Aktual

Apersi Usul Turunkan Batas Harga Rumah Penerima Insentif PPN DTP ke Rp600–700 Juta

Skema insentif yang berubah setiap enam bulan dinilai menyulitkan pengembang dalam merencanakan pembangunan dan penjualan rumah.

JAKARTA, KORIDOR.ONLINE – Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Deddy Indrasetiawan, mendorong Kementerian Keuangan untuk meninjau ulang kebijakan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP). Salah satu usulannya adalah meminta pemerintah menyesuaikan batas maksimal harga rumah yang berhak menerima fasilitas PPN DTP. Ia menilai batas harga Rp2 miliar terlalu tinggi dan tidak mencerminkan kebutuhan masyarakat kelas menengah ke bawah yang lebih mendesak.

“Sebaiknya batas harga rumah yang dapat insentif PPN DTP itu diturunkan ke kisaran Rp600–700 juta. Karena faktanya, daya beli masyarakat masih lemah dan rumah di bawah Rp700 juta-lah yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat luas,” ungkap Deddy dalam konferensi pers di Kantor DPP Apersi, Jakarta Timur, Jumat (20/6/2025).ungkapnya.

Dengan penyesuaian tersebut, Apersi berharap kebijakan insentif perpajakan di sektor perumahan dapat lebih tepat sasaran dan mendukung pertumbuhan sektor properti nasional secara merata.

Kemudian, Deddy juga meminta insentif PPN DTP yang saat ini diberlakukan secara bertahap setiap enam bulan diubah. Menurutnya, skema insentif yang berubah setiap enam bulan justru menyulitkan pengembang dalam merencanakan pembangunan dan penjualan rumah.

“Sebaiknya insentif PPN DTP ini ditetapkan tetap untuk satu tahun penuh, jangan berubah-ubah setiap enam bulan. Itu malah menyulitkan kami dalam menyusun strategi pemasaran dan pembangunan,” ujar Deddy,

Sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 13 Tahun 2025, pemerintah memberikan insentif PPN DTP sebesar 100 persen untuk penyerahan rumah tapak atau rusun hingga 30 Juni 2025, dengan harga jual maksimal Rp5 miliar. Namun, mulai 1 Juli hingga 31 Desember 2025, insentif tersebut dipangkas menjadi 50 persen.

Menurut Deddy, perubahan skema insentif di tengah tahun dapat menimbulkan kebingungan, terutama bagi pengembang yang umumnya menyusun perencanaan proyek secara tahunan. “Kalau kita mulai membangun rumah komersial di bulan Mei atau Juni, rumahnya baru selesai enam bulan kemudian. Nah, saat diserahterimakan, insentifnya sudah turun jadi 50 persen. Itu bikin tidak sinkron dengan perencanaan bisnis kami,” jelasnya.

| Baca Juga:   Penyaluran KPR FLPP Tahun 2021 Resmi Ditutup

Lebih lanjut, Deddy juga meminta pemerintah menyesuaikan batas maksimal harga rumah yang berhak menerima fasilitas PPN DTP. Ia menilai batas harga Rp2 miliar terlalu tinggi dan tidak mencerminkan kebutuhan masyarakat kelas menengah ke bawah yang lebih mendesak.

“Sebaiknya batas harga rumah yang dapat insentif PPN DTP itu diturunkan ke kisaran Rp600–700 juta. Karena faktanya, daya beli masyarakat masih lemah dan rumah di bawah Rp700 juta-lah yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat luas,” ungkapnya.

Dengan penyesuaian tersebut, Apersi berharap kebijakan insentif perpajakan di sektor perumahan dapat lebih tepat sasaran dan mendukung pertumbuhan sektor properti nasional secara merata.

Erfendi

Penulis dan penikmat informasi terkait industri properti dan turunannya dengan pengalaman lebih dari 20 tahun. Email: exa_lin@yahoo.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button