Pro-Kontra Soal Luas Lahan Rumah Subsidi. Appernas Jaya: Ide “Gila” Tapi Solutif
Keterlibatan publik dalam penyusunan aturan sangat krusial agar kebijakan yang lahir benar-benar menjawab kebutuhan riil masyarakat

JAKARTA, KORIDOR.ONLINE— Ketentuan mengenai batasan luas lahan dan bangunan rumah umum tapak terus menuai perdebatan di kalangan para pemangku kepentingan. Draft revisi Peraturan Menteri (Permen) Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) terkait rumah subsidi ukuran 25/18 menjadi sorotan, termasuk di antara asosiasi pengembang perumahan.
Ketua Umum DPP Appernas Jaya, Dr. Andriliwan Muhamad, menyebut bahwa dinamika ini merupakan hal wajar dalam proses penyusunan regulasi yang harus berpihak kepada masyarakat.
“Menurut saya ini ide gila, tapi justru bisa menjadi solusi bagi masyarakat urban. Ini seperti memberikan karpet merah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di kota-kota besar. Tujuannya jelas—agar MBR dan milenial bisa punya rumah sendiri,” ujar Andre Bangsawan, sapaan akrabnya.
Ia menyebut bahwa dirinya bersama sejumlah pimpinan asosiasi seperti REI, Apersi, Himperra, dan Asprumnas telah beberapa kali dilibatkan dalam diskusi penyusunan regulasi tersebut.
“Saat ini kan masih tahap pengumpulan masukan. Itu proses yang lumrah. Yang penting, regulasinya bertujuan baik,” tambahnya.
Andre juga menilai Menteri PKP Maruarar Sirait sangat terbuka terhadap kritik dan masukan. Keterlibatan publik menurutnya sangat krusial agar kebijakan yang lahir benar-benar menjawab kebutuhan riil masyarakat.
“Revisi Permen ini harus dilakukan secara transparan agar bisa menjawab tantangan penyediaan rumah subsidi di perkotaan, di mana lahan sangat terbatas,” jelas pengusaha asal Gorontalo itu.
Lebih lanjut, Andre menekankan bahwa meskipun luas lahan terbatas, rumah subsidi tetap bisa dirancang agar nyaman dan sesuai kebutuhan masyarakat urban—termasuk dengan opsi desain bertingkat.
“Soal harga nanti bagaimana? Itu juga harus jadi perhatian pemerintah,” pungkasnya.