JAKARTA, KORIDOR.ONLINE – Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah menyampaikan keprihatinannya terhadap tingginya jumlah pasangan muda, khususnya pengantin baru, yang belum memiliki hunian sendiri dan masih tinggal bersama orang tua atau mertua. Hal ini menurutnya tercermin dari peningkatan angka backlog perumahan di Indonesia yang kini mencapai 15 juta, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal tahun 2025.
“Pertumbuhan jumlah penduduk yang mencapai 290 juta jiwa di tahun 2025, disertai dengan peningkatan jumlah keluarga baru menjadi 93,1 juta, menyebabkan lonjakan kebutuhan akan hunian. Banyak dari keluarga muda ini akhirnya terpaksa tinggal bersama orang tua karena belum mampu memiliki rumah sendiri,” ujar Fahri dalam sambutannya pada acara Halal Bi Halal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Senin (21/4/2025) di Jakarta.
Fasilitasi Pembiayaan Renovasi untuk Keluarga Muda
Fahri mengajak sektor perbankan, khususnya Bank Tabungan Negara (BTN), untuk lebih aktif memberikan dukungan pembiayaan renovasi rumah, terutama bagi keluarga muda yang masih menumpang. Ia menilai, penambahan kamar di rumah orang tua dapat menjadi solusi sementara yang realistis.
“Bayangkan pasangan muda yang baru menikah, mereka butuh privasi. Kalau belum mampu punya rumah, paling tidak mereka bisa punya ruang sendiri di rumah orang tua. Di sinilah kredit renovasi menjadi penting,” ungkap Fahri sambil mengajak Dirut BTN, Nixon LP Napitupulu, untuk mempertimbangkan skema pembiayaan mikro yang lebih fleksibel.
Ia juga menyarankan agar nominal kredit untuk renovasi tidak terlalu kecil. “Renovasi rumah saat ini sulit jika hanya didukung dana Rp20 juta. Diperlukan dukungan lebih agar kualitas hunian tetap terjaga dan layak ditempati,” tambahnya.
Backlog Perumahan Menjadi Tantangan Serius
Lebih lanjut, Fahri menegaskan bahwa berdasarkan laporan resmi dari BPS yang diterima oleh kementeriannya, jumlah backlog perumahan di Indonesia telah meningkat signifikan menjadi 15 juta unit. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan estimasi sebelumnya yang berkisar antara 9,9 juta hingga 12 juta.
“Angka 15 juta ini adalah jumlah keluarga yang saat ini masih mengantre untuk memiliki rumah. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan hunian semakin mendesak,” jelasnya. Selain backlog untuk rumah baru, BPS juga mencatat bahwa kebutuhan untuk renovasi rumah mencapai angka 26 juta.
Menurut Fahri, perubahan komposisi keluarga di Indonesia juga turut mempengaruhi kondisi ini. Berdasarkan data terbaru, jumlah rata-rata anggota keluarga mengalami penurunan dari lima orang menjadi 3,1 orang per rumah tangga di tahun 2025. Ini mengindikasikan bahwa struktur keluarga cenderung mengecil, namun kebutuhan akan rumah tetap meningkat.
“Mereka yang memasuki usia menikah dan membangun keluarga baru menghadapi tantangan berat dalam mengakses hunian yang layak. Ini perlu kita jawab dengan kebijakan dan dukungan yang konkret,” tutupnya.