasi tata kelola agar pembangunan perumahan benar-benar menjawab kebutuhan rakyat, sekaligus berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan.

 Pilar Reformasi Tata Kelola

  1. BNBA (Basis Nasional Bangunan dan Aset)
    Kebijakan harus berbasis kebutuhan nyata, bukan sekadar target angka. BNBA mengintegrasikan data dari DTKS, Dukcapil, ATR/BPN, peta pertanahan, dan geo-tagging. Dengan dashboard nasional yang transparan, pemerintah dapat mengetahui siapa yang membutuhkan rumah, di mana lokasinya, dan berapa kemampuan bayarnya.
  2. Revitalisasi Regulasi BMN
    Aset negara yang idle harus diubah menjadi aset produktif. Rumah dinas kosong bisa dijadikan public rental housing, rusun lama direvitalisasi dengan pola mixed-use, tanah idle dijadikan land banking. Bahkan, BMN dapat dijadikan instrumen investasi melalui asset-backed securities, sehingga tidak lagi membebani APBN.
  3. Pembentukan National Housing Asset Manager
    Diperlukan entitas khusus yang berfungsi sebagai pengelola aset sekaligus off-taker Dengan pemisahan fungsi, Kementerian PKP fokus pada regulasi dan perencanaan, sementara itu Asset Manager mengelola aset, menjamin pasar, serta menghimpun pembiayaan inovatif dari green bonds, sukuk, CSR, Tapera, hingga investasi swasta.
| Baca Juga:   Masyarakat Menanti Realisasi PBG Pengganti IMB*

 Implementasi Berbasis Standar Global

Untuk memastikan tata kelola berjalan profesional, Indonesia perlu mengadopsi standar internasional ISO 55000 Asset Management. Standar ini menekankan pendekatan siklus hidup aset, pengukuran kinerja yang terukur, serta manajemen risiko yang komprehensif.

Selain itu, model Public-Private Partnership (PPP) yang sudah terbukti di infrastruktur perlu diperluas untuk sektor perumahan. Dengan insentif fiskal, tanah dari pemerintah, serta simplifikasi regulasi, investasi swasta akan semakin terdorong masuk.

Dampak yang Diharapkan

  • Ekonomi: kontribusi tambahan 1–1,5% PDB per tahun, penciptaan 2–3 juta lapangan kerja, dan peningkatan produktivitas industri pendukung seperti semen, baja, keramik, dan konstruksi.
  • Sosial: akses rumah layak bagi 91 juta penduduk miskin dan rentan, peningkatan kualitas hidup, kesehatan, dan produktivitas.
  • Fiskal: aset idle menjadi produktif, APBN lebih efisien, dan muncul sumber pembiayaan baru tanpa memperlebar defisit.
  • Kelembagaan: fungsi regulator dan operator terpisah, koordinasi antar-lembaga lebih jelas, dan swasta lebih percaya untuk ikut serta.

 Roadmap Reformasi

  1. Fase I (0–12 bulan): Penetapan BNBA lewat Perpres, pembentukan Asset Manager, harmonisasi regulasi BMN, dan pilot project di daerah prioritas.
  2. Fase II (12–24 bulan): Uji coba sistem BNBA dan Asset Manager, implementasi PPP, capacity building industri konstruksi, serta monitoring sistem.
  3. Fase III (24–60 bulan): Roll-out nasional, optimalisasi pembiayaan inovatif, perbaikan berkelanjutan, dan evaluasi target 3 juta rumah.

Rekomendasi Utama

  1. Tetapkan BNBA sebagai basis tunggal perencanaan perumahan.
  2. Keluarkan Perpres BMN Perumahan untuk transformasi aset idle menjadi aset produktif.
  3. Bentuk National Housing Asset Manager dengan kewenangan penuh.
  4. Bangun platform kolaborasi nasional lintas K/L, BUMN, swasta, dan pemda.
  5. Dorong pembiayaan inovatif melalui KPBU, green bond, sukuk, Tapera, dan CSR.
  6. Terapkan teknologi prefabrikasi, modular, dan material lokal tahan gempa sebagai standar.
| Baca Juga:   Andai Kota-Kota itu Bernyawa, Tak Cukup Transformasi 40 Kota

Kesimpulan

Program 3 juta rumah akan gagal bila hanya mengejar kuantitas. Yang lebih penting adalah membangun sistem kelembagaan yang sehat dan tata kelola yang profesional.

Dengan BNBA sebagai fondasi data, revitalisasi regulasi BMN, dan pembentukan Asset Manager, Indonesia dapat mengubah perumahan rakyat dari sekadar beban fiskal menjadi motor pertumbuhan ekonomi.

Reformasi ini bukan hanya solusi backlog, melainkan strategi pembangunan nasional untuk menciptakan masyarakat lebih adil, inklusif, dan sejahtera.

* Tulisan diambil dari materi berjudul:

“Konsep Kebijakan Profesional Program Perumahan Rakyat Indonesia” Menuju Tata Kelola Baru dengan Asset Manager Perumahan Rakyat oleh Harun Al-Rasyid Lubis dan Green Berryl

Erfendi

Penulis dan penikmat informasi terkait industri properti dan turunannya dengan pengalaman lebih dari 20 tahun. Email: exa_lin@yahoo.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button